“Kitab ini ditulis dg membawa misi membantah tuduhan sesat orang-orang yg meragukan ragam qiraat Qur’an. Mereka menjadi ragam perbedaan qiraat itu sebagai bentuk ketidaksempurnaan al Qur’an karena isinya kontradiktif dan tak sejalan. Padahal ragam qiraat yg ada -penulis memfokuskan pada qiraat ‘asyrah- tidak lain menunjukkan i’jaz Qur’an/keistimewaan dari al Qur’an” (hal: 14)
Milsanya dalam surat Fatihah ada yang membaca: mālik (ِمَالِك) dan malik (ِمَلِك). Perbedaan qiraat ini mengandung i’jaz sebagai berikut:
Mālik berarti (Allah) memiliki hak tasharruf atas apa yg dimilikinya kelak pada hari kiamat, tak ada yg berhak mengintervensinya.
Malik berarti Allah adalah hakim yang senantiasa melihat keputusan secara adil. Allah adalah Dzat yg berhak mentasharrufkan, Dzat yg memiliki kekuasaan yg menyeluruh dalam menentukan kemaslahatan umum.
Mengkompromikan di antara dua qiraat tersebut:
Allah adalah Dzat yg Maha menguasai segala urusan kelak di hari kiamat, Ia berhak melakukan apa saja. Manusia tak lagi berhak atas apa yg dikuasainya di dunia: hakim atas yang dihukumnya, tuan atas budaknya. Allah-lah yg menentukan keadilan di antara mereka, Ia-lah pemilik kebenaran. Karena segala raja telah kehilangan kerajaannya di dunia. Dan tak ada raja yg tersisa kecuali hanya Allah. (Hal: 17)
Sisi i’jaz dr perbedaan qiraat di atas menunjukkan akan kekayaan maknanya, saling menguatkan satu sama lain dan berupaya menyatukan antara rasa ‘takut akan siksa’ Malik (ملك) dan harapan akan mendapat maaf dari Mālik (مالك), menyatukan akan rasa khawatir akan hukuman Malik (ملك) dan keinginan mendapatkan apa yg ada di sisi Malik (مالك). Menyatukan rasa aman karena keadilan Malik (ملك) dan mengharap belas-kasih Mālik (مالك). Keduanya (Mālik dan Malik) adalah asmaul husna, di mana Allah memerintahkan kita berdoa dg nama tersebut, senantiasa mengulang-ulang membacanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. (Hal: 17-18)
Kitab berdurasi 2 jilid tebal. Pemesanan hubungi
No responses yet