Sanad sarung batik Lar Gurda saya dapatkan dari dua orang. Pertama dari Impian Nopitasari, wongalus dari Purwodadi yang mencari nafkah di Solo. Kedua, dari Uda Alfi Limbak Malintang Sati, seniman besar yang secara sengaja membai’at dirinya menjadi jamaah Majelis Taklim Kalbun Salim yang saya asu(h).

Saya beruntung bisa bersarung dengan Lar Gurda. Serasa menyamai lampah para pesohor dan priyagung di negeri ini yang belakangan sering berlar-gurda di berbagai acara negara. Belakangan, melalui promosi berkedok uraian yang ditulis oleh Gus Irfan Nuruddin, saya jadi tahu bahwa sarung batik ini dibuat oleh Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan. Saya jadi merasa terberkati lagi. Bersebab pada berkah ilmu, hikmah, dan tentu saja karamah para kyai di sana. Sebagai rasa terima kasih pada sarung ini, saya akan mengurai beberapa hal perihal sarung batik ini di atas ukuran kependekan pengetahuan dan kebodohan saya.

  • Kepala: Tumpal/Pasung/Pucuk Rebung

 

Batik Kepala

Saya akan memulai ulasan dari bagian kepala (lihat gambar). Sarung batik yang dimilikkan kepada saya ini, bagian kepalanya beragi “tumpal”. Ragi atau motif ini berbentuk segitiga sama kaki yang berderet. Di sarung ini, tumpal-nya berhadap-hadapan. Seolah mengisyaratkan kelengkapan dua sisi manusia. Sedangkan latar belakangnya beragi “truntum”. Ragi tumpal, yang juga disebut “pasung” ini khas budaya ragi batik pesisir.

Di Sumatera, ia disebut ragi “pucuk rebung”, yang menggambarkan makna puncak anugerah. Ia juga lazim terdapat sebagai hiasan di jirat makam-makam para wali, sultan, dan pembesar kesultanan di Aceh. Biasanya, di makam-makam bercorak Aceh, ragi hias ini berpadu dengan ragi “bungong puta taloe (bunga tali berpilin)”.

 

  • Papan: Catur Sagatra

Batik Papan

Selanjutnya masuk ke bagian “papan”. Ini adalah bagian pinggir kanan dan kiri kepala, berbentuk persegi panjang, tegak lurus (Lihat gambar, pinggir kanan-kiri kepala). Di sarung batik Lar Gurda saya, ragi bagian papannya adalah goresan berbentuk “catur sagatra” (segi empat) berderet putus-putus tipis. Ragi ini menggambarkan “kiblat papat” (empat kiblat) yang menjadi landasan peng-arah-an hidup manusia Jawa. Sedangkan “kalima pancer” atau sang pusat dari arah (kiblat) itu adalah manusia. Pertemuan kepala “tumpal” dan “catur sagatra” dalam satu kepala mendatangkan makna luhung. Bahwa lampaj kaki atau laku/suluk itu harus tahu kiblat, tahu arah, dan sadar diri sebagai pusat alam semesta.

 

  • Badan: Udan Liris

Batik badan

Sekarang masuk ke bagian badan (lihat gambar). Ragi “udan liris” merajai bagian badan sarung Lar Gurda yang saya punya. Ini ragi khas budaya batik di Yogya dan Solo. “Udan liris” artinya hujan rintik-rintik. Sebuah lambang tentang anugerah berupa rezeki berkesinambungan atau rezeki terus-menerus yang menumbuhkan. Orang Jawa memang menganggap bahwa rezeki yang terbenar itu bukan seperti hujan lebat yang hanya sekali datang namun setelah itu kemarau, melainkan rezeki yang terus-menerus atau awet datangnya. Persis seperti hujan rintik-rintik, gerimis. Tapi perlu diingat, bahwa “udan” atau hujan, dalam khazanah Jawa bermakna pengetahuan suci (widya). Jadi, rezeki yang terus-menerus itu dipahami sebagai anugerah pengetahuan. Sedangkan rezeki yang bersifat kebendaan, biasanya diungkapkan dengan istilah “mas picis rajabrana”.

  • Pinggir: kalasa

“Pinggir” adalah hiasan tepi pada kepala batik dan pada tepi atas serta bawah badan batik (lihat gambar Papan bagian atas bawah). Biasanya, pada seluruh batik, bagian pinggir ini dipenuhi oleh ragi tetumbuhan menjalar atau merambat dan juga sering berbentuk tetumbuhan bersulur-sulur. Ragi ini dianggap sebagai pelindung badan. Baik badan batik maupun badan si pemakai. Bersebab pada istilah “kalasa”, yang dalam alam pikiran khazanah Jawa biasa dimaknai sebagai doa.

  • Seret

Bagian ini adalah pinggirnya pinggir. Biasanya ia hanya memiliki lebar 1,5 cm dan beragi garis tipis polos (lihat gambar Papan, bagian secuil paling atas dan paling bawah). Ia mirip dengan ragi “gigi ikan pari”, sebuah ragi hias kain batik Aceh bagian utara.

  • Bukan sekedar sarung

Sarung batik Lar Gurda yang ada di saya merupakan perpaduan dari ragam hias budaya bahari dan budaya tani, adat ngeksintara dan adat ngeksiganda, budaya air dan budaya tanah. Para antropolog yang sangat sering dikotomis biasa menyebut pemanunggalan kebudayaan ini dengan istilah “akulturasi pesisir-pedalaman”. “Akulturasi” adalah sebuah istilah perpaduan kebudayaan yang bagi saya, masih kurang sahih untuk melafalkan “pemanunggalan dan kemanunggalan” itu.

Saya lebih memilih kata yang tertera di dalam kebudayaan saya; manunggal atau memanunggal. Kemanunggalan ranah ngeksintara (utara) dan ngeksiganda (selatan) itu tampak dalam beberapa hal. Ragi tumpal atau pasung jamaknya memang dipakai sebagai ragi hias batik Lasem, Cirebon, dan terkadang Madura. Itu jelas memuat corak “utara” atau budaya air. Sedangkan bagian badan, papan, dan pinggirnya, mencirikan ragi hias dari “selatan” atau budaya tanah.

Perlu digariskan bahwa sarung bukan sekedar sandangan belaka. Di Jawa, sarung atau biasanya disebut jarik, merupakan busana untuk menyempurnakan pengelolaan “baitul mukadas”, yaitu anggota tubuh-badan secara harfiah dan simbolik yang berada di perut dan ke bawahnya lagi hingga bagian kemaluan. Karena itu, tidak ada jarik, apalagi berbentuk batik, yang dibuat secara asal-asalan. Sebenarnya saya hendak menjelaskan satu persatu makna dari masing-masing ragi hias. Mulai dari makna nglegena sampai paling mungkin makna pralambangnya. Hanya saja, saya masih merasa pengetahuan maknawi yang saya jumput itu masih mentah. Mungkin lain kali saja.

Untuk ulasan dalam tulisan ini, saya mohon dikoreksi oleh Kyai Abdul Sy selaku “Pengasuh Pesantren Batik Nusantara” dan Gus Irfan Nuruddin sendiri selaku pemilik Lar Gurda. Juga Kang Din Rosyidin selaku juragan sambel second.

Terakhir, sekali lagi, batik bukan hanya sekedar sandangan. Ia pada awalnya, sependek pengetahuan saya, merupakan rajah. Isinya adalah doa. Wallahu a’lam.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *