Tanggerang Selatan, Jaringansantri.com – Depati Amir adalah anak dari Depati Bahrin seorang Depati yang berkedudukan di Jeruk dengan pusat pemerintahan di Kampung Mendara (Menareh). Jabatan depati bertanggung jawab pada Sultan Palembang Di samping mengurus rakyat, depati juga bertanggung jawab atas pengelolaan tambang timah yang secara berkala sebagian hasilnya disetor ke Kesultanan Palembang.

Ulasan tentang Depati Amir ini dipaparkan oleh Johan Wahyudi di Islam Nusantara Center (INC) Tangsel, 24 November 2018. Sejak permulaan 1722, Belanda mendapat izin pengelolaan timah di Bangka dari Sultan Palembang. “Di situ Belanda gemar memainkan peran yang disharmoni dengan penguasa lokal. Praktik-praktik illegal, menurut mereka legal,” kata Johan.

Misalnya penyelundupan timah, mematok harga yang murah bagi penambang melayu atau kuli-kuli Tionghoa. “Kemudian melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap penduduk setempat,” kata dosen UIN Jakarta ini.

Ini kemudian menimbulkan akumulasi kebencian di kalangan masyarakat. Termasuk para kepala daerah saat itu.

Depati Bahren, Demang Singayuda dan Batin Tikal yang tidak senang dengan perangai Belanda memutuskan untuk berperang semesta melawannya disisinya, sudah bergabung dua anaknya, Depati Amir dan Panglima Hamzah Cing Belakangan Depati Bahren mengundurkan diri karena alasan usia Perlawanan dilanjutkan oleh Depati Amir dan Panglima Hamzah.

Pasukan Bangka terdiri dari sekumpulan simpatisan dan loyalis yang bergerak secara dinamis. Mereka menggunakan taktik gerilya, sabotase dan teror untuk mengimbangi lawannya yang menggunakan senjata lengkap. Hutan, sungai, bukit serta kontur geografis lainnya menjadi “benteng alami” yang melindungi mereka.

Oleh sebab itu, pengetahuan geografis mutlak diperlukan untuk memenangkan perlawanan. Perlawanan Amir tersebar di beberapa distrik, yang mengindikasikan banyak rakyat yang terlibat di dalamnya.

Amir merupakan sosok pejuang yang licin. Dalam beberapa kesempatan, ia berhasil mengelabuhi Belanda dengan cara menipu bahwa ia akan menyerah. Kebohongan itu menyebabkan Belanda merugi (beberapa arsip Belanda) Sebagai pejuang, Amir tentu dibekali ilmu bela diri yang bisa diandalkan.

Akhir perjuangan Amir adalah ditangkapnya dirinya di hutan Mendu Barat. Dalam prosesnya, tentara kolonial menugaskan beberapa tokoh masyarakat (1 haji, 3 batin) untuk membujuk Amir menyerah. Oleh sebab saat itu Amir berada dalam kondisi yang kekurangan, sehingga memudahkan Belanda untuk menangkapnya. Amir menyerahkan keris kepada seseorang kepala pasukan Melayu yang mendatanginya, yang ditafsirkan Belanda sebagai penyerahan dirinya. (sumber: surat 17 Januari 1851)

Dalam Besluit 22 April 1851, Depati Amir dan kerabatnya diasingkan ke Kupang Di sana Depati Amir hidup di Penjara Oleh ulama setempat Ali Birando, Depati Amir dipulihkan martabatnya ditempatkan sebagai kepala Kampung Raja di Kampung Airmata Depati Amir mengisi hidup dengan mengajarkan pengetahuan Islam, guru silat (silat Amir) ahli penyembuhan, dan membuka warung kuliner Melayu yakni daging pedas.

Penelitian Depati Amir yang penulis ikuti sudah sejak 2016, mencakup Bangka dan 2017 dilanjutkan ke Kupang Pada bulan April 2018, draf pengusulan Depati Amir diajukan ke Departemen Sosial Di akhir Agustus, tim TP2GP berkunjung ke Pangkalpinang dan mengabarkan sedikit koreksi untuk naskah biografi Amir Pada 8 November 2018, Presiden Joko Widodo menetapkan Depati Amir Pahlawan Nasional di Istana Negara. (Aditia)

Johan Wahyudi saat menjadj pemateri di Islam Nusantara Center (INC). Sabtu 24 November 2018.

No responses yet

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *