Banten. Jaringsansantri.com. Atmosfer sentimen politik menjelang pilpres 2019 sekarang ini sangat kuat. Islam dan ulamanya menjadi hal paling dicari, dirangkul dan menjadi pendobrak utama untuk meraup suara. Banyak kalangan santri dan ulama terlibat politik praktis, hendak memperjuangkan aspirasinya. Hal ini membuka kembali diskusi panjang hubungan antara ulama/agama dan Umaro/pemerintah atau politisi.

Oleh karena itu, jaringansantri.com mewawancarai
Dr. Muhammad Hudaeri M.Ag (Wakil Dekan Akademik dan Kelembagaan Fak Ushuludin UIN Banten), usai acara diskusi ilmiah bertema “Ulama, Kemaslahatan Umat dan Kemajuan Bangsa,” di Aula Rektorat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang. Kamis 27 September 2018.

Bagaimana bapak melihat fenomena ulama maju dalam pemilu. Khususnya majunya Kiai Ma’ruf menjadi Cawapres Jokowi?

Sebenarnya bagi santri. Saya melihatnya ini adalah kemajuan. Dulu, dalam tanda kutip, yang berkuasa itu non santri. Justru dengan penguatan masyarakat keislaman, dilihat dari sisi situ memang positif. Aspirasi santri akan mudah didengar dan akan mewarnai perpolitikan Indonesia. Bisa mencerminkan bahwa Indonesia ini benar-benar negara muslim terbesar di dunia. Sekaligus juga politik santrinya akan mewarnai.

Apakah bapak melihat bahwa Kiai Ma’ruf akan membawa aspirasi santri atau masyarakat Pesantren?

Selama ini kalangan muslim Indonesia kurang bergaining. Dari sisi politik santri akan menunjukkan akhlak politik yang baik.
Dengan majunya Kiai Ma’ruf, suara masyarakat Pesantren saya kira akan merapat ke situ. Walaupun, agak sulit di kalangan urban yang sikap keagamaannya lebih cair.

Bagaimana menurut bapak terkait duet ulama-umaro dalam arena politik praktis, yang sekarang ditampilkan Jokowi-Ma’ruf ini?

Saya kira itu kan sudah dipikirkan para politis. Kekuatan umat Islam dengan menguatnya aspirasi politik santri. Menyadari betul, jika aspirasi santri ini tidak diwadahi, mereka akan kalah.

Efektifkah ?

Saya kira sudah pasti. Pengaruhnya cukup besar bagi kalangan Islam secara umum.
Jika dilihat, Jokowi ini kan dari “orang sekuler”. Dikotomi sekuler-agamawan dalam realitas memang ada. Dengan menggandeng Kiai Ma’ruf Amin, ini bisa menutupi/melengkapi itu. Untuk menggaet suara dari kalangan santri juga. Dan ini disadari sejak awal ketika menggandeng JK sebagai orang NU.

Apa yang akan dilakukan Kiai Ma’ruf dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah nantinya?

Nah, ini yang kita tunggu. Mungkin dalam pendidikan tradisional (Pesantren) yang selama ini kurang diperhatikan, jika katakanlah kiai Ma’ruf terpilih, akan memperjuangkan ini. Itu yang pertama.
Kedua, masalah ekonomi, ekomik masyarakat Islam secara umum. Jika terpilih menurut saya, pemberdayaan ekonomi umat ini yang dilakukan.

Dua hal ini, pendidikan dan ekonomi, fondasi yang terabaikan. Karena setiap pemilu datang, politisi pada datang ke Kiai. Pemilu selesai, seolah ditinggalkan. Harapannya pada Kiai Ma’ruf , itu benar-benar diperhatikan.(sasongko)

No responses yet

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *