Tangerang Selatan  jaringansantri.com – Zainul Milal Bizawie mengatakan bahwa munculnya Islam Nusantara itu tidak sebagai ungkapan superioritas. “Jadi tidak berarti Islam kita itu lebih baik atau lebih hebat. Ataupun kita anti dengan kebudayaan lain,” katanya.

“Justru yang ingin diambil hikmahnya adalah setiap daerah itu memiliki ciri khas dalam mengimplementasikan Islam itu sendiri,” tambah Gus Milal.

Setiap negara manapun, kata Gus Milal, termasuk New Zealand atau Australia, dengan masyarakat yang plural, itu juga memiliki cara yang berbeda karena budaya yang berbeda.

Ini memiliki ijtihad tersendiri sesuai konteks sosial, politik, budaya dan lain-lainnya.

Penulis Masterpiece Islam Nusantara ini mengatakan “yang sekali lagi perlu ditekankan adalah Islam Nusantara itu bukan anti arab, atau menyerang budaya arab. Justru kita ingin membedakan antara wilayah aqidah dan wilayah budaya. Secara budaya berbeda, tapi aqidah sama.”

Dari perbedaan budaya kita bisa belajar bahwa ekspresi keberagamaan Islam itu tidak hanya satu bentuk atau satu jalan.

“Dengan perbedaan tersebut kita bisa belajar apa tantangan kita ketika berhadapan dengan budaya bangsa lain,” ujarnya.

Tantangan kita bagaimana kita bisa menyebarkan manhaj Islam Nusantara di negeri lain. Dalam hal ini dakwah Islam yang dilakukan seorang peneliti Faried F Saenong di Negeri New Zealand.

Ini menjadi referensi bagaimana teman-teman di luar Islam, di Barat sana melihat Islam. Apakah cenderung mengikuti trend di Timur Tengah atau seperti di Indonesia, yang membaur dengan kondisi sosial budayanya.

Hal ini disampaikan dalam kajian rutin Islam Nusantara Center (INC) di Wisma UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lt. 2 Jl. Ir. H. Juanda No. 95. Sabtu 10 November 2018. (Aditya Wibisono).

7 Responses

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *