Tanggerang Selatan  jaringansantri.com – Ketika Islam moderat dikontekskan di Indonesia, maka yang benar-benar menampilkannya adalah NU, tentu juga Muhammadiyah. “Islam moderat bagi NU adalah Islam Nusantara,” kata Ayang Utriza Yakin, di Islam Nusantara Center (INC), Sabtu 05 Januari 2018.

Sebelum memberikan apresiasi terhadap Islam Nusantara, Ayang menyampaikan beberapa kritik. Secara konsep dan metodologi, menurut Ayang, di dalam tubuh NU sendiri juga terjadi perdebatan yang cukup hangat.

Pertama, ketertutupan konsep Islam Nusantara. “seakan akan NU ini tidak melepaskan wacana Islam Nusantara. Harusnya ini konsep yang bagus luar biasa, biarkan semua orang mengaku bahwa Islam Nusantara bagian dari gerakan pemikiran, gerakan kemasyarakatan milik mereka. Jangan hanya tertutup bahwa IN ini punya NU, “katanya

Ditambah lagi beberapa teman di NU, yang semakin menyeret konsep gerakan IN ini hanya tertutup bagi NU saja, ada kesan eksklusif. Ia mengatakan” Menurut saya ini hal yang patut disayangkan. Khazanah Islam Nusantara yang besar ini diseret ditarik hanya milik NU.”

Kedua, menurut Ah. Najib Burhani, tidak adanya metodologi dan epistemologi yang jelas dari Islam Nusantara.

Ketiga, datang dari Alexander Alifianto, gagasan Islam Nusantara ternyata karena belum jelas konsep , definisi apa itu IN, kelompok yang menamakan NU GL, ini yanh menggerus, menjatuhkan wacana Islam Nusantara. Kerena mereka melakukan kritik internal yang terkadang, konstruktif tapi destruktif.

“kira-kira itulah kritik yang dilakukan sarjana sebelum kami. Bagaimana saya melihatnya, saya ingin menambahkan kritik Najib Burhani lebih dalam,” tandasnya.

“Sampai sekarang Islam Nusantara belum menghasilkan landasan epistemologi, baik yang dilakukan oleh para penggiatnya, termasuk INC, sarjana-sarjana NU atau di luar NU. Saya sendiri sementara ingin menyampaikan kritik dulu sebagai peneliti.”

Sampai sekarang ini belum ada artikel, buku yang kokoh yang menawarkan landasan epistemologi Islam Nusantara. Kenapa demikian, karena sesungguhnya menawarkan landasan filsafat ilmu ini bukan sesuatu pekerjaan yang mudah. “kita boleh berharap, tapi tampaknya berat sekali. Memerlukan penelitian yang kokoh,” katanya.

Melahirkan suatu epistemologi harus didasari dengan penelitian yang serius yang itu diawali dengan mengkritik epistemologi sebelumnya yang dianggap kurang. Sanggupkah sarjana NU maupun di luar NU menawarkan epistemologi ini, kita boleh berharap, tapi sampai saat ini saya masih pesimis. Karena kita belum punya sarjana yang ajeg di dalam ilmu pengetahuan.(Aslam)

4 Responses

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *