Nabi mencintai Makkah, Madinah, Jazirah Arab sebagai tanah airnya. Kalau kita mencintai Indonesia sebagai tanah air kita, itu artinya kita seperti Nabi yg mencintai tanah airnya sendiri.
Nabi memakai gamis, jubah, surban yang merupakan pakaian yang membudaya di masyarakatnya. Kalau kita memakai batik, tenun, kopiah, sarung, songket yg merupakan pakaian Nusantara itu artinya kita seperti Nabi yang memakai pakaian yang membudaya di masyarakatnya.
Nabi menjadikan kurma, gandum, buah2an, sayur2an dan tetumbuhan bergizi lainnya yang banyak tumbuh di daerahnya sebagai makanan sehari-hari. Kalau kita makan nasi, singkong, pepaya, jeruk dan tetumbuhan bergizi lainnya yang banyak tumbuh di daerah kita, itu artinya kita seperti Nabi yang makanan sehari2nya dari tetumbuhan yang hidup di daerahnya.
Nabi memperkenankan rebana dan alat2 musik tabuh yang lazim dipakai masyarakat Arab sebagai penghibur dan penanda acara walimahan (resepsi perkawinan). Kalau kita memakai bedug, gendang, gong, angklung, kulintang dll yang lazim dipakai masyarakat kita, itu artinya kita seperti Nabi yang memakai alat musik lokal untuk hiburan acara resepsinya.
Nabi Muhammad Saw. adalah pemimpin dunia yang membawakan ajaran Islam yang universal dan pada saat yang sama beliau adalah bagian dari masyarakatnya. Dakwah Islam yang universal tak membuat Nabi tercerabut dari akar budaya lokalnya.
Sebagai umatnya, kita bisa meniru Nabi Muhammad saw. sebagai pemeluk dan pengamal ajaran Islam yang universal tanpa tercerabut dari akar budaya kita sendiri.
Kita bisa menjadi muslim/muslimah 100 persen dan pada saat yang sama menjadi bangsa Indonesia dan warga kampung kita 100 persen tanpa mengurangi kadar keislaman dan keindonesiaan kita.
Tulisan ini terinspirasi dari pertanyaan kritis bu Nyai Dr Nur Rofiah.
No responses yet