Dinamika di era Walisongo itu keren. Hanya kita yang seringkali fokus pada aspek karamah beliau-beliau, yang aneh-unik lantas lalai dan mengabaikan bahwa beliau-beliau memiliki capaian teknologi dan metodologi yang khas.

Di awal Oktober lalu, Jawa Pos selama 3 edisi berturut-turut mengupas sejarah beberapa sumur buatan Sunan Giri. Ini keren, sebuah sumur yang bertahan hingga 5 abad dan tidak pernah kering. 

Bagi saya ini bukan hanya soal karamah beliau, melainkan membuktikan apabila Sunan Giri, para Walisongo lain serta para muridnya adalah mereka yang punya kemampuan akuifer: mengenali karakteristik tanah dan air, urat nadi air, dan karakteristik sumbernya yang bisa bertahan hingga berabad-abad. Ini mantab bro, sebab di hampir setiap makam para wali, pasti ada sumber mata air/sumur dengan citarasa yang segar dan tidak pernah mengering debit airnya, bahkan ketika musim kemarau sekalipun.

Di video yang dibuat oleh Gus Fatih ElMufid saat berziarah ini, ada sumur peninggalan Sunan Sendang Duwur, Lamongan. Lokasi makam murid Sunan Drajat ini di atas perbukitan dengan pintu gerbang mirip candi ala zaman Majapahit. Sumurnya sedalam 35 meter. Saya tidak tahu bagaimana dulu prosesi penggaliannya sehingga bisa sedalam itu, dan para penggali tanahnya bisa bertahan dengan oksigen yang tipis. Terlebih, sumur ini bisa bertahan selama kurang lebih 5 abad dan kondisinya stabil: air jernih dan segar serta debit air yang tidak pernah berkurang, bahkan di musim kemarau sekalipun.

Walisongo bukan hanya para kekasih Allah. Beliau-beliau juga menjejakkan kekokohan metodologi dakwah yang khas di Jawa, bahkan Nusantara. Dan, saya percaya, beliau-beliau bukan semata kaya dengan keramat yang dimiliki, melainkan punya kemampuan akuifer yang dahsyat. Sebab di setiap makam Walisongo maupun murid-muridnya, pasti ada sumur peninggalan beliau yang tidak pernah mengering. Airnya segar dan, insyaAllah, berbarakah.

Biasanya, di sekitar makam para auliya, airnya melimpah. Segar. Debit airnya stabil bahkan cenderung melimpah walaupun musim kemarau.

Saya paling suka byar-byur di kamar mandi komplek Makam Habib Soleh bin Muhsin al-Hamid, Tanggul, Jember. Byuh, airnya sueger. Jika di lain tempat ada tulisan, “Setelah Menggunakan Air, Kran Mohon Ditutup!”

…maka, saking melimpahnya air, di kamar mandi komplek makam Habib Soleh malah ditulisi:

KRAN AIR JANGAN DITUTUP

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *