Tangerang Selatan, Jaringansantri.com – KH Ahmad Sanusi adalah salah satu Ulama Nusantara yang berperan dalam perkembangan intelektualisme Sunda. Kiprahnya juga cukup penting dalam pergerakan Islam sehingga mampu menjadi jembatan antara kelompok Islam Tradisionalis dan Modernis.

Di dalam kajian Islam Nusantara Center (INC) Ah Ginanjar Sya’ban menjelaskan bahwa KH Ahmad Sanusi itu tradisionalis aswaja, yang secara pemikiran pararelnya ke Nahdlatul Ulama (NU). Tapi, masyarakat Jawa Barat Waktu itu menjadikan Kiai Ahmad Sanusi untuk bagaimana mereformulasi manhajnya yang tradisionalis. Menjadi pergerakan yang mampu mengimbangi modernis.

Tengah : Ah. Ginanjar Sya’ban (Filolog Santri/ Penulis Mahakarya Islam Nusantara/ Direktur INC).

“Makanya membangun lembaga pendidikan, rumah sakit, yang menjadi ciri khas modernis,” katanya, (13/07).

Ah Ginanjar Sya’ban mengatakan “Kenapa saya katakan Kiai Sanusi itu orang tradisionalis aswaja, karena ia menulis kitab berjudul Miftahul Jannah fi bayani ahlissunnah wal jamaah, yang ditulis dalam bahasa Sunda.”

Tidak ada ulama sunda pada awal abad ke-20 yang karyanya seproduktif Kiai Ah Sanusi. Hampir semua bidang ilmu ia menulis. Bidang Tafsir ia mempunyai tiga karya, Raudlatul Irfan, Tamsiatul Muslimin, dll.

Keluasan karya KH Ahmad Sanusi juga merambah bidang tasawuf. Bidang inilah yang diangkat dan dipresentasikan dua anggota Kajian INC (Zainal Abidin & Rifa Tsamrotus Saadah) dalam pertemuan The 2nd Biennale International Conference di Belanda.

Menurut pembacaannya, penulisan karya pegon sunda (aksara Arab berbahasa sunda) adalah bagian bentuk dari perlawanan kolonialisme. Zainal mengatakan bahwa ini termasuk melanjutkan perjuangan melawan kolonial dari sisi penulisan pegon sunda, juga sebagai sebagai strategi dakwah. Mengingat komunitas sunda saat itu lebih menerima bahasa sunda.

Latar belakang Kiai Sanusi ini tradisionalis tapi kemudian berperan menjalin relasi dengan orang-orang modernis. “Dia menerima banyak aduan dari jamaahnya terkait pergerakan modernis. Sehingga ia mengikuti formula dakwah kaum modernis. Misalnya menulis dengan aksara latin,” ujarnya.

“Ini bagian dari cara mendialogkan gagasa-gagasanya. Sehingga mampu menjadi jembatan antara tradisionalis dan Modernis,” tambahnya.

Kiri : Rifa Tsamrotus Saadah. Tengah : Ah. Ginanjar Sya’ban. Kanan: Zainal Abidin.

Ginanjar melanjutkan, produktifitas KH Ahmad Sanusi tidak bisa lepas dari peran besar gurunya, yaitu Syaikh Mukhtar ‘Atharid Bogor. Syaikh Mukhtar menulis kitab berbahasa sunda berjudul Aqaid Ahlissunnah wal Jamaah. Kitab ini ditulis di Mekah lalu dicetak di Mekah dan Kairo.

“Dugaan saya, Syaikh Mukhtar inilah yang memotivasi murid-murid beliau untuk menuliskan karya intelektual berbahasa sunda aksara arab.”

Perlu diketahui, KH Ahmad Sanusi berasal dari dari kawasan di Sukabumi yang kemudian melahirkan Bondoroyot/ keturunan kiai-kiai Sukabumi, yaitu di Cikaroya Cantayan. Sunda melahirkan Ajengan Masturo, Kiai Abdullah Mahfudz Tukar yang melahirkan Ajengan Maki, Ajengan shihab, termasuk kiai Abdurrahman (Ayahnya). (Damar Pamungkas).

Peserta Kajian INC, SABTU 13 JULI 2019.

 

 

5 Responses

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *