Banten, Jaringansantri.com. Tahun politik 2018-2019, Ulama atau agama menjadi alat justifikasi Politik setiap kelompok. Bagaimana ulama begitu penting dalam arena pertarungan politik di negeri ini. Terlebih pasangan pilpres sama-sama mengangkat ulama sebagai pendukung. Bahkan Jokowi merasa perlu “meminang” ulama sebagai cawapresnya.
Isu ini menjadi tema menarik dalam diskusi ilmiah bertajuk “Ulama, Kemaslahatan Umat dan Kemajuan Bangsa,” di Aula Rektorat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang. Kamis 27 September 2018.

Diskusi yang diadakan oleh HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) bekerjasama dengan seluruh jurusan Fakultas Ushuluddin ini mengundang dua pembicara. Antara lain Muhammad Afif MA (Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Serang) dan Dr. Muhammad Hudaeri M.Ag (Wakil Dekan Akademik dan Kelembagaan).

Menurut Muhammad Afif, “Ulama dan umara adalah pasangan pemuka masyarakat yang utama. jika ada kerja sama ulama-umaro yang saling mendukung dalam pemerintahan, negara diyakini semakin maju. “Karena kekuatan Indonesia ada pada mayoritas, yaitu umat Islam,” katanya.

Menurut Afif, siapapun dia, ulama atau bukan sah-sah saja memasuki dunia politik. “siapapun bisa asal sesuai dengan UU. Yang penting itu, ukurannya apa cita-cita bangsa. Ini parameternya. Apakah pasangan pilpres ini sesuai cita-cita bangsa yang kita lihat dalam UUD 45,” katanya.

Tapi sekarang, ulama menjadi rebutan politik dan akhirnya digunakan orang-orang tidak bertanggung jawab untuk memecah belah. “Dengan adanya ulama sebagai cawapres, bisa mendidik pemerintah dan umat Islam bisa bersikap jujur dan Adil. Itu yang diharapkan. Karena itu tugasnya ulama,” ujarnya.

“Yang punya masa itu ulama, ulama bersatu maka masyarakat bangsa Indonesia ini akan bersatu. Begitu sebaliknya. Maka diperlukan ulama yang negarawan. Selama politisi lebih banyak daripada negarawan, Indonesia tidak akan maju,” pungkasnya.

Sementara M Hudaeri menambahkan bahwa menjadi pemimpin, dalam konstitusi boleh-boleh saja, ulama atau bukan. Duet antara kelompok Islamis-nasionalis, nasionalis-Islamis. Kedua kelompok ini sulit dipisahkan. “Jika berdiri sendiri, saya kira masyarakat kita sulit untuk memilih,” katanya.
Kita nggak bisa menjadi negara sekuler, begitu juga negara agama. Kita selalu mengambil jalan tengah, yaitu Pancasila. “Mengajak ulama, karena politisi paham betul bahwa yang punya suara di akar masyarakat adalah ulama itu. Dan agama tumbuh di masyarakat yang di pimpin ulama,” tandasnya.

“Ulama mempunyai akar masyarakat yang besar. Jika ulama maju sebagai calon pejabat politik, silahkan saja. Kalau punya kemampuan, kenapa tidak?,” Tambahnya.

Menjawab seorang Mahasiswa, Wafa yang bertanya terkait adanya pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin yang maju sebagai capres-cawapres pemilu 2019, Hudairy menyatakan, “Masuknya Kiai Ma’ruf Amin, memberi harapan besar kepada kalangan santri. Dan akan menurut saya akan mengusung dua kebijakan. Pertama, mengangkat pendidikan tradisional atau pesantren agar lebih dirawat lagi. Kedua, masalah ekonomi umat Islam sebagai fondasi,” pungkasnya.

Usai acara diskusi, mahasiswa UIN Banten yang yang diwakili ketua umum HMJ ilmu al quran dan Tafsir, Ade Ryad N turut mendoakan tokoh ulama terpilih menjadi pimpinan untuk bersatu membangun Indonesia maju. Ia juga menyerukan agar menolak Hoak yang dapat memecahbelah bangsa. (Nurul Huda)

No responses yet

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *