Imam Al-Ghazaly yang memandang dari sudut perolehan membagi rezeki kepada empat macam yaitu:

Pertama, Rezeki yang telah dijamin (Madlmun): meliputi sandang, pangan, dan papan. Ketiga kategori rezeki ini pasti diberikan oleh ALLAH kepada semua makhlukNya kendati jenis, jumlah, dan mutu barangnya tidak sama satu sama lain. Seluruhnya diatur sedemikian rupa dengan keadilan dan kebijaksanaanNya. Namun untuk mendapatkannya diperlukan kerja keras, tidak bisa hanya dengan menganggur, atau menghayal. Rezeki ini pasti diterima dan dirasakan setiap makhluk. Tidak mungkin DIA membiarkan makhlukNya kelaparan, tanpa baju dan tempat berlindung sama sekali. Sebagaimana dijelaskan dalam firman suciNya :

“Dan tidaklah ada satupun makhluk yang melata di muka bumi, melainkan (wajib) atas ALLAH menurunkan rezeki kepada mereka.” (Q.S. Huud : 6)

Kedua, Rezeki yang telah dijanjikan (Maw’uud) yaitu Rezeki berupa janji Allah kepada siapa saja yang bertaqwa berupa memberikan jalan keluar atas segala kesulitan dan rezeki yang tidak terduga.(Q.S.At-Tholaq:2-3) atau seperti janji ALLAH dan Rasulullah saw yang menyatakan bahwa orang yang bersedekah akan mendapat anugerah rezeki yang berlimpah lagi berkah. (Q.S.Al-Baqarah : 261, Saba” : 39, H.R.al-Baihaqy)

Ketiga, Rezeki yang telah dimilikkan kepada siapa saja yang dikehendakiNya (Mamluuk) yaitu segala sesuatu yang telah dimilikkan ALLAH kepada siapa saja secara sah, seperti rumah atau kendaraan yang telah lunas cicilannya, tanah, sawah, ladang, perusahaan yang dimiliki oleh siapa saja dengan legal, dan lain sebagainya. Terkadang kendaraan milik kita dicuri orang, tapi bisa diketemukan kembali jika memang sudah menjadi rezeki mamluuk kita. Tapi jika bukan rezeki mamluuk kita lagi, maka kendaraan itu akan lepas dan sirna begitu saja.

Dalam konteks ini, berlaku hukum “rezeki itu kuat. Apa yang dikehendaki ALLAH menjadi rezeki kita, maka tidak bisa dirampas oleh orang lain. Begitu pula kita tidak bisa merampas rezeki orang lain.” Sesuai dengan prinsip do’a dalam hadits shahih yang menyatakan :

“Ya ALLAH, tiada sesuatu pun yang dapat menolak apa-apa(rezeki atau musibah, manfaat atau madlarat) yang telah Engkau berikan, dan tiada sesuatu pun yang dapat memberi apa-apa yang telah Engkau cegah. Tiada sesuatu pun yang bisa menolak apa-apa yang telah Engkau tetapkan, Dan tiada guna orang yang sungguh-sungguh ingin memberikan suatu keberuntungan (tanpa idzin-Mu), karena dari Engkau-lah segala keberuntungan.”(H.R.al-Bukhory dan Muslim)”

Keempat, Rezeki yang dibagi-bagi (Maqsuum), yaitu rezeki yang telah ditentukan jenis, banyak-sedikitnya, besar–kecilnya, atau bagus–jeleknya. Maka jangan heran jika pendapatan seseorang berbeda-beda sesuai dengan tingkat pendidikan, pangkat/golongan, serta sejauh mana usaha dan sikap hidupnya. Termasuk pula ke dalam bentuk rezeki ini, semua bakat dan keahlian seseorang yang berbeda satu dengan lainnya, di mana dari keahlian itulah seseorang mendapat jalan rezekinya masing-masing.

Dalam konteks ini, ALLAH Ta’ala sengaja membagi-bagi dan mengatur rezeki berbeda satu sama lain. Ada yang miskin dan ada yang kaya. Ada yang gajinya tinggi, ada pula yang rendah. Semua itu bertujuan agar satu sama lain saling membutuhkan dan tolong- menolong. Yang tergolong the have (si kaya) berbagi kepada si miskin. Begitu pula si miskin mendapat pekerjaan dari si kaya. Jadi ada unsur keseimbangan dan keadilan.

Bayangkan jika semua orang kaya raya, siapa yang sudi menjadi tukang sapu jalanan, menyedot wc mampet, menjaga keamanan rumah dan kantornya, membersihkan kaca gedung-gedung pencakar langit, menjadi karyawan dari perusahaannya, dan seterusnya. Kalau bukan orang-orang miskin siapa lagi?. Begitu pula jika semuanya miskin, siapakah yang mau menolong dan menyantuni mereka? Jadi tidak ada maksud ALLAH berbuat zhalim dengan perbedaan tersebut. Seluruhnya diatur dan dikelola berdasarkan keadilan dan kebijaksanaanNya. ALLAH SWT berfirman :

“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat/rezeki Tuhanmu? Kamilah yang membagikan rezeki/ menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan (saling tolong menolong) terhadap sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”(Q.S.az-Zukhruf : 32)

(Diolah dari Kitab “Minhajul ‘Abidin” karya al-Ghozaly dan syarahnya, kitab “Sirojut Tholibin” karya Syekh Ikhsan, Jampes, Kediri)

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *