*Diaspora Orang Arab di Mandar.

Catatan Muhammad Munir

Diaspora orang-orang Arab di Mandar kendati tidak mayoritas, tapi sangat menentukan lahir dan perkembangnya peradaban Islam. Selain marga Sahl Jamalullail, Al-Attas, Al-Siraj, masih ada beberapa fam yang lain dan sangat penting untuk diketahui oleh semua orang.

Salah satu marga Arab keturunan sayyid adalah Al-Mahdaly. Marga ini merupakan salah satu yang kini banyak keturunannya di Polewali Mandar. Kedatangan dan penyebarannya melalui jalur pernikahan. Salah satu dan keturunan Al Mahdaly tersebut menikah dengan penduduk Campalagian. Dari sana mereka memiliki banyak keturunan (Idham, 2018)

Dalam berbagai literarur dan sumber tutur umumnya menyebut marga Al-Mahdaly yang bernama Muhammad Amin Said Al-Mahdaly. Tidak diketahui sacara pasti tahun berapa ia datang ke Mandar. Muhammad Amin Said Al-Mahdaly awalnya menetap di daerah Majene. Anak-anak dari situlah yang kemudian berdatangan di daerah Polewali Mandar. Ada yang di Balanipa (Pambusuang) dan ada pula di daerah Campalagian (Pappang). Hingga kini kehadiran marga Al-Mahdaly ini cukup banyak ditemukan di daerah Polewali Mandar.

Hingga saat ini fam Al Mahdaly banyak ditemukan di daerah Pambusuang dan Campalagian. Di Pambusuang ada keturunan Sayyid Jafar Al-Mahdaly yang juga dianggap sebagai tokoh agama dan masyarakat di Pambusuang semasa hidupnya. Sementara di Campalagian, salah seorang yang bernama Muhammad Amin Said Al-Mahdaly menjadi seorang pimpinan pondok pesantren yang cukup terkenal di Sulawesi Barat. Sementara ada juga yang tinggal di Polewali. Tepatnya di daerah Pekkabata. Keturunan marga Al-Mahdaly tersebut bernama Fauzi bin Jafar Al-Mahdaly. Ia sekarang adalah seorang Imam Masjid Agung Syuhada Polewali (Idham, 2018)

Untuk Marga As-Saggaf yang tinggal di Polewali Mandar. Kedatangannya juga merupakan pernikahan antara marga Sahl Jamalullail dengan Al-Saggaf. Marga ini awal mulanya dari Cilellang Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Pernikahan tersebut melibatkan Fihir Al-Saggaf dengan Nurul Ain binti Alwi. Perempuan ini merupakan saudara dari S. Hasan bin Alwi atau yang lebih dikenal dengan Puang Lero atau anak dari sayyid pertama yang datang di tanah Polewali Mandar, Habib Alwi bin Abdullah bin Sahl Jamalullail. Kini keturunan As-Saggaf tersebut bermukim di daerah Manding Kecamatan Polewali.

Marga lainnya adalah Al-Azuz yang kedatangannya juga bermula di daerah Desa Buku Kecamatan Mapilli. Ini diawali dari pernikahan salah seorang Arab keturunan sayyid yang bermarga Al-Azuz. Ia adalah Hamid Al-Azuz yang menikah dengan penduduk lokal di sana. Dari pernikahan tersebut kemudian melahirkan seorang putra bernama Umar bin Hamid Al Azuz yang kemudian menikah dengan seorang putri dari Hasan bin Alwi bin Sahl Jamalullail yang bernama Syarifah Azizah. Kemudian dari keduanya tersebut melahirkan lagi putra yang bernama Agil dan Usman yang bermarga Al-Azuz.

Akan halnya dengan Marga Jamalullail yang hampir mirip dengan marga Sahl Jamalullail sesungguhnya juga merupakan keturunan yang menurut salah seorang cucu dari marga Jamalullail yang bernama Sayyid Usman, bahwa awal mula kedatangannya ada di daerah Tinambung. Tepatnya di daerah Tangnga-Tangnga. Yang datang tersebut adalah Muhammad Jamalullail. Ia kemudian meninggal disana dan dimakamkan di pekuburan Tangnga-Tangnga, tepat berada di atas bukit yang berdekatan dengan laut. Adapun penyebaran dari marga ini, ada di daerah Pambusuang, Campalagian hingga ke Wonomulyo Polewali Mandar.

Bangsa Arab lain yang pernah datang dan bermukim di Mandar adalah Syekh Hasan Al-Yamany. Ia bermukim di daerah Campalagian. Di tempat ini ia mengajar dan sharing ilmu pengetahuan tentang Islam kepada masyarakat dan ulama-ulama setempat. Perkiraan tahun kedatangannya sekitar tahun 1926. Ia merupakan bangsa Arab yang datang dari Yaman, salah satu negara di Timur Tengah.

Kedatangannya tersebut pula ia pernah mempersunting perempuan asal Campalagian yang merupakan anak dari Sayyid Hasan Al-Mahdaly. Namun pernikahan tersebut tidak memberikan keturunan. Memang pernah sekali sang istri melahirkan anak dan usianya mencapai belasan tahun, namun sang anak tersebut terlebih dahulu menghadap kepada Sang Khalik. Hingga akhirnya Syekh Hasan Yamany meninggalkan daerah Mandar dan kembali ke Mekkah.

Kedatangannya ke tanah Mandar sangatlah besar pengaruhnya, utamanya yang bersentuhan dengan pengembangan pendidikan Islam di Mandar. Keberadaan Pesantren Hasan Yamany yang ada di Parappe Campalagian merupakan salah satu dari prakarsa beliau. Dan kini pesantren tersebut masih tetap eksis dengan kedatangan santri dari berbagai daerah di nusantara.

Kedatangan Syekh Yasan Yamany sebenarnya bukanlah yang pertama, namun dimulai dari ayahnya yang juga merupakan ulama besar yang bernama Syekh Said Yamany. Namun sang ayah tidaklah lama bermukim di Campalagian. Ia kemudian pulang kembali ke Mekkah. Syekh Said Yamany menganggap bahwa daerah Campalagian cukup potensial untuk mengembangkan syi’ar agama Islam. Maka setelah kembali ke Mekkah beliau menginstruksikan kepada putranya (Syekh Hasan Yamani) untuk datang ke Campalagian untuk mengembangkan syi’ar Islam. Ketika Syekh Hasan Yamani mendapatkan amanah itu pada saat itu ayahnya sudah menjadi mufti atau Imam dari Mazhab Al-Syafi’iy. Hasan Yamani datang bersama seorang adiknya yang bernama Umar Yamani. Namun sang adik ditugaskan menyiarkan Islam ke Bone.

Kedatangan Syekh Hasan Yamani di Campalagian disambut dengan penuh kegembiraan dan antusias. Sebab kehadirannya dirasakan sebagai penambah semaraknya syi’ar Islam khususnya di bidang pendidikan agama Islam. Keberadaannya di Campalagian ternyata mengundang minat dari berbagai ulama di Mandar kala itu. Mereka (ulama Mandar) tertarik mempelajari ilmu agama Islam dari Syekh Hasan Yamany.

Marga Al-Idrus juga adalah salah satu marga sayyid yang ada di Polewali Mandar. Penyebarannya di Pambusuang, Bonde (Campalagian), Banua Baru (Wonomulyo) dan di Polewali meskipun jumlahnya tidak sebanyak dari marga Sahl Jamalullail, Al-Mahdaly ataupun Al-Attas. Jumlah mereka pun dapat dihitung jari, hanya sekitar beberapa kepala keluarga.

Awal mula kedatangannya, menurut Habibuddin bin Hasan bin Sahl Jamalullail bahwa marga Al-ldus datang di Polewali Mandar dengan melalui jalur pernikahan. Sebuah tradisi yang dijalankan dari keluarga sayyid yang senantiasa mempertahankan garis keturunan, dan salah satunya dengan menikahkan anak keturunannya dengan marga sayyid pula (Idham, 2018)

Pada mulanya, marga Al-Idrus ini ada yang di Sengkang. Terus datang lagi ke daerah Polewali Mandar. Sejarahnya, salah seorang keturunan Arab dari Al-Idrus menikah dengan keluarga Sahl Jamalullail. Namanya adalah Abdurrahman Al-Idrus. Ia menikah dengan salah seorang putri dari Hasan bin Alwi bin Sahl Jamalullail (Puang Lero) yaitu Syarifah Syaeha binti Hasan bin Alwi. Kedatangan mereka diperkirakan sekitar tahun 1945 yang berasal dari Sengkang.

Kemudian dari pernikahan tersebut melahirkan keturunan yaitu Muhammad Al-Idrus dan Abdullah Al-ldrus. Merekalah yang kemudian melahirkan turunan yang bermarga Al-Idrus di Polewali Mandar. Ada yang di Campalagian, Wonomulyo dan Polewali. Generasinya sudah mencapai generasi keempat hingga saat ini.

Marga terakhir yang perlu dicatat adalah Al-jufri yang kedatangan dan penyebarannya di Mandar melalui melalui jalur pernikahan. Sama halnya dengan kedatangan Al-Idrus. Pertama kali marga ini datang yaitu dengan menikahnya Ahmad Al-Jufri dengan salah seorang putri dari Habib Alwi bin Sahl Jamalullail yang bernama Syarifah Intan binti Alwi dari marga Sahljamalullail. Dari pernikahan itulah yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan

Marga yang penulis peroleh adalah Al-Hamid yang menikah dengan salah seorang putri dari marga Al-Attas yang bernama Fatma. Dari sini muncullah keluarga Al-Hamid di Polewali Mandar, tepatnya di daerah Wonomulyo, namun karena semua turunannya adalah perempuan, maka penyebaran marga Al-Hamid tidak banyak.
(Bersambung)

Sumber: FB Mandar Studies

13 Responses

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *