Surabaya. Jaringansantri.com. KH. Masjkur Malang mendapatkan penghargaan di ajang Santri of The Year 2018. Pejuang kemerdekaan murid dari Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari ini terpilih pada kategori “Pahlawan Santri.”

Keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan menonjol di zaman pendudukan Jepang, sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Kh. Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta)—yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI—di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai Panglima Barisan Sabilillah.

 

Maka, sudah saatnya beliau ditasbihkan menjadi Pahlawan Nasional mengikuti para panglima santri lainnya. Saat ini beliau sedang diusulkan menjadi pahlawan nasional yang smoga dalam november ini akan ditetapkan. Beliaulah Pahlawan Santri yang telah menginspirasi para santri untuk meneruskan perjuangannya, menyusul Kiai Amin Sepuh dan Kiai Bisri Syamsuri pada tahun-tahun sebelumnya .

Selain KH. Masjkur Malang, ada KH Hasyim Muzadi yang mendapat penghargaan kategori “Santri Mengabdi Sepanjang Hayat” Santri of The Year 2018.

Berikut sekilas kisah perjungan KH Masjkur muda. KH. MASJKUR : Memupuk Cinta Tanah Air dari Pesantren

Cinta akan tanah air adalah ajaran yang selalu disematkan oleh kiai-kiai Nahdlatul Ulama dengan sistem pesantren yang selalu meneguhkan kebhinekaan, cinta akan bangsa, dan mengadopsi nilai-nilai budaya lokal. Nilai kebinekaan dan cinta tanah air inilah yang ingin terus dilestarikan KH Masjkur dengan membangun pesantren bernama Misbahul Wathan di Singosari Malang.

Masjkur lahir di Malang, Jawa Timur, 30 Desember 1904 — meninggal 19 Desember 1994 (umur 89 tahun) adalah Menteri Agama Indonesia pada tahun 1947-1949 dan tahun 1953-1955. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI tahun 1956-1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1968.

Keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan menonjol di zaman pendudukan Jepang, sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta)—yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI—di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah.

Dari Pesantren, Mendirikan Pesantren
Di masa kecilnya, Maskjur yang saat itu masih berusia 9 tahun sudah diajak orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji. Sepulangnya dari tanah suci, Maskjur kecil disekolahkan di Pondok Pesantren Bungkuk, yang dipimpin KH Thohir. Kemudian, Masjkur melanjutkan pendidikan di Pesantren Sono, Buduran, Sidoarjo.

Masjkur yang mulai beranjak remaja telah berkelana ke berbagai pesantren dan ulama pada masa itu. Keingintahuannya yang mendalam akan fiqih memantapkan langkahnya untuk kembali nyantri di Pondok Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo. Selepas itu, melanjutkan memperdalam Ilmu Tafsir dan Hadits di Tebuireng Jombang kepada KH Hasyim Asyari.

Tak berhenti di situ, KH Masjkur belajar Qiraatul Quran di Pondok Pesantren KH Cholil Bangkalan Madura. Masjkur juga sempat belajar di Madrasah Mambaul Ulum, Jamsaren, Solo, Pesantren Siwalan Panci, dan Pesantren Ngamplang, Garut. Lulus dari Pesantren Jamsaren, Masykur memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Singosari. Ia kemudian membuka madrasah yang ia beri nama Misbahul Watan atau Pelita Tanah Air pada tahun 1923.

*Remaja Mendirikan Pesantren, Merintis Kemerdekaan*

Semua hasil belajarnya dari satu pesantren ke pesantren yang lain ia terapkan di Pondok Pesantren yang kemudian KH Masjkur dirikan yakni Misbahul Wathan atau Pelita Tanah Air. Saat itu Masjkur masih remaja berusia 19 tahun. Sebuah pencapaian yang luar biasa untuk ukuran seorang pendiri pesantren. Dapat dikatakan ia adalah pendiri pesantren termuda dari kalangan santri Hadratussyaikh Hasyim Asyari.

KH. Masjkur adalah seorang tokoh yang terlibat langsung dalam merintis, memperjuangkan, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia. Disebut ”merintis kemerdekaan” karena beliau turut melakukan perlawanan terhadap penjajahan dengan sikap non kooperasi serta menyiapkan generasi-generasi muda saat itu melalui lembaga pendidikan yang diberi nama Misbahul Wathan tersebut.

Karir organisasi KH Masykur sudah dimulai sejak ia masih menetap di Singosari. KH Masjkur juga turut aktif pada pendirian Nahdlatul Ulama (NU) dan diangkat sebagai ketua cabang NU Kota Malang pada tahun 1932 (28 tahun).

Saat baru aktif di NU ini, atas saran dari KH Wahab Chasbullah, KH Masjkur mengubah nama pesantrennya menjadi Nahdlatul Wathan yang berarti kebangkitan tanah air. Pada tahun 1938 (34 tahun), ia pun diangkat sebagai salah satu Pengurus Besar NU yang berpusat di Surabaya.

Sedangkan disebut dengan ”memperjuangkan kemerdekaan” karena KH. Masjkur terlibat secara langsung dalam upaya-upaya untuk memperjuangkan kemerdekaan baik di bidang politik maupun militer. Pada periode inilah, KH. Masjkur mulai dikenal secara luas sebagai tokoh muda yang diperhitungkan dalam peranannya sebagai Cuo Sangi-Kai Malang Syu, anggota MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) yang kemudian berubah menjadi Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), pendiri Pembela Tanah Air (PETA) dan Laskar Sabilillah — Hizbullah, dan Dokuritsu Junbi Coosakai (BPUPK – PPKI), serta dalam pendidikan militer di Cibarusa Bogor.

Adapun maksud dari ”mempertahankan kemerdekaan” ialah keterlibatan langsung KH. Masjkur dalam upaya-upaya mempertahankan kemerdekaan terutama dari kekacauan yang dilakukan oleh gerombolan bersenjata setelah proklamasi kemerdekaan seperti pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda I tahun 1947 dan Agresi Militer Belanda II tahun 1948-1949. Serta, kekacauan-kekacauan lainnya yang dilakukan oleh pemberontak.

Sementara maksud dari ”mengisi kemerdekaan” merujuk pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KH. Masjkur dalam pemerintahan baik ketika ketika berada di lembaga eksekutif maupun legislatif serta kegiatan sosial-keagamaan lainnya hingga wafat pada tahun 1992. Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya apabila KH. Masjkur dikenal oleh banyak kalangan sebagai tokoh empat generasi.

*Deretan Peran Kiai Masjkur*

Namanya tercatat sebagai tokoh dari kalangan Islam mewakili NU yang ikut mendirikan Pembela Tanah Air (PETA) di Jawa (1943 — 1945), anggota Pengurus Latihan Kemiliteran di Cisarua (1944-1945), Syou Sangkai (DPRD). Juga tercatat sebagai anggota BPUPKI—PPKI (1944-1945), pimpinan Dewan Mobilisasi Pemuda Islam Indonesia/DMPII (1946).

Diminta menjadi menteri Agama dalam kabinet Amir Syarifuddin ke 2 mulai bertugas sejak 11 November 1947 (43 tahun)
Juga menjadi pimpinan tertinggi Hizbullah Sabilillah (1945), Laskar Hizbullah, PP Legiun Veteran RI (1975), pimpinan Dewan Harian Nasional Angkatan 45 (1976-1994), KNIP (1945-1946). Kiai Masjkur juga anggota Dewan Pertahanan Negara (1946-1948), Menteri Agama RI beberapa Kabinet Kerja (1948-1950), dan kepala Kantor Urusan Agama Pusat (1950-1953).

Kiai dari Singosari Malang itu juga menginisiasi dan mendirikan beberapa lembaga pendidikan. Antara lain Universitas Islam Indonesia (1948-1955), Perguruan Tinggi Ilmu Quran (1977-1994), dan Universitas Islam Malang (Unisma) 1980-1994, dan lain-lainnya.

No responses yet

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *