oleh: Alan Santri Milenial

Tanah mandar menjadi lahan dakwah yang menyejukkan untuk para Wali-wali Allah. Habib Abdurrahman Assegaf sering disapa “Puang Makka” merupakan pelanjut dari silsilah tarekat Jam’iyyah Khalwatiyah Syekh Yusuf Al-Makassary. Dalam sambutan perpisahan kepada para kader Jami’iyyah Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah di masjid lapeo 4 agustus.

Beliau mengakatakan “Setiap ada ulama-ulama besar datang di sulawesi, apakah ulama luar negri atau dalam negri, mohon maaf, tidak menanyakan daerah makassar, melainkan tanah mandar yang selalu dicari, ini ada apa? Artinya ada magnet besar di tanah mandar ini”

Pesan puang makka betul adanya, salah satu ulama besar HABIB ALWI bin Abdullah bin Sahil bin Jamalullail, populer disapa “Puang Towa” Shohibul Mandar menginjakkan kakinya di tanah mandar pertama kali di daerah manjopai karama kec. tinambung. Beliau  sosok pendakwah islam sejati ditanah mandar, juga dikenal sebagai tokoh habib. Hidupnya dihabiskan dalam berdakwah.

Mempunyai silsilah keturunan konlongmerat dari tanah makkah, ayahnya bernama Abdullah masih salah satu keturunan dari makkah. Kemudian habib Abdullah berdakwah ke tanah jawa dan menikah dengan Raden Ayu Habibah al-Munawwar putri dari pati lasem jawa tengah sekarang dikenal kota solo. Masih punya silsilah keturunan dari kota Tarim tanah kelahiran Sa’adah Bani Alawi, keturunan Ahlulbait Rasulullah SAW. Dari pernikahan itulah lahir anak bernama Habib Alwi Bin Abdullah.

Dalam pendidikan agama, beliau mengalami pahit dan tempaan belajar dari ayahnya. Kemudian dikirim ke hadramaut dan mekkah untuk mendalami ajaran islam. Setelah kembali dari Hadramaut dan Mekkah, Habib Alwi melanjutkan misi dakwahnya di tanah kelahirannya dan berbagai daerah termasuk sumbawa (Nusa tenggara barat) dan tanah mandar (sulawesi barat), mengapa bisa memilih mandar sebagai lahan dakwahnya dan bukan daerah lain? Ceritanya seperti ini.

Mandar dikenal dengan perahu Sandeqnya, dikatakan dalam sejarah bahwa suku Mandar adalah suku tertua dan suku paling ulung dalam menampilkan kesenian melaut. Semua nelayan mandar bertebaran di luar pulau, termasuk lombok, sumbawa, madura, ngawi, kalimantan dan sebagainya. Disamping mencari nafkah ditengah laut, mereka juga sering ikut pengajian spritual di luar pulau sulawesi.

Sehingga dalam satu forum para nelayan mandar ini mengikuti pengajian Habib Alwi di lombok dan tertarik. Rasa penasaran mereka mengkristal sehingga ajaran yang indah seperti itu hendak diperkenalkan kepada keluarga dan masyarakatnya di tanah mandar. Dengan demikian para nelayan mandar memohon kepada Habib Alwi untuk mengajarkan islam juga di tanah mandar.

Tidak langsung disetujui dan ditolak, Habib Alwi melakukan sholat istikhoroh berkali-kali dan hasilnya diterima. Habib Alwi menyetujui permohonan itu dan berangkat memakai kapal tradisional Mandar bersama para nelayan. Perjalanan berminggu-minggu dari lombok ke tanah Mandar. Pertama kali tiba di tanah Mandar sekitar tahun 1859 tepat di daerah manjopai, dan masjid manjopai sudah ada, tidak terlacak imam ke berapa yang menjabat, saat-saat penyambutan habib alwi itu. Namun ada data, bahwa kakek DR. Nawawi al-yahya bernama Abdul Razak adalah Imam ke-4 masjid manjopai.

Sementara Imam ke-3 masjid manjopai dikenal warga sebagai “Imam messung” bahasa indonesianya “Imam yang keluar” mengapa demkian? Karena imam ke-3 ini meminta Habib Alwi untuk menjadi imam di masjid manjopai, sementara dirinya diwakafkan untuk berdakwah keluar daerah setelah menerima pelajaran-pelajaran dari Habib Alwi. Setelah amanah dijalankan dari Imam masjid, Habib alwi melanjutkan berdakwah di pambusuang, daerah lainnya yang dikunjungi adalah campalagian desa bonde sekitar tahun 1898.

Di manjopai, Habib alwi menikah dengan keturunan bangsawan kerajaan balanipa keluarga Pattana Endeng bernama Maniaya atau dikenal dengan nama I Kanna coraq. Dikaruniai dua putri bernama Syarifah Rugaiyya dan Syarifah Intan. Keturunan pertamanya ada di manjopai desa karama,  Syarifah Rugaiyya, punya anak lagi bernama Habib Hamid Al-attas, punya anak lagi Habib Shodiq Al-attas, sekarang beliau yang berdiam di manjopai, tanah pertama diinjakkan kaki kakeknnya habib alwi untuk berdakwah.

Dengan niat meraup berkah dan perjalanan dakwah, di Pambusuang Habib Alwi menikah lagi dengan keturunan Habib Hasan, punya anak bernama sayyid Hasan, dikenal dengan nama “Puang lero”. Di pambusuanglah banyak melahirkan murid-murid yang handal dan hebat. Dalam dakwah beliau, selalu dikawal oleh murid-muridnya, termasuk murid yang bernama Ambol, karena kesungguhannya belajar dan mengabdi. Habib Alwi memberi nama yang lengkap kepada pengawalnya, dari nama Ambol menjadi Muhammad Tahir, sekarang dikenal “Imam lapeo”. Data ini bersumber dari kesaksian langsung dari cucu Imam lapeo haji Bayanuddin yang sekarang dimakamkan di sekitar pelataran masjid lapeo.

Kenapa Imam lapeo sering disapa dengan sebutan ambol?, ini telah saya jelaskan pada tulisan sebelumnya dalam pidato DR. Muhammad Zain. Imam lapeo sangat masyhur sebagai ulama tasawuf yang berkarisma dan karomah yang sangat kuat di tanah mandar. Selain itu, dalam keterangan Gus Ahmad Ginanjar Sya’ban Filolog santri/direktur islam nusantara centre, bahwa selain Imam lapeo dan Sayyid hasan, masih ada muridnya bernama sayyid Hasan al-mahdaly. Juga muridnya seperti syaikh Muhammad Arsyad dikenal dengan KH. Maddappungan, Syaikh Muhammad Zain qodhi campalagian dan KH. Yahya Abdul Razak kekek DR. Nawawi al-yahya.

Dari beberapa keterangan dari masyarakat, bahwa Karomah Habib Alwi turun ke Imam lapeo, sehingga beliau sangat berkarisma dan masyhur dengan karomahnya. Sementara sebagian besar ilmu Habib Alwi turun ke anaknya  Sayyid Muhammad Hasan bin Alwi bin Sahil Jamalullail, dikenal “puang lero”. Puang lero dan imam lapeo adalah murid Habib Alwi yang handal, ulama besar tanah mandar yang tidak akan terlupakan oleh sejarah. Keduanya adalah “passippiq” pengawal setia Al-Habib Alwi bin Abdullah bin Sahil Jamalullail.

Perjalanan dakwah habib Alwi sangat intens dan terbilang cukup efektif. Beliau menjalankan tugas dakwahnya dengan nuansa tarekat dan tasawuf, khususnya aliran tarekat ba’alawi. Tarekat ba’alawi dikatakan aliran tarekat yang khusus untuk para keluarga/keturunan Nabi Muhammad, masyarakat mengenalnya dengan sebutan habaib. Karena melalui pendekatan tasawuf Habib Alwi menyampaikan islam dengan sangat sejuk dan damai. Semua ajaran-ajarannya termanifestasikan sebagai Rahamatan Lil Alamin, mandar menyebutnya “Pe’guruan Maindon Issi”

Ajaran seperti ini sangat jauh berbeda dengan mereka yang bersikap ekstrem, memahami ajaran islam secara skriptualis. Memahami islam hanya dengan teks-teks yang ada. Sehingga pemahamannya cenderung lahiriah tidak pernah menyentuh wilayah subtantif. Tidak heran pemahaman seperti ini seringkali menyalahkan orang lain yang tidak sefaham. Sementara pola laku masyarakat mandar sangat sopan dan santun, bersahaja dan mengajarkan cinta dalam kehidupannya. Perjalanan dakwah puang towa atau Habib Alwi akan saya lanjutkan pada tulisan berikutnya.

Luyo, 6 Agustus 2019

Sumber: https://santrimilenial111213.blogspot.com/2019/08/napaktilas-puang-towa-shosibul-mandar.html?m=1

 

9 Responses

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *