Catatan : Muhammad Munir

Jumat, 13 September 2019 saya tiba-tiba mendapat Whatsap dari Annangguru Dr. KH. Wajidi Sayadi, M. Ag., untuk diminta menjadi menjadi pembedah bukunya yang berjudul “JARINGAN ULAMA MEKAH-YAMAN-KALIMANTAN-SULAWESI yang akan dilaksanakan Di Masjid Raya Campalagian pada hari Ahad, 15 September 2019. Tentu saya merasa ini sebuah kehormatan tapi sekaligus akan menjadi pengalaman yang mengerikan tentunya. Betapa tidak, didapuk sebagai pembedah buku seorang tokoh, akademisi bergelar doktor ilmu tafsir dan hadits yang bagi kalangan santri merupakan sosok yang patut dipatuhi.

Tiga alasan ini yang menjadikan rasa ngeri itu. Belum lagi para peserta pasti kebanyakan santri, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Tapi sebagai pemerhati budaya dan penggiat sejarah, tentu saja saya harus mengiyakan kepercayaan dan amanah dari Annangguru Wajidi Sayadi itu, sebagai bentuk penghormatanku kepada sosok yang selama ini cukup membantu riset dan penelitian saya tentang geanologi annangguru di Mandar. Lalu setelah jawaban kesiapan saya kirim, beliau kemudian mengirim foto daftar isi dari buku yang akan dibedah.

Sebuah subtitle Refleksi Catatan Kecil di Media Sosial dari sebuah obyek yang beliau tulis yakni, JARINGAN ULAMA Mekah-Yaman-Kalimantan-Sulawesi Di Masjid Raya Campalagian Polman. Naskah ini lebih spesifik membincang Masjid Raya Campalagian sebuah pengantar Merangkai Serpihan-Serpihan Sejarah Ulama; lalu bagian selanjutnya Melacak Akar-Akar Jaringan Ulama, Kaderisasi Ulama dan Peran Masjid Raya Campalagian di Sulawesi Barat; Saksi Sejarah Jaringan Ulama Kalimantan Sulawesi sampai kepada Jaringan Ulama Yaman-Mekah, Sulawesi-Bugis, Masalembu Jawa Timur,dan Bone.

Hal menarik adalah sejarah awal pendirian masjid di Banua yang dikenal dengan periode Banua serta mengulas tentang urgensi dan eksistensi Qadhi. Sebagai sosok yang mengikuti beberapa fase sejarah, tentu saja naskah buku ini memiliki keunggulan dari segi otentifikasi data, validasi data yang kuat sebab nyaris semua sumber rujukan berasal dari informan yang diwawancarai langsung oleh penulis buku. Semua itu sangat memungkinkan untuk merunut penulisan sejarah awal sampai pada proses pemindahan bangunan masjid ke Kampung Masigi sampai pada tahapan pengembangan masjid masjid sebab beliau adalah salah satu yang ikut berproses pada tahapan pengembangan. Dan yang juga menjadi informasi berharga dari buku ini adalah silsilah Qadhi Campalagian.

Dari poin-poin pembahasan yang beliau kirim itu membuat saya sedikit lebih fresh, sebab disamping saya memiliki beberapa data tentang jaringan ulama di Mandar, tulisan berseri di media sosial yang kerap saya baca akan sangat membantu saya untuk membedah. Bismillah….
*************

Minggu, 15 September 2019, saya tiba di Masjid Raya Campalagian tepat jam 12.40. Sholat dhuhur telah usai. Jamaah sholat dhuhur yang sebagian besar peserta bedah buku ada yang sholat sunnah ba’diyah, sebagian lagi diskusi kecil bershap. Setelah mengambil wudhu, saya langsung sholat dhuhur diantara ratusan jamaah. Pas setelah sholat, salah seorang panitia menghampiri saya untuk mengambil tempat di shap paling depan bersama Annangguru. Nampak dalam jejeran shap depan ada Ust. Sahid Pambusuang, ada Mahyaddin Mahdi. Tak lama kemudian Ust. Fadhl datang menghampiri Annangguru Wajidi. Termasuk Kanda Aliwardi Sail berada di shap depan meski agak jauh dari posisi saya duduk.

Annangguru Wajidi saya salami. Beliau berbisik bahwa acara sedikit molor sebab kita menunggu Camat Campalagian. Maka sekitar 700-an peserta yang memadati Masjid Raya Campalagian siang ini harus menunggu sekitar 20 menit baru, sebab Camat Campalagian mengalami keterlambatan untuk hadir. Annangguru menyerahkan hardcopy naskah yang dicetak dalam bentuk buku oleh Penerbit IAIN Pontianak Press yang beralamat di Jalan Letjend. Suprapto No. 19 Telp/Fax. 0561 -7341 70 Pontianak, Kalimantan Barat. Kembali saya membuka lembar demi lembar buku sebagai pendalaman naskah yang akan dibedah.

Setelah bincang-bincang sebentar dengan Camat Campalagian, MC kemudian memulai seremonial acara seremonial pembukaan Bedah Buku yang ternyata dirangkaikan dengan Peringatan Tahun Baru Islam 1441 H. Yang mengusung tema: Kebangkitan Umat serta Ulama Berbasis Masjid dan Lembaga Pendidikan. Setelah acara seremonial dibuka oleh Camat Campalagian, moderator kemudian dipersilahkan mengambil tempat yang telah disiapkan di sekitar mihrab masjid.

Muhammad Subhan yang didapuk sebagai moderator kemudian mempersilahkan kepada penulis dan pembedah untuk mengambil tempat duduk yang telah disediakan. Sebagai pengatur lalu lintas diskusi, Subhan menyampaikan pengantar terkait aturan dalam acara bedah buku. Kesempatan pertama diberikan kepada Annangguru sebagai penulis untuk menyampaikan beberapa hal penting terkait muatan buku yang beliau tulis. Durasi 40 menit dimanfaatkan oleh beliau untuk mengurai hal penting dari buku yang ditulisnya. (Bersambung)

Sumber : FB Mandar studies

6 Responses

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *