Tangerang Selatan, jaringansantri.con – Dalam kajian rutin Islam Nusantara Center (INC), Dr. Budhi Munawar Rachman menceritakan tentang bagaimana Gus Dur menitipkan pesan “sakral” untuk Cak Nur, melalui dirinya saat menjenguk Gus Dur yang terbaring sakit. Saat itu Gus Dur belum menjadi presiden.

Ia sempat mendengarkan Gus Dur “berkhayal”, berbicara bahwa dirinya akan menjadi presiden. “Beliau bercerita sesuatu yang jika kita dengarkan agak mistik. Bagaimana ia memenangkan pertempuran-pertempuran dan akhirnya menjadi Presiden,” katanya di INC, Sabtu 29 September 2018.

“Pada waktu itu ia bilang kepada saya, Budhi tolong bilang kepada Cak Nur, kalau mau bicara tentang demokrasi, janganlah pakai ayat-ayat Al-Qur’an. Kalau mau membela demokrasi, mewujudkan demokrasi, kerja untuk demokrasi itu sendiri. Jangan berwacana tentang syuro, kalimatun sawa’, dll. Sampaikan ya jangan lupa. Persis seperti saya, tirulah saya,” cerita Budhi menirukan Gus Dur.

Budhi menyaksikan bahwa Gus Dur waktu itu bukan hanya ketua PBNU, tapi juga ketua Fordem (forum demokrasi) yang sangat fenomenal dan anti orde baru. Anti terhadap otoritarianisme demokrasi.

“Besoknya saya ketemu Cak Nur di Paramadina. Saya sampaikan, Cak Nur anda dirasani sama Gus Dur. Karena anda terlalu banyak bicara demokrasi dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga kata Gus Dur, mestinya anda kerja langsung. Seperti dia (Gus Dur) membangun Fordem. Bukan berwacana agama,” jelasnya.

Menurut kesaksian Budhi, lama sekali Cak Nur merenungkan mengenai itu. Sehingga ia menunggu sampai beberapa menit. Kemudian cak nur menjawab dengan mengejutkan, “Budi kamu harus tahu, siapa saya, siapa Gus Dur. Saya hanyalah anak dari seorang kiai kampung. Sehingga apa yang saya katakan, walaupun itu agama, orang akan bilang sekuler.”

Cak Nur itu, waktu itu sudah banyak sekali berbicara berkaitan ayat-ayat Al-Qur’an. Tentang isu-isu politik modern. Tapi cap sekulernya itu terus saja melekat.

Cak Nur, lanjut Budhi, mengatakan “Tapi kamu lihat Gus Dur itu darah biru. Siapa dia, dia adalah cucu dari Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, yang memimpin revolusi, dan juga menggerakkan perlawanan terhadap Inggris-Belanda di Surabaya. Gus Dur adalah anak Kiai Wahid Hasyim. Beliau adalah menteri agama pertama. Jadi Gus Dur itu berdarah biru, apa saja yang dia katakan walaupun sekuler, orang akan anggap itu agama. Gus Dur bisa langsung berbicara demokrasi tanpa argumen agama. Tapi saya sudah menggunakan argumen agama tapi orang ngelihatnya sekuler.”

Hal ini membuat Budhi mengerti kenapa seorang Cak Nur merasa perlu menggunakan argumen Islam. Orang seperti Gus Dur lebih rileks langsung. “Sebenarnya dua-duanya bermuara sama, ke demokrasi,” ujar co-founder Nurcholish Madjid Society ini.

Dr. Budhi Munawar Rachman

Budhi Munawar disebut-sebut sebagai anak ideologisnya Cak Nur. Orang yang bisa dikatakan memegang lisensi pemikiran Cak Nur.(Damar Pamungkas)

One response

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *