Meski usianya tak mudah lagi, Prof. Dr.KH. Syihabbudin Qalyubi Lc., MAg hingga kini masih aktif menulis di berbagai surat kabar dan situs Nasional, diantaranya yang paling aktif di Republika, Sinarharapan, senayanpos dan lain sebagainya.

Tulisannya mencermati situasi sosial yang aktual, mulai dari budaya, agama, politik, hingga dunia medis yang semua itu ditarik ke akar sejarahnya, terutama dengan sudut pandang literasi Islam. Tulisannya soal sejarah pandemi dan Ibnu Sina; Protokol Karantina 40 Hari, sempat viral dan menjadi pencerahan yang luar biasa.

Guru besar UIN Sunan Kalijaga dan Kiai yang santun ini, lahir di Tasikmalaya, 21 September 1952. Lahir dari pasangan KH. Ahmad Qalyubi (alm.) dan Nyai Hj. E. Anisah (alm.) Mertunya, KH. A. Wahab Muhsin (alm.), adalah pengasuh pesantren Sukahideng, Sukarame, Tasikmalaya dan dikenal sebagai salah satu pejuang Nasional bersama dengan gurunya, KH. Zainal Musthafa, masa-masa revolusi atas tirani Jepang.

Pendidikan dasarnya ia selesaikan di SDN II Sukaraja, Tasikmalaya, Jawa Barat, 1965. Kemudian di PGAP. NU Tasikmalaya Jawa Barat, 1969. Berlanjut ke PGAN KHZ Mushthafa, Sukamanah, Tasikmalaya, Jawa Barat, 1971.

Lalu di Fak. Syariah IAIN Sunan Kalijaga, 1977. Kemudian mendapatkan beasiswa ke Al-Azhar Mesir melalui jaringan PBNU. Ia masuk Fakultas Syariah wal-Qanun, Univ. al-Azahar, Cairo, 1982. Lalu, dilanjut jurusan Aqidah-Filsafat, Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1995 dan menyelesaikan Doktornya di program Studi Islam, Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga, 2007.

Selain sebagai akademisi ia adalah santri tulen dan malang melintang belajar pada berbagai pondok pesantren, diantaranya adalah Pondok Pesantren. Fauzan, Paseh, Tasikmalaya, 1965-1966. Pondok Pesantren. KH.Dr.Syathibi, Tasikmalaya, 1967-1969. Pondok Pesantren. Sukahideng, Tasikmalaya, 1969-1971 dan Pondok Pesantren. Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakata, 1972-1973.

Tahun 2010, ia dikukuhkan sebagai guru besar fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga. Pidato pengukuhan guru besarnya saat itu berjudul “Kontribusi ‘ilm al-uslub (stalistika) dalam Pemahaman Komunikasi Politik”, disampaikan di hadapan Rapat Senat Terbuka Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Menurutnya, “bahasa sebagai media komunikasi sangat berperan dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak terkecuali di bidang politik, karena dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan pikiran, jiwa dan kepribadiannya.”

Iapun menekankan pentingnya memahami al-Qur’an dengan pendekatan stalistika.”Dengan bahasa pula seseorang mendapatkan efek tertentu, dan dengan bahasa seseorang dapat mencapai tujuannya. Seseorang yang menggeluti bidang politik akan menggunakan bahasa politik. Menurut Habernas, bahasa adalah kepentingan. Kepentingan dari siapa yang memakainya. Mereka yang memiliki kekuasaan juga menguasai bahasa, yakni bahasa yang membawa kepentingannya. Adapun ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa dan efek yang ditimbulkannya adalah ‘ilm al-Uslub atau Stilistika.”

Sebagai akademisi, karyanya berjibun, terutama dalam hal kepakarannya yaitu ilmu stalistika ini, termuat di puluhan jurnal, baik nasional maupuun Internasional. adapun yang berupa buku diantaranya adalah : Stilistika Statistik pada Khazanah Sastra Arab (LKiS 2017), Stilistika Statistik: Kajian Teori Perspektif dan aplikasi pada sastra arab(Karya Media, 2016). Stilistika di Indonesia dan Ilm Al-Uslub di Arab: Studi Komparasi (Belukar, 2015). Stilistika Statistik: Kajian Teori dan Perspektif (Titian Ilahi Pres, 2015), Stilistika Statistik pada Khazanah Sastra Arab (Adab, 2015).

Kemudian Stilistika al-Quran: Makna di balik Kisah Ibrahim a.s. (Yogyakarta, LKIS, 2008), Kontribusi ilmu al-Uslub dalam Memahami Komunikasi Politik, (Yogya: Adab Press, 2011). Al-Balagah dan al-Uslubiyyah, Studi Komparasi (Adab Press, 2013). Stilistika Bahasa dan Sastra Arab (Jogja: Karya Media, 2013). Stilistika di Indonesia dan Ilm al- Uslub di Arab (LPPM, 2014) dan Stilistika dan ‘Ilm al-Uslub (Studi Komparasi) (Yogyakarta: Idea Press, 2017)

Ia pun tertarik mengkaji al-Qur’an, karena menurutnya, al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam yang shālih li kulli zamān wa makān (sesuai dengan tuntutan waktu dan tempat), menjadi objek material kajian yang sangat menarik untuk senantiasa diteliti. Peneliti dan penafsir yang satu bisa menghasilkan penafsiran berbeda dari peneliti atau penafsir lainnya, yang dikarenakan waktu, tempat, dan atau metode yang digunakannya berbeda. Sementara Stilistika adalah metode linguistik yang analisisnya menitikberatkan pada studi internal teks, sekalipun dalam perkembangannya juga menjangkau aspek eksternal teks.

Selain sebagai pakar stalistika, di Kampus UIN Sunan Kalijaga yang membesarkan namanya, iapun dipercaya dengan mengemban banyak amanat, diantaranya adalah Kep. Departemen Perpustakaan dan Laboratorium Bahasa, Lembaga Bahasa IAIN Sunan Kalijaga, 1988-1989. Dosen Jur. Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga, 1989. Sekretaris Program D3 Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam (IPII), 1998-2000. Lalu Ketua Jur. Ilmu Perpustakaan dan Informasi (IPI) Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2000-2004. Pembantu Dekan Bid. Akademik Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2004 s.d. 2007

Kemudian menjabat sebagai Dekan Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga. 2007-2011. Ketua Senat Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, 2017-2020. Wakor KOPERTAIS wil III Daerah Istimewa Yogyakarta, 2018 -2020. Ketua Pembangunan Pon Pes UIN Sunan Kalijaga th. 2019 dan Ketua Dewan Kehormatan Kode Etik dan Tata Tertib Dosen UIN Sunan Kalijaga, 2019, serta Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Pancasila, UIN Sunan Kalijaga, 2020. Selain aktif mengajar dan menjadi akademisi di Indonesia, ia juga sering diundang untuk mengisi ceramah, seminar atau dosen tamu di Jerman, Luxembourg, Belanda, Malaysia, Hongkong dan Jepang.

Di awal tahun, 1980-an, di Mesir, ia bersama KH. Husain Muhammad, dkk membuat bulletin Gema Aswaja, bulletin KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama) untuk yang pertama kali. Lantaran bulletin ini ia sempat diintrogasi oleh Intelejen Kementerian dalam Negeri Mesir. Sebab di Cover bulletin itu terdapat lambang Nahdlatul Ulama, karena mereka kira kata nahdlah itu adalah gerekan ektrimis, tetapi ia tidak kapok, terus melanjutkan menerbitkan bulletin itu, sehingga pihak intelejen paham tentang Nahdlatul Ulama.

Selain di KMNU, ia juga mendapat amanah sebagai Sekjen PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Mesir. 1980-1982. Jiwa aktivisnya ini tak bisa disulutkan, sampai kelak ia hidup di Yogyakarta, ia aktif di banyak organisasi, terutama di lingkungan Nahdlatul Ulama. Diantaranya adalah, sebagai Katib Syuriyah NU Cab. Sleman, 1995-2000, dan 2000-2005. Ketua Badan Koordinasi Orang Tua Santri dan Pesantren (BKOSP) Pon. Pes. Sukahideng, Tasikmalaya Jawa Barat, 2004 s.d. 2009. Pengurus MUI Kab. Sleman, 2004 s.d. sekarang. Pelindung Ittihad al-Mudarrisin li al-lugah al-‘Arabiyyah (IMLA) Indonesia, 2011 sd 2019, 2019 sd sekarang. (wallahu’alam bishawab)

Pernah dimuat di Tribunnews

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *