Membaca keterlibatan kaum santri dalam sejarah Indonesia dalam berbagai bidang, tidak lah sulit. Baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, budaya dan politik, kaum Santri selalu mewarnai proses perjalan bangsa ini. Ini menunjukkan bahwa santri tidak hanya diajarkan dan disibukkan  ritual keagamaan semata, melain turut aktif di garda depan dalam merespon masalah-masalah bangsa.

Khusus dalam bidang pendidikan, dari masa kemerdekaan hingga kini, santri selalu menjadi salah satu aktor dengan cara pandang pesantrennya mampu masuk dalam pusaran pemerintahan dan menempati posisi-posisi stretegis. Gus Dur adalah adalah contoh Santri yang berhasil meraih itu.

Menelusuri latar belakang pendidikan santri, Dr. Mastuki Hs dalam buku “Kebangkitan Santri Cendekia : Jejak Historis, Basis Sosial dan Persebarannya” menawarkan cara pandang dalam melihat pergerakan Santri dalam dunia pendidikan. Ia menjadikan kurun waktu tahun 1970-an hingga 1990-an akhir menjadi obyek masa penelitiannya.

Dalam buku tersebut, ia berupaya menjelaskan mobilitas kelas menengah santri sepanjang periode 1970 s/ d 1998 beserta keragaman elemen dan interaksi yang menyertai. Sebelumnya, Mastuki telah memilih dua definisi santri, yaitu santri tradisionalis yang berasal dari pesantren di pedesaan, dan santri modernis yang tinggal diperkotaan.

Sedangkan “Kelas menengah” yang ia maksud, menekankan bahwa pendidikan menjadi ukuran penting untuk sebuah kelas disebut kelas menengah. Melalui ”jembatan” pendidikan suatu kelas mengalami mobilitas sosial baik vertikal maupun horizontal.(hal.8)  Artinya, kelas menengah santri yang dilihat dari kesempatan atau tingkat pendidikan yang diperoleh santri.

Lembaga-lembaga pendidikan yang mengalami pertumbuhan pesat baik jenjang (dasar, menengah, dan tinggi) maupun jenis dan satuan pendidikan (sekolah, madrasah, pesantren, perguruan tinggi, atau pendidikan non formal lainnya) menjadi latar penting bagi mobilitas sosial dan kebangkitan kelas menengah Santri di Indonesia.

Perluasan kesempatan pendidikan itu mulai menghasilkan buahnya pada dekade akhir 1970-an dalam bentuk “panen sarjana”, yang disusul kemudian dengan intelektual booming lapisan menengah muslim terpelajar (A well educated middle class) dalam jumlah besar pada dekade 1980-an sampai 1990-an.

Berkat pendidikan yang mereka peroleh, kalangan muslim-santri mulai tampil ke ranah sosial dan mengembangkan kecakapan profesionalnya yang kemudian mengantarkan mereka mengisi ruang-ruang mobilitas yang tersedia demikian beragam seperti dakwah, lembaga pendidikan, lembaga-Iembaga sosial dan keagamaan, pers dan media massa, lembaga swadaya masyarakat, birokrasi pemerintahan, parlemen, lembaga keuangan, lembaga perkembangan yang mengesankan.

Karena buku ini adalah hasil penelitian dengan segenap metodenya, Kekhasan gaya tulisan akademik sangat telihat, sehingga memberi ruang bebas bagi pembaca dalam memahami, menilai, memaknai, mengkaji ulang, merujuk, menelisik, mempertanyakan, bahkan menggugat sekalipun isi, ulasan, dan/atau teoriteori yang disajikan dalam buku ini.

Namun, seperti diakui oleh penulisnya sendiri, buku ini masih saja luput mengamati secara detil varian-varian kelas menengah santri yang lain. Misalnya tidak menilik gerak dan mobilitas kelas pedagang, petani kaya, birokrat Muslim, politisi Muslim dan perempuan Muslimah secara transparan. Studi ini juga mengabaikan dengan sendirinya gerakan dan mobilitas tokoh-tokoh dalam tarekat, tokoh-tokoh pada lembaga-lembaga sosial-keagamaan, birokrasi, lembaga keuangan, dan sebagainya akibat keterbatasan waktu.

Jika pun disebut secara umum, cakupannya belum mencukupi. Dengan membatasi  diri pada fragmentasi-fragmentasi dari sejarah sosial umat Islam yang membentang luas demikian itu, studi ini sesungguhnya belum selesai. Ke depan, diharapkan akan ada penelitian-penelitian berikutnya yang secara fokus dan mendalam menelusuri mobilitas kelas menengah Muslim-santri seperti disebutkan di atas.

Kesimpulan penulis buku ini cukup memantik dan membuka kembali diskusi tentang gerakan santri dalam dunia pendidikan. Bahwa Pendidikan berperan secara potensial dalam mobilitas dan perkembangan kelas menengah santri. Sehingga santri cendekia dapat menyebar secara horizontal dilembaga-lembaga pendidikan masyarakat dan menyebar secara vertikal menempati posisi strategis pemerintahan sebagai pembuat kebijkan.

Judul Buku : Kebangkitan Santri Cendekia : Jejak Historis, Basis Sosial dan Persebarannya
Penulis : Dr. Mastuki HS
Penerbit : Pustaka Compass 2016
Tebal Buku : xxii + 448 halaman

Resensi : M. Taufiq Tamzirien (Mahasiswa Pasca Sarjana STAINU Jakarta)

No responses yet

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *