- Christiaan Snouck Hurgronje (Oosterhout, 8 Februari 1857 – Leiden, 26 Juni 1936)
Walaupun persiapan keberangkatan Snouck ke Mekah dapat digambarkan dengan jelas, namun detil tentang keberadaan Snouck di Mekah tidak tergambarkan dengan baik. Salah satu alasan utamanya adalah sederhana: ketiadaan catatan harian Snouck selama berada di kota suci tersebut. Namun, sumber-sumber yang tersedia yang digambarkan dalam volume kedua buku Mekah (Aus dem heutigen Leben – Dari Kehidupan Hari Ini) yang menggambarkan tentang masyarakat Mekah pada tahun 1880an, memberikan kesan kepada kita bahwa itu adalah sebuah karya yang dapat dibaca sebagai sebuah otobiografi yang ditulis dalam bentuk subjek orang ketiga.
Penggunaan kamera oleh Snouck memang terbukti menguntungkan. Saat itu kamera masih merupakan barang langka dan dianggap sebagai sebuah keajaiban. Snouck mengeksploitasi kamera sebagai sebuah cara untuk menciptakan hubungan pertemanan dan menghancurkan hambatan-hambatan sosial. Namun, dampak kamera juga tidak perlu dilebih-lebihkan. Snouck tidak bergantung kepada kamera semata untuk memasuki rumah para pejabat danʿulamāʾ karena kepribadian seorang Kristen dari Barat yang baru saja masuk Islam tentu menarik perhatian banyak orang.
Di hari pertamanya di Mekah setelah melakukan ṭawāf, ia langsung menerima banyak undangan. Dalam beberapa kesempatan, Snouck menyebut nama Sayyid Aḥmad Zaynī Daḥlān (1817 – 1886), seorang ʿālim, mufti besar mazhab Shāfiʿī di Mekah, shaykh al-Islām (pemegang otoritas agama tertinggi) di wilayah Hijaz Utsmani, imam al-Haramayn (imam dari dua kota suci, Mekah dan Madinah), dan sejarawan-teolog al-ʾAšʿarīyah. Sang sayyid, yang disebut oleh Snouck sebagai “Rektor Universitas Mekah”, bertemu dengan Snouck di hari pertama kedatangannya di Mekah.
Snouck berpartisipasi dalam beragam acara privat dan publik, sekaligus berinteraksi dengan komunitas Jãwī. Setelah beberapa saat, ia berteman dengan ‘Abd al- Ghaffār, sang tabib. Dengannya, Snouck melihat kesempatan untuk mengambil gambar melalui kameranya. Keduanya kemudian mulai mempraktikkan pengambilan gambar di studio foto yang dibangun di rumah sang tabib. Seperti yang kita ketahui, sang tabiblah yang kemudian meneruskan pengambilan gambar hingga tahun 1889 ketika Snouck sudah tidak lagi berada di Mekah.
Interaksinya dengan komunitas Jãwī membuat Snouck memahami mereka yang berkontribusi dalam pembentukan wacana keislaman di Hindia Belanda. Mereka melembagakan tradisi ilmu-ilmu keislaman melalui pesantren-pesantren dan mentransmisikan hal tersebut kepada para murid mereka di tanah air. Dalam hal komunitas Jãwī dan orang-orang Hindia Belanda yang melaksanakan ibadah haji, Snouck memiliki pandangan yang berlawanan dengan pandangan pemerintah kolonial Belanda. Baginya, mereka adalah para pencari Tuhan dan kumpulan ʿālim yang tidak terpesona oleh urusan duniawi. Karenanya, intimidasi terhadap mereka tidaklah diperlukan.
Namun, pandangan Snouck tentang sifat damai Islam itu tidak lantas menghalanginya untuk berhati-hati terhadap bahaya politik “Muslim fanatik”. Dalam hal ini, ia menunjuk Pan-Islamisme dan kefanatikan dalam bentuk kelompok-kelompok tarekat. Di sinilah ia berpendapat bahwa dasar bagi pemerintah kolonial Belanda untuk khawatir terletak pada umat Muslim yang menerjemahkan Islam ke dalam doktrin politik dan pergerakan. Mengingat ancaman ini, Snouck sangat merekomendasikan pemerintah kolonial Belanda untuk mengambil tindakan tegas sesegera mungkin untuk mempersempit ruang gerak bagi pertumbuhan Islam politik di Hindia Belanda. Jadi, sementara ia mendukung kebijakan yang tidak memihak terhadap kehidupan keagamaan umat Muslim, ia tetap tidak memberikan toleransi kepada setiap bentuk Islam politik
Pada awal bulan Agustus 1885, ‘Abd al- Ghaffār alias Snouck menerima perintah dari pemerintah Turki yang saat itu menguasai Hijaz untuk meninggalkan Mekah dan tanah Arab. Seluruh ekspektasinya untuk tinggal lebih lama di Mekah tiba-tiba harus berakhir karena Wakil Konsul Prancis di Jedah, De Lostalot membuat cerita yang dimuat di surat kabar Prancis Le Temps tentang Snouck sebagai seseorang yang ikut mengejar barang-barang (antik-epigrafik) milik Charles Huber (1837 – 1884), seorang Orientalis-penjelajah Prancis yang terbunuh di tanah Arab. Kisah palsu ini juga terdengar di Mekah yang akhirnya membuat Snouck dicurigai oleh penguasa di sana.
Segera setelah itu, Snouck menyelamatkan catatan dan koleksi-koleksinya, dan meninggalkan peralatan fotografinya pada ‘Abd al- Ghaffār. Ia harus meninggalkan teman-temannya di sana, seperti Aboe Bakar, Van der Chijs, dan keluarga Sayyid ‘Abd Allāh al-Zawāwī (1850 – 1924), gurunya Aboe Bakar yang berasal dari Maroko. Setibanya di Leiden, tulisan-tulisan Snouck tentang Mekah dan tanah Arab berdasarkan catatan-catatan lapangannya, foto-foto yang dibuat oleh ‘Abd al- Ghaffār, dan catatan-catatan yang ditulis oleh Aboe Bakar, mulai bermunculan dan membuatnya termasyhur.
Halaman-halaman akhir bukunya tentang Mekah diinterpretasikan oleh Menteri Urusan Kolonial, L.W.C. Keuchenius (1822 – 1893) sebagai sebuah lamaran untuk posisi di pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Memang, pada tahun 1889 Snouck berlayar ke Hindia Belanda dan tiba di sana pada tanggal 11 Mei 1889. Dalam perjalanannya Snouck tidak singgah di Jedah karena memang ia tidak merencanakannya. Pada tanggal 29 Maret 1906 ketika Snouck kembali ke Belanda, ia pun tidak singgah di Jedah walaupun kapal yang membawanya bisa saja melakukannya.
Sebelum kepulangannya ke Belanda, ia telah mengembangkan ide-ide yang ambisius tentang studi antropologi dan etnomusikologi Arab.
Jelas sekali bahwa Mekah tidak pernah menghilang dari pikiran dan hatinya. Di sana ia membuat rekaman suara, mengambil gambar, dan ia pun meminta para informannya untuk menuliskan beragam teks, mulai dari survey geografis, fatwā, lirik lagu-lagu rakyat, daftar manuskrip di perpustakaan Hijaz, dan lain-lain.
Namun, pada akhirnya hanya sedikit materi penelitian lapangannya ini yang terpublikasikan karena ternyata dunia akademik memiliki standar sendiri tentang karya ilmiah yang tidak ia perkirakan sebelumnya pada waktu ia berada di tanah Arab. Kariernya di Hindia Belanda telah mengubahnya menjadi seorang birokrat, yang akhirnya ia tinggalkan juga karena setelah 17 tahun berada di sana sebagai seorang pejabat kolonial, ia merasa telah tinggal terlalu lama dan karena ia merasa telah menemui sebuah cul-de-sac, jalan buntu, yang membuatnya kembali merindukan dunia akademik.
Snouck di usianya yang ke-13 atau 14 tahun (sebelah kiri – yang di sebelah kanannya mungkin adalah sepupunya).
benda-benda etnografis yang ditemukan oleh Snouck di Mekah. Benda-benda yang dibawa oleh Snouck ke Belanda kemudian didonasikan ke Museum Etnologi Leiden.
No responses yet