Salah satu karya dari sang maha guru ulama besar Nusantara, KH. Sholeh Darat adalah syarah Al-Hikam. Kitab yang sangat populer di kalangan para sufi ini merupaka karya dari Syekh Ibnu Athoillah dari Alexandria Mesir. Meskipun semula berupa bait ringkas, namun memuat makna yang dalam. Tak heran kalau banyak ulama besar seantero dunia juga mensyarahinya. Mulai dari Muhammad bin Ibrahim Ibnu Ibad ar Rasyid-Rundi, syekh Ahmad Zarruq, Syekh As-Syarqawi, hingga Syekh Romadhon Al-Buthi.

Kali ini jaringansantri.com akan menuliskan hikmah perhikmah dari syarah Al-Hikam karangan KH.Sholeh Darat. Tentunya telah dialih bahasakan dari pegon Jawi ke Indonesia. Selamat membaca!!!

Syarah Hikmah Pertama
Ketahuilah wahai salik, bahwasanya wajib bagi orang mukmin yang shadiq untuk berpegang teguh pada Allah Swt. Semata. Yakni, jangan sekali-kali kamu bersandar diri pada selain Allah. Ilmu dan amal ibadahmu itu tidak bisa dijadikan pengaharapan. Jangan pernah sekali-kali membuat keyakinan di dalam hatimu bahwa amal ibadahmu bisa memasukkanmu ke dalam surga, menyelamatkan dari api neraka serta menjadi wushul (sampai) kepada Allah. Hal itu tidak bisa, benar-benar tidak bisa.

Apakah kamu tidak mengetahui kisah Pendeta Bala’am bin Ba’ura dan Qarun yang keduanya adalah ahli ibadah? Qarun merupakan ulama bani Israil,tetapi saat menghadapi ajal keduanya mati dalam keadaan kafir. Apakah kamh tidak mengetahui kisah Sayyidah Asiyah binti Muzahim, walaupun beliau menjadi istri Fir’aun, beliau adalab kekasih Allah Swt. Bahkan menjadi Istri Rasulullah, besok di surga.

Akhirnya baik iman ataupun kufur, masuk surga atau masuk neraka, itu semua adalah berkat fadhal (karunia) dan keadilan dari Allah Swt. Semata. Sama sekali bukan dikarenakan ketaatan dan kemaksiatan setiap insan. Yang benar adalah, ketaatan dan kemaksiatan itu menjadi tanda bagi orang yang akan masuk surga atau masuk neraka, tetapi kesemuannya tidak dapat memberi akibat atau dampak.

Wahai murid, ambilkah ibarat dari kisah putra Nabi Nuh a.s dan kisah istri Nabi Luth a.s. yang keduanya mati dalam keadaan kafir. Tegasnya, orang tua tidak bisa menjamin anaknya, suami tidak bisa menolong istrinya dari siksa Allah Swt. Semata dalam keadaan, bahkan dalam urusan rezeki sekalipun. Jangan sekali-kali hatimu merasa ada sesuatu selain Dia yang dapat memberi manfaat atau memberi bahaya kepadamu, dan tentu ini tidak akan terjadi.

Dari sini Syekh Ibnu Atha’illah menyebutkan tanda-tanda orang yang menyandarkan diri kepada selain Allah Swt. Melalui perkataan beliau berikut ini :

من علامات الاعتماد على العمل، نقصان الرجاء عند وجود الزلل
“Di antara tanda-tanda bahwa seseorang bertumpu pada kekuatan amal usahanya ialah kurangnya pengharapan (terhadap rahmat anugerah Allah) ketika terjadi padanya suatu kesalahan atau dosa.”
Di antara tanda-tanda bahwa seseorang itu bersandar diri pada kekuatan amal usahanya ialah kurangnya pengharapan terhadap rahmat anugerah Allah ketika terjadi padanya kesalahan atau dosa.

Misalnya, maksiat atau lupa dari mengingat Allah Swt., yaitu ketika hati seseorang berkata setelah melakukan kesalahan, “Aku pasti akan masuk neraka sebab dosaku ini, dan Allah tidak akan mengampuni dosaku ini”. Akan tetapi, seharusnya orang yang jatuh dalam sebuah dosa itu karena sifat Qahhar (Maha Pemaksa) Allah Swt. Takutlah kamu jika Allah Swt. Menempatkanmu dalam melakukan maksiat dan selalu berharaplah pada sifat Maha Pengampun Allah berikut anugerah-Nya.

Demikian halnya, wajib bagi orang yang memiliki sifat, jangan sekali-kali kamu merasa bahwa kamu ahli berbuat ketaatan dan jangan sekali-kali kamu merasa ketaatanmu bisa mendekatkan pada Allah Swt. Jika tidak ada anugerah Allah Swt kepadamu dan kamu sudah dikeluarkan dari perbuatan maksiat dan kembali pada Allah Swt. Jika tidak ada anugerah Allah, niscaya kamu tidak akan mau berbuat ketaatan, dan sesungguhnya anugerah Allah yang diberikan pada kamu itu karena fadhal Allah semata, bukan karena amal yang menyertaimu.

Jika sudah begitu, maka tidak patut bagimu untuk memohon pahala kepada Allah atas amal perbuatan yang kamu lakukan, karena kamu bukanlah orang yang ahli dalam amal-ibadah. Akan tetapi, Allah-lah yang memberi amal pada kamu dan hendaklah kamu bersyukur atas pemberian yang dianugerahkan oleh Allah kepadamu. Banyak dari kamu yang tidak dijadikan orang yang ahli berbuat maksiat karena tanda orang yang dikasihani Allah ialah diberi ketaatan dan iman, dan tanda murkanya Allah adalah diberikannya maksiat dan kufur. Wallahu a’lam bis-shawab. (Zainal Abidin)

(Uraian ini disadur dari buku Syarah Al-Hikam KH.Sholeh Darat dari penerbit Sahifa)

One response

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *