Sebagai pakar hukum Islam, Ibn Ashur ini lengkap sekali. Kecakapannya dalam menafsirkan ayat ini juga dibarengi dg teori maqāsid yg ia konstruksi dalam bukunya Maqāshid Sharī’ah al-Islāmīyah, yg menjadi rujukan primer dalam kajian maqāsid. Dalam bukunya itu, Ibn Ashur jg merumuskan cara menyingkap maqāsid dr nash, karenanya Tahrīr wa Tanwīr menjadi Tafsīr yg sangat memukau dalam menyingkap maqāsid dr setiap teks nash. Di sebutkan demikian:

ويعتبر هذا التفسير موسوعة من المعارف، وقد أتى فيه الشيخ ابن عاشور بالجديد، بحيث لم يكرّر أقوال السابقين، بل أتى بأفكار أصيلة واجتهادية

Tafsir Tahrīr wa Tanwīr ini dianggap sebagai ensiklopedi berbagai macam pengetahuan. Dalam Tahrīr wa Tanwīr Ibn Ashūr melakukan hal baru, tanpa mengulang-ulang penafsiran ulama terdahulu. Bahkan ia menghadirkan pemikiran orisinil dan hasil ijtihadnya sendiri.

Di awal Tafsir Tahrīr wa Tanwīr, Ibn Ashur memberi pengantar (muqaddimah) panjang yg terbagi ke dalam 10 bagian. Di antara isinya ada yg mengkritik pola dan hasil penafsiran yg mengulang-ulang gagasan ulama terdahulu, itu beliau lakukan untuk memperkuat corak penafsirannya yg mandiri dan tidak bergantung pada mufassir sebelumnya. Ia mengatakan demikian:

و هل يتحقق قول علمائنا “ان القران لاتنقضي عجائبه” الا بازدياد المعاني باتساع التفسير؟ و لولا ذلك لكان تفسير القران مختصرا في ورقات قليلة. وقد قالت عائشة: ما كان رسول الله يفسر من كتاب الله الا آيات معدودات علمه جبريل اياهن.

Apakah ucapan ulama kita bahwa “al-Qur’an tidak akan pernah habis keajaibannya” dapat terealisasi kecuali dg memperkaya makna-makna -al-Qur’an- dengan cara memperluas penafsirannya? Andai tidak demikian, niscaya tafsir al-Qur’an akan teringkas dalam lembaran-lembaran yang sedikit saja. Bukankah Aisyah juga pernah bersabda: “Rasulullah hanya menafsirkan beberapa ayat yang bisa dihitung jumlahnya, penafsiran yang telah diajarkan oleh Jibril kepada beliau”.

Selain itu, dalam menafsirkan ayat Ibn Ashur berangkat dari keyakinan bahwa al-Qur’an diturunkan oleh Allah untuk memperbaiki perkara manusia secara kaffah. Karena itu dalam penafsirannya Ia berupaya menghadirkan makna al-Qur’an tidak lepas dr tujuan-tujuan di turunkannya al-Qur’an. Ia menyatakan:

ان القرآن انزله الله تعالي كتابا لصلاح امر الناس كافة رحمة لهم لتبليغهم مراد الله منهم قال تعالي: “وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ” فكان المقصد الاعلي منه صلاح الاحوال الفردية، والجماعة، والعمرانية

Bahwasanya al-Qur’an sebagai kitab suci diturunkan oleh Allah ta’ala untuk memperbaiki perkara manusia secara kaffah, sebagai rahmat bagi mereka. Untuk menunjukkan tujuan penurunan al-Qur’an itu, Allah berfirman: “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Maka tujuan paling luhur dr penurunan al-Qur’an adalah memperbaiki kondisi individu, masyarakat dan peradaban.

Pemesanan bisa japri dg klik

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *