Bogor, jaringansantri.com – Tiga tokoh intelektual muda NU asal Pati, Zastrow Al-Ngatawi, Ulil Abshar-Abdalla dan Zainul Milal Bizawie  duduk bersama dalam Kopdar Ngaji Islam Nusantara yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, minggu (03/12) di Kampus B UNUSIA, Parung Bogor.

Kenapa ketiganya dari Pati, “Saya tidak tahu kenapa panitia memilih pembicara ketiga-tiganya dari Pati. Apakah ini sengaja untuk mempermalukan kita di panggung, atau stok orang yang ngomong Islam Nusantara tidak banyak,” kata Ulil Abshor Abdalla, disambut tawa dan tepuk tangan peserta.

Dalam kopdar yang  bertajuk “Islamku, Islam Kita, Islam Nusantara” ini,  ketiga tokoh tersebut bicara “Islam Nusantara” sesuai bidangnya masing-masing. Sastro membaca Islam Nusantara dari sisi seni-budaya, Gus Milal dari sisi sejarah peradaban, sedangkan Ulil Abshor mengungkap literatur-literaturnya.

Zastrow mengupas Seni Budaya sebagai Manhaj dalam proses islamisasi di Nusantara.

‘’Masyarakat Nusantara ini berpola mitis, yang mana menyatu  dan tunduk dengan alam. Dalam situasi seperti ini, maka ritus menjadi penting dan kesenian menjadi alat utama dalam expresi relijiusitas ’’ ujar budayawan  Lesbumi ini.

Menurutnya, banyak dimensi seni yang digunakan oleh para wali saat menyebarkan Islam, mulai dari tari, nyanyi, seni rupa bahkan seni sastra. Ia pun menyontohkan dengan beberapa nyanyian seperti Lir-Ilir dan Kidung Rumekso sebagai contoh  seni sastra yang mampu diterima dengan mudah di masyarakat.

‘’Misal rukun islam ada lima  arkanul islam khamsatun, awwaluhu syahadatain, seperti itu malah gak paham-paham, tidak  konektif dengan psikologi mereka. Sehingga yang cocok itu melalui seni, sunan kalijaga bikin syair tembang lir-ilir, dengan pola ini, akhirnya islam gampang dipahami, mudah diterima dan mudah diamalkan,’’ tuturnya.

Ia juga menekankan bahwa , rasa merupakan hal yang dominan masyarakat Nusantara saat itu.

Sedangkan  Zainul Milal Bizawie,  mengajak para pemuda dan akademisi NU untuk aktif menuliskan sejarah-sejarah Islam di Nusantara.

‘’Tugas kita adalah menyusun dan membuktikan peradaban Islam di Nusantara agar bisa diterima dunia. Bagaimana ulama-ulamanya, karya-karyanya, itu perlu ditautkan  menjadi sebuah rangakaian peradaban yang luar biasa,’’ ungkapnya.

Penulis Masterpiece Islam Nusantara ini menyatakan bahwa Islam Nusantara memiliki keunikan yang perlu menjadi alternatif dunia. Hal ini dibuktikan dengan damainya Islam dan termasuk Islam yang terbesar di dunia.

Terakhir  Ulil Abshar Abdalla menyinggung banyaknya jejak literatur Islam Nusantara. Ia pun mencontohkan tokoh dari Pati yang melanjutkan pemahaman Ibnu Araby.

‘’Pati menempati kedudukan yang penting dalam literatur Islam Nusantara. Dulu KH. Ahmad Mutamakkin seorang ulama yang berasal dari Tuban dan tinggal di Pati diianggap  ajarannya sesat menyimpang terutama oleh keraton Surakarta. Syekh Mutamakkin ini hidup abad ke 17 setelah walisongo.  Ia dituduh sebagai orang yang mempromosikan wahdatul wujud,  pandangan dari Ibnu Arabi, yang sebelumnya juga ada di Aceh,’’ tuturnya.

Gus Ulil juga menyebutkan selain pengaruh seni, ajaran tasawuf juga efektif menarik hati masyarakat Nusantara terhadap Islam.

‘’Sebetulnya proses pengislaman di Nusantara itu mengalami beberapa tahap, seperti kesenian, terus juga melalui ajaran-ajaran mistik tasawuf. Ajaran tasawuf itu mengandung kemiripan batin  lokal,’’ ungkapnya.(Zainal Abidin)

19 Responses

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *