Jaringansantri.com- Suatu ketika  Gus Dur,  Cak Nur dan Kang Jalaluddin Rakhmat  berada dalam salah satu forum.  Gus Dur saat itu ceramah, tapi malah diserang Kang Jalal. Cak Nur yang ikut disana, ternyata  membela Gus Dur dengan mengatakan, ‘’ Bagaimana kamu bisa meremehkan orang seperti Gus Dur?’’

Cak Nur melanjutkan ceritanya tentang Gus Dur saat menjadi narasumber di PARFI (Persatuan Artis Film Indonesia ).

‘’ Waktu itu PARFI pernah mengundang saya untuk berkomentar tentang perfilman. Terus saya tanya, atas nama apa saya diundang?” tanya Cak Nur.

“Atas nama cendikiawan muslim,” kata panitia.

‘’ Saya tidak punya ilmu untuk mengomentari itu,’’ ungkap Cak Nur  lantas membatalkan acara tersebut.  Setelah membatalkan,  Cak Nur berfikiran kalau dirinya tidak mungkin diundang sendirian. Ia pun menanyakan kepada panitia. Benar saja,  ternyata ada Gus Dur yang  diundang untuk bicara di forum tersebut. Akhirnya Cak  Nur menyetujui undangan, dengan syarat berbicara setelah Gus Dur.

Penglihatan Gus Dur saat itu sudah bermasalah. Sayangnya ada saja orang yang mencelanya sebelum  berbicara. Gus Dur  disebut kyai buta dan lain sebagainya. Saat berbicara di Forum, Gus Dur menceritakan film-film yang pernah ia tonton berbahasa Rusia. Lalu, ia menyampaikan dengan bahasa Rusia juga,  audiens yang hadir bingung semua. Gus Dur menceritkan bagaimana alurnya, nama tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan detail. Tiba-tiba saja  Gus Dur saat itu menunjukkan sifat dzohir orang yang mencelanya tadi.

Cak Nur pun berkomentar tentang apa yang disampaikan Gus Dur, “Rasanya film itu belum ada dubbingannya atau ada teks terjemahannya. Namun Gus Dur bisa menjelaskan dengan lancar.”

Tentu ini tidak datang tiba-tiba, Cak Nur lalu menunjukkan bagaimana riyadhah dan mujahadah Gus Dur.

“Gus Dur itu punya kebiasaan belajar sampai larut malam,” kata Cak Nur.

Diceritakan, saat masih MTs Gus Dur itu punya nadzar kalau hafal nadzom Alfiyah ibn Malik akan jalan kaki dari Jombang ke Sidoarj untuk mentashihkan hafalannya kepada kyainya yang  ahli alfiyah. Paginya, setelah sampai sana Gus Dur tidak langsung disapa oleh kyainya, baru disapa sore padahal Gus Dur adalah cucu Kyai besar.

Sore itu langsung dicek hafalannya dan Gus Dur  nadzar lagi kalau lulus  hafalan Alfiyah dari Kyai, akan jalan kaki ke makam Mbah Kholil Bangkalan. Gus Dur berhasil dan  melakukan nadzarnya jalan kaki ke Madura dari Sidoarjo. Sebenarnya Gus Dur ingin jalan kaki setelah ziarah makam Mbah Kholil Bangkalan. Ternyata banyak yang tahu kalau ia adalah cucu Hadratus Syekh maka diantarkan pulang ke Jombang.

Gus Dur mencontohkan riyadhah mujahadahnya tidak mudah, tekun belajar kuat sampai malam hingga mengamalkan nadzar jika dirinya berhasil. Kisah-kisah riyadhah mujahadah seperti ini banyak sekali dicontohken oleh kyai-kyai di pesantren. Karena riyadhah mujahadah merupakan ciri khas pesantren untuk membentuk karakter yang ihtimalul adza’(tekun-ulet) dan qanaah setiap santrinya.

*Diceritakan oleh DR. Akhmad Sodiq, M.Ag, di Kajian Islam Nusantara Center. Tema tentang model pembangunan karakter pesantren. Sabtu (24/09)

(Zainal Abidin)

No responses yet

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *