Teungku Syekh Qamaruddin Lailon adalah murid Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy angkatan pertama seleting dengan Teungku Syekh Adnan Mahmud Bakongan dan Teungku Syekh Jailani Kota Fajar. Beliau merupakan salah satu murid Syekh Muda Waly yang dikenal ahli dalam kajian tasauf dan tarekat. Bahkan beliau dan Abu Bakongan dua ulama yang mendapat pengangkatan langsung sebagai mursyid oleh Abuya Syekh Muda Waly, sehingga beliau disebut dengan ‘Qamaruddin Sang Purnama’.

Abu Qamaruddin Lailon lahir di Labuhan Haji pada tahun 1915 dari keluarga yang sangat mencintai ilmu agama. Beliau dan saudara-saudaranya adalah ulama lulusan Dayah Darussalam Labuhan Haji. Di antara saudaranya yang juga alim dan ulama adalah Abuya Jakfar Lailon dan Abu Dasyah Lailon. Namun setelah menyelesaikan pendidikan di kelas Bustanul Muhaqiqin Darussalam Labuhan Haji yang dibimbing langsung oleh Abuya Syekh Muda Waly, beliau kemudian memilih berkiprah dan menyebarkan ilmunya di Tanoh Anoe Teunom, sehingga masyarakat setempat menyebut beliau dengan sebutan Abu Tanoh Anoe, Abu Kama atau Abu Kama Teunom.

Mengenai rekam jejak pendidikan beliau ketika kecil, tidak diketahui secara persis masa awal pendidikan beliau, namun yang pasti beliau belajar dasar-dasar keislaman kepada orang tuanya sendiri yang dikenal taat dan mencintai ilmu agama. Selain itu di daerah Labuhan Haji tempat lahirnya Abu Qamaruddin Lailon merupakan wilayah yang memiliki banyak lembaga pendidikan dayah yang bertebaran di beberapa tempat dalam kawasan Labuhan Haji, walaupun yang terbesar ketika itu adalah Madrasah Khairiyah yang didirikan oleh ulama yang berasal dari Siem Aceh Besar yang dikenal dengan Abu Muhammad Ali Lampisang dengan santrinya mencapai lima ratus orang, termasuk Abuya Syekh Muda Waly juga murid Abu Lampisang tersebut.

Kedatangan Abu lampisang ke Aceh Selatan tepatnya di Labuhan Haji dengan Madrasah Khairiyah merupakan kelanjutan program para ulama Aceh yang diketuai oleh Tuwanku Raja Keumala, dimana di antara program utamanya adalah mencerdaskan masyarakat dengan mengirim para ulama ke berbagai wilayah. Sehingga diutuslah dua orang ulama besar ke Aceh Selatan dan Blangpidie. Adapun yang dikirim ke Aceh Selatan adalah Abu Muhammad Ali Lampisang yang dikenal dengan Abu Lampisang sekitar tahun 1921, dan Madrasah Khairiyah ditutup pada 1930 ketika suhu perlawanan para pejuang Bakongan semakin meningkat. Belanda khawatir dayah akan mengambil peran untuk peperangan tersebut. Adapun ulama yang dikirim ke Blangpidie adalah Abu Syekh T. Mahmud Lhoknga sekitar tahun 1927. Abu Syekh Mahmud membangun sebuah dayah yang dinamakan Dayah Bustanul Huda Blangpidie. Beliau memimpin Dayah Bustanul Huda hingga wafatmya pada tahun 1966. Dari Abu Syekh Mahmud banyak ulama generasi berikutnya hasil didikan beliau.

Umumnya para ulama dari Labuhan Haji sebelum merantau ke tempat yang lain, mereka pasti belajar di dua dayah besar itu. Contohnya Abuya Syekh Muda Waly, beliau belajar pertama kali pada Dayah Abu Lampisang di Labuhan Haji selama empat tahun, dan selanjutnya belajar pada Abu Syekh Mahmud di Dayah Bustanul Huda Blangpidie. Selain Syekh Muda Waly, Abu Adnan Bakongan juga demikian, belajar pada Abu Lampisang kemudian melanjutkan ke Abu Syech Mud Blangpidie. Adapun Abu Qamaruddin Lailon yang sedang dibahas merupakan salah satu ulama yang lama belajar pada Abuya Syekh Muda Waly.

Abu Qamaruddin Lailon adalah ulama yang belajar kepada Abuya Muda Waly pada periode awal, beliau satu angkatan dengan para ulama kharismatik lulusan Labuhan Haji periode awal seperti: Abuya Adnan Bakongan, Abuya Jailani Kota Fajar, Abuya Yusuf ‘Alamy, Abuya Aidarus Kampar, Abuya Imam Syamsuddin Sangkalan, Abuya Jakfar Lailon, Abu Syekh Marhaban Kruengkalee dan para ulama lain yang segenerasi mereka.

Abu Qamaruddin Lailon belajar berbagai ilmu pada Abuya Syekh Muda Waly, dan yang paling identik dari kepakaran Abu Qamaruddin Lailon adalah tarekat dan tasauf. Sehingga masyarakat mengenal beliau sebagai ulama yang sangat mendalam dalam kajian tasauf dan tarekat. Beliau juga salah satu mursyid yang diangkat langsung oleh Abuya Haji Muda Waly al-Khalidy.

Beliau membangun sebuah dayah yang bernama Dayah Darun Nizam. Dayah Darun Nizam kemudian menjadi sebuah dayah besar pada masa kepemimpinan beliau, karena ilmu yang dimilikinya tinggi dan pengamalan tarekat yang kuat. Bahkan setiap bulan Ramadhan para santri dari berbagai wilayah Aceh datang untuk bersuluk dan mengambil tarekat kepada Abu Qamaruddin Lailon.

Selain ahli dalam bidang tarekat dan tasauf, Abu Qamaruddin juga seorang pendidik yang handal, hal ini ditandai dengan banyaknya murid-murid beliau yang berhasil menjadi ulama dan mendirikan lembaga pendidikan setelah selesai belajar kepada Abu Qamaruddin Lailon. Dalam kehidupan sehari-harinya Abu Qamaruddin senantiasa menampilkan sikap yang mulia, baik dari tutur kata maupun sifatnya yang simpatik dan menghormati orang lain. Sehingga masyarakat merasa hormat dan kagum kepada ulama beliau.

Abu Qamaruddin Lailon tidak hanya mendidik para santrinya dengan pengajian, nasehat dan ceramah, beliau juga menuangkan keilmuannya dalam tulisan yang bisa dipelajari dan dibaca oleh generasi selanjutnya. Beliau merupakan ulama yang memiliki banyak keahlian dan keutamaan, sehingga masyarakat Tanoh Anoe, Teunom secara lebih umum, sangat memperhatikan arahan dan pandangan dari sang ulama tersebut. Banyak persoalan yang dihadapi oleh masyarakat yang dihadapkan kepada beliau untuk dimintai solusi dan penyelesaian dari masalah, karena beliau memiliki kejernihan hati dan fikiran.

Abu Qamaruddin Lailon telah banyak mencurahkan daya upayanya untuk mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah secara luas, dan bahkan banyak pengikut setianya yang terus melanjutkan estafet dari Abu Qamaruddin Lailon. Setelah perjuangan yang panjang dalam dunia tarekat dan tasauf dan berhasil membina masyarakatnya, dalam usia 78 wafatlah ulama besar tersebut dengan meninggalkan banyak murid dan pengikut setianya. Setelah wafatnya Abu Qamaruddin, maka Dayah tersebut dipimpin oleh salah satu anaknya yang bernama Teungku Abati Muslim yang juga termasuk salah satu ulama lulusan Dayah Budi Lamno dan Dayah Ulee Titi, murid dari Abu Ishaq al-Amiry Ulee Titi. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *