Mendapat kiriman sebuah video tentang seorang yang sedang ceramah dalam sebuah acara maulid. Isinya hanya berupa caci maki terhadap presiden dan pemerintah Indonesia yang sah secara undang-undang negara.

Saya sempat berpikir, bukankah para Nabi dan Rasul, bahkan Baginda Rasulullah SAW selalu mengajak umatnya dengan lembut dan akhlak yang mulia? Kita bisa membaca kisah Nabi Musa dan Fir’aun, Nabi Isa dan umatnya, Nabi Ibrahim dan Raja Namrud, dan akhlak Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi Abu Jahal beserta Kaum Quraisy yang amat membencinya.

Jika ceramah model seperti ini, akhlak siapa yg ditiru?

Moment Maulid seharusnya berisi tentang akhlak dan perangai mulia yang diajarkan oleh baginda Rasulullah SAW. Saya teringat perkataan Alm. Bang Mamat mengenai sebuah hadits Rasulullah SAW :

مَنْ أَهَانَ السُّلْطَانَ أَهَانَهُ اللهُ

“ Barangsiapa yang menghina seorang penguasa, maka Allah akan menghinakannya.”

Mengenai hadits tersebut, Kipli pernah bertanya kepada Alm. Bang Mamat : “Bang, bagaimana jika pemimpin itu dzalim?”

“Meski seorang pemimpin itu zalim, kita dilarang menghujat/menghina pemimpin tersebut. Nasihatilah para penguasa, perbanyakanlah doa untuk mereka agar mereka melakukan kebaikan dan kebenaran dalam beramal dan menjalankan hukum. Sesungguhnya jika mereka baik, maka akan baiklah rakyat. Jika nasihatmu tidak mempan ambilan jalur hukum yang sudah ditetapkan oleh negara. Ini lebih baik daripada caci maki. Nah, jika caci maki dan tuduhan itu tidak benar, maka dirimu lah yang akan mendapat hinaan kelak, baik di dunia maupun di akhirat” Jawab Alm. Bang Mamat.

“Lalu, kalau kita menjauhi ulama atau habib seperti itu apakah berdosa, Bang?” Tanya Kipli penasaran.

“Gini Pli, dalam Kitab Ta’lim Muta’alim yang banyak diajarkan di pesantren, di sana ada Bab yang khusus membahas aturan dalam memilih guru/ustadz, salah satunya pilihlah guru yang senantiasa mengajakmu berpikir positif, berbuat baik, santun, dan tawadhu”.

“Tidak berdosa bagi orang yang menjauhi tipikal2 ustadz/guru yang seperti itu. Bahkan tidak berdosa melakukan kritik terhadapnya, asalkan dengan cara yang sopan, santun, dan mengikuti etika kritik. Jika pun kritik ini dianggap dosa, besok di akhirat kita protes”. Begitu jawaban Alm. Bang Mamat.

“Dulu, ketika perayaan Maulid Nabi SAW isinya hanya Dzikiran, tahlilan, Barzanjian, Diba’an, tanpa perlu ceramah agama, walaupun ada ceramah agama isinya hanya seputar meneladani kehidupan Rasulullah SAW……… Bubar maulid, pulang bawa berkat dan berkah.” Ucap Kipli.

“Zaman Now, Maulid Nabi SAW, lebih banyak didominasi acara inti yaitu ceramah yang terkadang isinya jauh dari pesan suri tauladan dari pribadi Rasulullah SAW. Isinya lebih banyak caci maki, wacana politik, sambil diselingi teriakan takbir. Bubar maulid, pulang tetap bawa berkat, plus otak yang dicekoki caci maki. Gimana mau berkah?” Lanjut Kipli.

“Sekarang, saya baru paham mengapa dulu ketika acara Maulid Bang Mamat suka kabur duluan setelah selesai membaca Dzikir, tahlil, Barzanji, dan Diba. Jarang sekali Bang Mamat mau mendengarkan ceramah agama pada acara Maulid.

Mungkin Bang Mamat takut berkah dari bacaan dzikir, tahlil, barzanji, Diba’ hilang begitu aja dengan mendengarkan ceramah maulid yang isinya cuma politik dan caci maki, habis sudah tuh berkah”

“Ah sok tau loe, Pli!” Ucap Kong Duloh.

“Dah Engkong mah banyakin Istighfar ame shalawatan aje. Jangan banyak protes” Jawab Kipli santai.

“Yee…nyolot aja neh bocah..!!” Engkong Duloh ngegas.

####

Dalam hati, saya bersyukur beguru kepada sosok Alm. Bang Mamat, walaupun hanya penjual Kopi di pengkalan ojek, keluasan ilmu dan sikap tawadhunya membuat Saya, Kipli, dan Mpok Mumun menikmati hidup ini dengan cara indah dan penuh tawa.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *