Dalam kepengurusan masalah agama, Allah sudah menjamin akan datang nya para pembaharu dalam agama nya setiap 100 tahun. Keterangan ini berlandaskan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunan nya, Imam Hakim dalam Mustadrok, Abu Nua’im dalam kitab al-Hilyah, dan yang lain nya. Bahwasanya Rasulullah Saw. Bersabda: 

ان الله يبعث لهذه الأمة على رأس كل مائة سنة من يجدد لها أمر دينها.

Artinya: “Setiap seratus tahun Allah mengutus kepada umat ini seseorang yang akan memperbaharui agama ini (dari penyimpangan).”

Para ahli hadits sepakat bahwa hadits ini shahih. Salah dua diantara mereka ada al-Hafidz al-‘Iraqi dan al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani.

Selain hadits yang dinilai shahih dan para perawi nya yang tsiqat, keterangan ini diperkuat dengan perhatian ulama dalam memantau para pembaharu dimasa nya. Misalnya, imam Hakim setelah meriwayatkan hadits ini beliau perkuat dengan keterangan tentang siapa ulama pembaharu dimasa nya. Beliau berkata: “karena setiap seratus tahun Allah mengutus pembaharu dalam agama nya, maka Allah utus pada masa ini Umar bin Abdul Aziz”.

Tidak hanya imam Hakim, ulama yang lain pun ikut memerhatikan para pembaharu dimasa nya. Bahkan, ulama Indonesia; syekh Maimun Zubair menulis kitab khusus yang menyebutkan para pembaharu islam yang diberi judul al-‘Ulama al-Mujaddidun. 

Siapa sajakah yang menjadi pembaharu Islam ini? al-Imam Badr ad-Din al-Ahdal menyebutkan dalam kitab ar-Risalah al-Mardhiyyah nama-nama para pembaharu; pada abad pertama ada Khalifah Umar bin Abdul Aziz (W. 101 H), abad kedua ada imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i (W. 204 H), abad ketiga ada imam Abul Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) dan seterusnya.

Yang unik, Imam Suyuthi memiliki pandangan tersendiri dalam memahami hadits ini. Dalam kitab at-Tanbiah beliau menulis suatu faidah yang berjudul “ujian besar pada setiap seratus tahun”.

Dalil ada nya bencana ini adalah riwayat yang tertata dalam kitab tafsir Ibnu Abi Hatim jilid 8 nomor 2467: 

عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال: ما كان منذ كانت الدنيا رأس كل مائة سنة إلا كان عند رأس المائة أمر.

Artinya: dari Abdullah bin Amr bin Ash Ra., beliau berkata: semenjak munculnya dunia, setiap seratus tahun akan ada nya masalah besar yang akan datang.

Ibnu ‘Asakir dalam tarikh nya menjelaskan panjang lebar pembahasan ini, dan menyebutkan diantara masalah yang besar adalah keluar nya Dajjal.

Setelah mengemukakan riwayat diatas dan menyesuaikan dengan hadits tentang ulama pembaharu di setiap seratus tahun, Imam Suyuthi berpendapat:

 قلت: و الذي فهمت من هذا الأثر مع ذلك الحديث أنه لا بد عند رأس كل مائة سنة من محنة شديدة، فيقرنها الله بمنحة عظيمة، و هو الذي يبعثه لتجديد الدين و احيائه، رحمة منه بعباده، و جبرا لما حصل من الوهم بتلك المحنة، و لذالك ادخل ابو داود الحديث في (كتاب الملاحم) إشارة إلى ذلك، و أنه إذا وقعت فتنة جبرها الله بمن يجدد الدين.

Aku (imam Suyuthi) berkata: “perihal yang dapat aku fahami dari riwayat ini dan hadits yang telah lewat, bahwasanya; setiap seratus tahun harus ada bencana yang besar, kemudian Allah barengi dengan pemberian yang luar biasa; yaitu ulama yang akan memperbaharui agama dan menghidupkan nya kembali. Pemberian ini sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hambanya, dan menambal akan keraguan yang dihasilkan dari bencana tersebut.

Oleh karena itu, Imam Abu Daud dalam Sunan nya memasukkan hadits tentang ulama pembaharu dalam bab fitnah-fitnah sebagai isyarat; jika ada fitnah yang terjadi di agama Islam, Allah akan mengirimkan ulama yang akan memperbaharuinya.”

(Baca kitab at-Tanbiah bi man yab’asthahu Allah ala ro`si kulli sanah hal 314)

Sebagai contoh kecil: pada abad kedua Khalifah al-Ma’mun (W. 218 H) mengangkat isu bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Banyak ulama yang disiksa, dipenjara, bahkan dibunuh. Bersamaan dengan ujian ini, Allah berikan Imam asy-Syafi’i berada pada zaman itu. Menyelamatkan aqidah yang sudah tercemar, dan mengembalikan ajaran agama seperti semula. 

Ketika telah usai menyebutkan contoh-contoh bencana yang terjadi pada rentang waktu abad pertama hingga abad ketujuh, imam Suyuthi menyebutkan 3 bencana yang ada pada masanya; salah satunya adalah tersebar nya kebodohan kepenjuru negri. 

Seandainya imam Suyuthi melihat zaman ini, apa yang akan dikatakan oleh beliau?.

Kebodohan yang merajalela, kemalasan yang mendarah daging, zina yang menjadi konsumsi publik, dan berbagai maksiat lainnya. Telah menjadi salah satu bencana pada zaman ini. Lebih-lebih hadir nya Wahabi sebagai perusak keyakinan umat menambah kekacauan yang ada. Jika masyarakat awamnya kompak untuk mengembalikan masalah agama kepada ahlinya yang dalam hal ini adalah ulama, maka kekacauan ini akan dapat diminimalisir.

اذا وسد الأمر إلى غير أهله فلينتطر الساعة.

Artinya: jika sebuah perkara dipasrahkan kepada selain pakarnya, maka tunggulah kehancuran.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *