Kitab Al-Jami’Fie Tholabil Ilmis Syarief sejatinya kitab bantahan terhadap kitab Qaulul Qath’i milik Jamaah Islamiyyah Mesir yang berisi seruan memerangi pemerintah yang belum tegak syariat secara kaffah, intinya bahwa memerangi rezim murtad (bahasa jihadis baik ISIS dan AL-QAEDA itu sama) itu bukan berarti di kafirkan secara Ta’yin (perindividu).

Buku Qaulul Qath’i kelak di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul “Menolak Syariat” oleh penerbit Al-Alaq Solo,  sejak itu wacana memerangi Indonesia dengan alasan menolak di tegakan syariat Islam secara kaffah kerap di lakukan oleh jamaah2 Jihad di Indonesia, terlihat Jamaah Islamiyyah Mesir mengutip kitab Ad-Durar As-Saniyah Fie Ajwibati An-Najdiyyah pada juz ke 9 halaman 9 di paragraf kiri bawah 

Dimana Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengutip Ibnu Taimiyah dengan mengatakan 

كل طائفة ممتنعة عن التزام شريعة من شرائع الإسلام الظاهرة المتواترة، فإنه يجب قتالهم، حتي يلتزموا شرائعه…..انتهي.

Setiap kelompok yang enggan dari melaksanakan syariat dari syariat2 Islam yang Zhahir (nampak jelas) yang (masih bertahan) dikenal selama ini, maka wajib memerangi mereka, hingga mereka mau melaksanakan syari’at2nya… selesai

Untuk itu Jama’ah Islamiyyah menganggap pemerintah hari sebagai pihak “Mumtani’ah bis bisyaukah” artinya kelompok yang Menolak dengan kekuatan, lihat di era 2000an kelompok Jihad di Mesir, Yaman dll, ketika kelompok Jihadis (Al-Qa3da) hendak mau menyerang dengan bom istimata atau istisyhadiyyah selalu menggunakan selalu menggunakan idiom mereka “Hukumah Murtadin Hiya Thoifah Mumtaniah bisyaukah lalu  “BUAMMM”, ini saya sebut sebagai pendekatan Fiqh ala Al-Qa3da, buat orang esacta sepintar apapun, jikalau saya mendoktrin orang dengan argumentasi seperti ini panti klepek-klepek, yakin, karena apa? Karena masuk akal.

Mereka kelompok dakwah Najd dan  kelompok jihadis mengambil atsar dari dialog Sayyiduna Umar dan Sayyiduna Abu Bakar As-Sidiq Radhiyallahu Anhuma yang mengatakan 

والله لأقاتلن من فرق بين الصلاة والزكاة فإن الزكاة حق المال. والله لو منعوني عقالا كانوا يؤدونه إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم لقاتلتهم على منعه…انتهي

Berkata Jamaah Islamiyyah di Mesir, kami hanya memerangi orang-orang yang enggan melaksanakan syariat dan tidak mengkafirkan secara individu, dan itu bab sendiri….v

Kelak buku Qaulul Qath’i milik Jamaah Islamiyyah di bantah oleh Dr. Sayyid Iman alias Syaikh Abdul Qadir bin Abdul Aziz dengan judul Al jami’ Fie Tholabil Ilmis Syarief dalam Iman dan Kufur, katanya “kita tidak berhenti memerangi Anshar Thagut (polisi dan tentara) tetapi sudah tahap mengkafirkan nya dan bagi yang tidak mengkafirkan maka dia Kafir, dan kelak inilah yang di sebut sebagai pendekatan Fiqh ala IS15 yang mengatakan didalam kitab Ad-Durar As-Saniyah Fie Ajwibati An-Najdiyyah di juz 9 halaman 9 dengan mengatakan

و الذين قاتلهم الصديق والصحابة لاجل منع الزكاة، و لم يفرقوا بينهم و بين المرتدين في القتل و اخذ المال. انتهي

Muhammad bin Abdul Wahhab berkata ” Abu Bakar As-Sidiq dan para sahabat yang memerangi orang-orang dengan sebab enggan membayar zakat, mereka itu tidak membedakan di antara orang yang murtad (nabi palsu Musailamah Al kadzab) di dalam memerangi mengutip Harta (zakat). Selesai

Dan kesalahan jama’ah Jihad Mesir adalah memerangi polisi dan tentara hari ini dengan mengqiyaskan (menyamakan) memerangi Ahlu Riddah Nabi palsu Musailamah Al kadzab, padahal persoalan nabi palsu adalah (perkara Zhahir) yang mana sahabat Ijma’ alias sepakat, berbeda orang yang enggan membayar pajak karena adanya kesalahan takwil bahwa zakat hanya di pungut di masa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam saja, sehingga para sahabat berbeda sikap memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat dengan mereka menjadi pengikut Nabi palsu dengan selalu mengatakan

نهيت عن قتل المصلين

Adapun yang menjadi problem adalah, dahulu para sahabat, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab punya kekuatan yang mungkin bisa mengalahkan musuh mereka, walau disini Muhamad bin Abdul Wahhab kalah dua kali sejak 1818 Masehi dan 1870an dengan keluarga Rasyid dengan dukungan Turki Usmani, walaupun demikian anak-anak cucu Muhammad bin Abdul Wahhab dan klan Su’ud mampu mendirikan negara dengan nama Mamlakatul Su’udiyyah dengan bantuan Inggris, kapan2 kita bahas Fiqh Taghalub ( Fiqh Kudeta), masalahnya tetapi bagaimana dengan jamaah Jihad hari ini ? coba2 angkat senjata dengan kekuatan mereka nanggung.

Untuk itu saya tertarik dengan sikap politik NU yang kemudian menggelari Sukarno sebagai Waliyul Amri Ad-Daruri bisyaukah, sebagai pemilik kekuatan yang bisa menjamin keamanan sehingga orang merasa aman dalam beribadah, ketimbang berbaiat kepada kekuatan yang masih tanggung dan bahkan tidak mustahil Indonesia yang masih lemah saat itu justru bubar, demikian politik kebangsaan ala NU yang mengharu birukan sejarah republik Indonesia tercinta ini.

Bersambung ke bagian 2

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *