Oleh: A Ginanjar Sya’ban (Direktur INC)

—————————————————–
Ini adalah halaman sampul kitab berjudul “al-Tarjumân min al-Lughah al-‘Arabiyyah bi al-Malâyû wa al-Marîkî al-Jâwiyyah” karangan seorang ulama sufi-linguis Nusantara asal Tuban, Jawa Timur, yaitu Syaikh Abû Bakar b. ‘Abd al-Quddûs al-Thûbânî al-Jâwî (Syaikh Abu Bakar Quddus Tuban). Kitab ini berisi leksikografi (kamus) tiga bahasa, yaitu bahasa Arab, Melayu, dan Jawa.

Foto sampul kitab ini saya dapatkan dari artikel Michael Laffan yang berjudul New Charts for the Arabic Ocean: Dictionaries as Indicators of Changing Times dan diterbitkan dalam Jurnal Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 159 (2003), no: 2/3, Leiden, 351-387. Artikel tersebut terakses melalui situs http://www.kitlv-journals.nl.

Penyebutan bahasa Jawa dengan kata al-Marîkî sebagaimana terdapat dalam judul kitab ini merupakan hal yang menarik. Dulu, setidaknya hingga sebelum masa kemerdekaan Indonesia pada 1945, orang-orang Nusantara di Makkah disebut dengan sebutan Jâwah atau Jâwî atau Jâwiyyûn. Kata Jâwah bukan hanya menjadi penistabatan kepada suku, bahasa, atau pulau Jawa semata, tetapi pada semua bangsa yang berasal dari kawasan Nusantara lainnya, seperti Aceh, Melayu, Palembang, Minangkabau, Mandailing, Sunda, Madura, Bima, Sumbawa, Banjar, dan lain sebagainya. Bahasa Melayu yang menjadi lingua-franca di kawasan Nusantara pun dalam bahasa Arab disebut al-Lughah al-Jâwiyyah (bahasa Jawi/bahasa Melayu).

Nah, untuk membedakan suku dan bahasa Jawa secara khusus, maka dipakailah istilah al-Jâwî al-Marikî. Kata al-Marîkî berasal dari bahasa jawa, “Mriki”, yang berarti “Sini”.

Kitab al-Turjumân, sebagaimana dikutip oleh Laffan, diselesaikan di Istanbul (al-Diyâr al-Rûmiyyah fî al-Daulah al-‘Utsmâniyyah) pada 14 Jumadil Akhir tahun 1302 Hijri (bertepatan dengan 31 Maret 1885 Masehi). Kitab ini kemudian dicetak dalam format litografi oleh percetakan Hasan al-Thûkhî Ahmad di Kairo pada 22 Syawal 1302 Hijri (4 Agustus 1885 Masehi) atas sponsor Syaikh ‘Abd al-Ghanî al-Kasymîrî (asal Kasmir, India).

Kitab al-Taurjumân terhitung sangat penting, karena ia bisa dikatakan sebagai salah satu rintisan kajian leksikografi Islam di Nusantara dan ditulis pada akhir abad ke-19 M. Selain kitab ini, terdapat kitab leksikografi Islam di Nusantara lainnya yang ditulis pada akhir abad ke-19 lainnya, yang diusahakan oleh seorang ulama Aceh, yaitu Syaikh ‘Abdullâh b. Ismâ’îl al-Âsyî. Kitab tersebut berjudul “Nuzhah al-Ikhwân fî Ma’rifah al-Lisân” dan berisi kamus empat bahasa, yaitu Arab, Turki, Melayu, dan Aceh. Pada tahun 1888, Sayyid Utsman b. Yahya dari Batavia (Betawi), juga membuat “Mukhtashar al-Qâmûs” yang berisi perbendaharaan kata dalam bahasa Arab-Melayu.

Belum didapati informasi yang cukup berlebih terkait sosok Syaikh Abu Bakar Quddus Tuban. Laffan memperkirakan jika tokoh ini hidup dan berkarir di Makkah pada perempat terakhir abad ke-19 M. Menimbang masa keberadaannya di kota suci itu, maka bisa dipastikan jika Syaikh Abu Bakar Quddus Tuban satu generasi dengan Syaikh Nawawi Banten (w. 1897), Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau (w. 1916), Syaikh Ahmad Pattani (w. 1906), dan yang lainnya.

Terdapat seorang intelektual Nusantara lainnya yang berkarir di Hijaz pada waktu yang tak jauh berbeda yang juga bernama Abu Bakar, yaitu Raden Abu Bakar Djajadiningrat. Tokoh ini berasal dari keluarga “menak” (bangsawan Sunda) Banten. Ayahnya adalah bupati Pandeglang. Djajadiningrat bekerja di konsulat Belanda di Jeddah sekaligus menjadi informan dan kolaborator Snouck Hurgronje sepanjang tahun 1884-1914.

Kembali ke sosok Syaikh Abu Bakar Quddus Tuban. Melihat tempat penulisan kitab al-Turjumân yang dilakukan di Istanbul, hal ini menandakan juga jika sosoknya adalah seorang pengelana lintas negara. Bisa jadi juga beliau pernah bermukim di Kairo, mengingat al-Turjumân dicetak di kota itu.

Syaikh Abu Bakar Tuban juga memiliki karya yang lain, yaitu “Kaifiyyah al-Tharîqah al-‘Aliyyah al-Naqsyabandiyyah”. Karya ini ditulis dalam bahasa Jawa aksara Arab (Pegon) dan berisi kajian bidang tasawuf, utamanya petunjuk bertarekat atas masyrab Tarekat Khalidiyyah, yang merupakan anak turun dari Tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam kolofon, disebutkan jika karya ini diselesaikan di Makkah pada 18 Rabiul Tsani tahun 1298 Hijri (19 Maret 1881 Masehi).

Bogor, Maret 2018
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban

https://alif.id/read/ahmad-ginanjar/leksikografi-arab-melayu-jawa-karangan-syaikh-abu-bakar-tuban-b209378p/