Latihan zuhud masalah ini berguna untuk menyurutkan nafsu suka pamer dan berlebihan yang ujung-ujungnya sombong dan meremehkan orang.
Dalam hal bangunan, kita bangun rumah secukupnya kebutuhan, tidak dianjurkan oleh Imam Ghozali untuk meninggikan atau melebarkan bangunan melebihi bangunan sekitar. Bangunan yang tinggi akan meninggikan kesombongan kita terhadap masyarakat. Lagian, bangunan tinggi dan luas itu termasuk israf (melebihi batas) dan tabdzir (membuang sia-sia) atas rejeki Gusti Allah, bila ternyata banyak ruangan yang tidak terpakai.
Dalam satu atsar, orang yang meninggikan bangunan lebih dari 6 dziro’ (369,6 cm) disebut afsaqul faasiqiin (paling fasiknya orang fasiq). Padahal Kanjeng Nabi Muhammad SAW hingga wafat, tidak pernah meninggikan bangunan rumah beliau satu bata pun.
Sayyidina Abdullah bin Umar RA pernah usul untuk meninggikan bangunan rumah Kanjeng Nabi SAW biar tidak tampak seperti rumah orang miskin. Kanjeng Nabi SAW dawuh
إن الأمر أعجل من ذلك
“Biarkan seperti rumah orang miskin, memang perintah yang datang padaku demikian”
Nabi Nuh AS pun rumahnya demikian, berupa gubuk terbuat dari kayu yang mudah terbakar atau runtuh ditiup angin. Seorang sahabatnya usul kalo rumah beliau dipugar saja dengan bahan batu batu yg terbuat dari tanah terbaik. Apa jawaban Nabi Nuh AS?
هذ أكثر لمن يموت
“Tanah itu cocoknya buat mengubur orang mati, bukan bahan yang cocok buat rumah orang yg masih hidup”
Kanjeng Nabi Muhammad SAW dawuh
من بنى فوق ما يكفيه كلف أن يحمله يوم القيامة
“Siapa saja yang membangun rumah, tinggi luasnya melebihi kebutuhannya, maka kelebihan itu akan dipanggul olehnya di hari kiamat”
Dawuh Kanjeng Nabi Muhammad SAW
كل بناء وبال على صاحبه يوم القيامة إلا ما أكن من حر وبرد
“Setiap bangunan rumah, akan dipertanggung jawabkan bata demi bata di hari kiamat, kecuali bangunan yang sekedar untuk berlindung dari panas dan dingin”
Soal interior dan perkakas pun begitu, mencukupkan diri dengan yang seperlunya saja. Kanjeng Nabi Muhammad SAW dalam rumahnya hanya ada ranjang yang beralas tikar dari anyaman kasar. Kalau beliau bangun, motif tikar itu ngecap di kulit beliau. Kanjeng Nabi Isa AS dulu terkenal cuma punya sisir dan kendi di dalam rumah beliau.
Sayyidina Abu Ubaidah RA adalah seorang shahabat yang terkenal dengan zuhudnya. Beliau adalah gubernur Syam tapi hidupnya sangat sederhana, gak punya perabotan yang mewah dan berlebihan. Beliau jadi contoh gimana pejabat yang zuhud. Saking masyhurnya zuhudnya Sayyidina Abu Ubaidah, Sayyidina Umar ketika hampir meninggal, pernah dawuh, “Andaikan Sayyidina Abu Ubaidah masih hidup, niscaya dia jadi kholifah penggantiku,”
Sayyidina Umar pernah bertanya pada Sayyidina Abu Ubaidah, “Apa yang selalu kau bawa di dunia ini?”
Jawab Sayyidina Abu Ubaidah, “Aku membawa tongkat yang membantuku berjalan dan sebagai senjata, lalu aku membawa kantong yg berisi makanan dan mangkok untuk makan dan mandi, aku juga membawa kantong air untuk minum dan berwudhu. Kemudian segala sesuatu selain itu cuma hal-hal yang selalu mengikutiku selama di dunia”
Kesimpulannya, kita boleh saja punya rumah dan perkakas, asal sesuai kebutuhan saja sehingga tidak timbul rasa sombong dan berlebihan. Orang yg kebanyakan barang bawaan itu bakal direpotkan bawaan itu, entah di dunia maupun di akhirat.
Orang yang merasa memiliki satu barang, akan takut kehilangan dan kerepotan menjaganya. Semakin banyak barangnya, makin banyak kerepotannya dan semakin bertambah ketakutannya.
Tentang Omah Suwung
Bangunan tinggi dan luas itu termasuk isrof (melebihi batas) dan tabdzir (membuang sia-sia) atas rejeki Gusti Allah, bila ternyata banyak ruangan yg gak terpakai.
Seperti di kompleks perumahan elit, bangunannya terlalu luas dan tinggi tapi keluarganya sedikit atau jarang di rumah. Rumah cuma jadi simbol status, kesombongan dan kemewahan, tapi sayang kosong tidak ada tanda-tanda kehidupan. Orang Jawa bilang omah suwung. Sehingga banyak ruangan yg ternyata gak berguna atau rumahnya gak pernah ditinggali.
Tidak heran, ketika banyak ruangan di rumah itu lama tidak terpakai, biasanya jadi wingit atau berhawa negatif. Rumah gak ada aura manusianya. Syukur kalau tidak mengganggu, tapi biasanya lebih banyak mengganggunya. Gangguannya macem-macem, mulai diganggu jin, sakit-sakitan, keluarga cerai berai, rebutan warisan dan hal negatif lainnya.
Hal itu karena isrof dan tabdzir termasuk mengundang setan, artinya mengundang hawa negatif. Makanya, disebut Gusti Allah, tabdzir itu saudaranya setan.
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
“Sesungguhnya orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (Al Isro’ 27)
Hawa negatif tersebut sebenarnya siksa Gusti Allah. Karena Gusti Allah pasti menyiksa orang yang suka bermewah-mewahan, membuang harta sia-sia hingga melampaui batas kebutuhannya. Rumah mewahnya pun tidak bisa melindungi pemiliknya dari siksa terbut.
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu wilayah, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di wilayah itu supaya mentaati Gusti Allah, tetapi mereka malah tetap durhaka di wilayah itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya janji Kami, kemudian Kami hancurkan wilayah itu sehancur-hancurnya” (Al Isro’ 16)
Gusti Allah berfirman
حَتَّىٰ إِذَا أَخَذْنَا مُتْرَفِيهِمْ بِالْعَذَابِ إِذَا هُمْ يَجْأَرُونَ
“Hingga apabila Kami timpakan adzab kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, serta merta mereka menjerit minta tolong” (Al Mukminuun 64)
Secara tegas, Kanjeng Nabi pun mengabarkan bahwa Gusti Allah sangat murka pada orang yang suka membuang-buang hartanya sia-sia. Gak heran, kemudian pelakunya disiksa sedemikian rupa.
Riwayat Imam Muslim dari Sayyidina Abu Huroiroh RA bahwa Kanjeng Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallama dawuh
إن الله يرضى لكم ثلاثا ويكره لكم ثلاثا فيرضى لكم أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئا وأن تعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا ويكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Gusti Allah meridhoi tiga hal bagi kalian dan murka jika kalian melakukan tiga hal.
Gusti Allah ridho jika kalian :
- Menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun,
- Berpegang pada tali Gusti Allah semuanya
- Dan kalian tidak berpecah belah, saling memberi manfaat terhadap sesama yang memerlukan bantuan kalian.
Gusti Allah murka jika kalian
- Sibuk dengan desas-desus,
- Suka banyak tanya yang tidak berguna,
- Serta membuang-buang harta”
Andaikan ketersia-siaan dalam bangunan itu dikasih ke orang yang belum punya rumah, tentu lebih bermanfaat. Tidak heran dalam fiqih, bangunan atau tanah yang tidak produktif, wajib dizakati biar punya manfaat.
Solusinya kalau terlanjur punya rumah suwung, disewakan biar produktif. Tapi yang baik lagi, perlu sering diadakan kumpulan-kumpulan yang berisi dzikir pada Gusti Allah dan banyak sedekah. Misal kita mengundang warga sekitar untuk sema’an Qur’an, tahlilan, mauludan, istighotsah, rotiban dan lain-lain ditutup dgn makan-makan.
Kalau punya rencana bangun rumah, kita harus membuat desain rumah yang simpel, efisien dan dan sesuai kebutuhan, bukan sesuai kesombongan. Kalau tidak bisa, kita konsultasikan pada arsitek dan ahli bangunan untuk desainnya.
Jadi, baru bisa disebut zuhud, kalo harta kita bisa lebih bermanfaat bagi orang banyak, efisien dan tidak ada harta yang terbuang sia-sia.
No responses yet