Saya melihat ulama yang dianggap di tengah-tengah yang bisa diterima semua kalangan itu nihil alias sulit ditemukan.

Aa Gym, UAS, Buya Yahya yang katanya berusaha bersikap ditengah-tengah, tidak memihak kepada pihak mana pun, nyatanya malah terindikasi lebih miring kepada golongan sebelah, daripada kaum Muslimin yang beragama secara moderat.

Begitu pun ulama sekaliber Habib Luthfi yang banyak Muhibbin-nya dan berusaha tidak berpolitik dukung mendukung seseorang atau pihak manapun, tetap saja oleh pihak sebelah dimusuhi, bahkan sampai difitnah. Hal yang sama terjadi juga pada Habib Syech Abdul Qodir yang setia berdakwah lewat sholawat, tapi tetap saja pihak radikal tidak menyukainya.
Cak Nun dengan Kyai Kanjengnya juga berusaha di tengah-tengah malah tidak diterima oleh pihak manapun.

Dalam catatan sejarah, KH. Hasyim Asy’ari dinilai berhasil menyatukan semua elemen umat Islam di Indonesia dalam wadah organisasi Masyumi. Tapi akhirnya NU dikhianati dan akhirnya keluar dari Masyumi. Cucunya, Gus Dur juga awalnya dianggap bisa diterima semua pihak, namun akhirnya dikhianati juga oleh pihak-pihak yang haus kekuasaan.

Jadi berada di tengah-tengah itu bukanlah hal yang mudah dan tidak pula selalu baik akibatnya. Bisa jadi dia dikesankan sebagai orang yang plin-plan, tidak punya pendirian. benarlah apa yang dikatakan oleh sebuah pepatah :
رضا الناس غاية لا تدرك
“ridhoNya semua manusia itu adalah suatu tujuan yang tidak mungkin tercapai.”

Umat Islam di dunia bisa terlihat bersatu kalau ada bencana, penistaan Islam, serta dalam ibadah haji dan umrah; itu pun masih ada perbedaan dalam cara sholatnya, batal wudhunya serta pelaksanaan ibadah haji dan umrahnya berdasarkan madzhab masing-masing. Selain itu juga mereka bisa bersatu jika ada penindasan terhadap kaum Muslimin seperti di Palestina, Selandia Baru dan sebagainya, selama tidak ditunggangi kepentingan pihak tertentu.

Maka, yang tepat adalah Istiqomah memegang prinsip yang baik, sesuai dengan tuntunan agama, selaras dengan akal sehat, dan cocok dengan hati nurani. Umat Islam tidak boleh dilarang berbeda organisasi atau partai. Yang penting jangan sampai bertengkar, polarisasi (gontok-gontokan), atau perang saudara. Karena dalam Al-Qur’an juga ditegaskan bahwa ALLAH tidak melarang adanya perbedaan, selama bisa menghargai satu sama lain (Q.S. Hud: 118-119), tidak berpecah belah alias konflik satu sama lain (Q.S. Ali Imran : 103).

Tugas dakwah itu hanya menyampaikan

Setiap kajian kitab kuning yang saya lakukan di media sosial, selalu saya kembalikan kepada tujuan awal Nabi atau ulama dalam berdakwah yaitu Innama ana al-ballaghul mubiin (hanyasanya saya cuma sekedar penyampai ajaran Tuhan yang nyata). Jadi sejatinya tugas pendakwah cuma menyampaikan pesan-pesan ALLAH dan RasulNya, tidak boleh ada maksud lain yang kotor dan hina, seperti ingin terkenal, banyak pengikut, video pengajiannya viral yang notabene menghasilkan income tersendiri dan panggilan dakwah ke berbagai tempat. Jika niatnya tidak bersih, dijamin hidupnya tidak tenang dan bahagia dengan kenyataan yang jauh dari harapan, serta dakwahnya pun akan cepat berhenti, tidak langgeng atau Istiqomah. Semoga saya dan para pendakwah Aswaja an-Nahdhiyyah dihindarkan dari niat buruk semacam itu.

Maka kajian kitab atau dakwah yang kita lakukan baik di dunia nyata maupun dunia maya hendaklah memasang niat yang lurus dan tulus, semata-mata mencari ridho ALLAH, tanpa peduli banyak atau tidak viewers atau muhibbin kita. Orang dapat hidayah atau tidak dari kajian kita, juga bukan urusan kita. Mau viral atau tidak video pengajian kita, tidak usah dipikirkan. Yang penting terus menebar kebaikan, nasyrul Ilmi (berbagi ilmu) secara istiqamah. Itu lebih baik daripada mereka yang viewers-nya banyak, videonya viral tapi justeru menyesatkan orang lain, atau niat pematerinya tidak lagi lurus, justeru hal demikian tidak akan maslahat bagi umat, ilmunya pun tidak bermanfaat dan berkah sama sekali. Wal’iyadzu billah.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *