Mempunyai cinta pada Gusti Allah dan Rosul-Nya itu wajib secara syara’ sebagai konsekuensi kita mengakui Islam sebagai satu-satunya jalan kebenaran.
Tanda punya cinta paling maksimal adalah kita punya anis, isyq, dan idrok pada Jalaliyah, Kamaliyah dan Rububiyah Gusti Allah kemanapun kita melihat. Hingga kita gak ingat dunia. Seperti dawuh Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq.
من ذاق خالص محبة الله عز وجل منعه ذلك من طلب الدنيا، وأوحشه جميع البشر
“Siapa saja yang telah mencicipi cinta yang murni pada Gusti Allah, maka dia tidak punya pikiran untuk menumpuk dunia dan mengosongkan hatinya dari segenap kecintaan pada manusia”
Tapi kita itu saking bejatnya, suka rasan-rasan, suka maksiat, sering suka gak sadar kehadiran Gusti Allah. Namun sebejat-bejatnya kita, jangan sampai kita lupa bahwa kenikmatan yang kita pakai untuk maksiyat itu pemberian Gusti Allah.
Kita garis bawahi. Sebejat apapun kita, jangan lupa bahwa semua nikmat yg kita pakai untuk taat dan maksiyat itu datang dari Gusti Allah.
Karena derajat cinta paling minimal adalah tidak melupakan siapa yg berjasa memberi nikmat itu sembari mengerjakan perintah semampunya. Kita harus punya kesadaran, kita bisa joget-joget, bisa rasan-rasan, bisa genit sama cewek itu semua menggunakan fasilitas kenikmatan yg dikasih Gusti Allah. Dengan punya kesadaran tersebut, diharapkan memancing kita untuk pelan2 punya rasa sungkan saat mau berbuat maksiyat dan kita gak dianggap hamba kurang ajar.
Seperti kalo kita pernah diutangi teman. Walau kita belum kuat membayar, yang penting jangan sampai kita lupa jasa teman kita. Biar gak dianggep kurang ajar, tetep menyapanya, ikut senang dengan kegembiraannya, ikut sedih dengan kehilangannya. Itu adalah cinta yg paling minimal.
Sebab itu, Kanjeng Nabi Muhammad SAW dawuh
أحبوا الله لما يغذوكم به من نعمه و أحبوني لحب الله وأحبوا أهل بيتي لحبي
“Cintailah Gusti Allah Ta’ala, paling tidak karena makanan yang diberikan kepada kamu itu bagian dari nikmat-nikmat-Nya. Dan cintailah aku, paling tidak karena Gusti Allah mencintaiku. Dan cintailah keluargaku, paling tidak karena cintaku pada mereka”
Ini semua adalah cinta yg paling minimal bagi hamba kelas rea-reo. Karena kalo kita sampai lupa sama sekali kalo kenikmatan itu dari Gusti Allah, bisa dihukumi musyrik.
Maka sudah sepatutnya, sebejat apapun kita, kita harus punya niat berusaha meletakkan cinta hanya pada Gusti Allah. Logikanya, kalau kita cinta kenikmatan, harusnya kita lebih cinta lagi pada Sang Pemberi kenikmatan, yang sudah mencurahkan kenikmatan itu tanpa perhitungan dan tanpa minta balasan. Sebagaimana kita cinta pada orang tua karena mereka telah merawat kita, sehingga kita menangis saat berjauhan atau kehilangan orang tua.
Bahkan cinta kita pada Gusti Allah harus lebih dari cinta kita pada orang tua. Sebagaimana dawuh Kanjeng Nabi SAW.
لا يؤمن احدكم حتى يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما
“Orang mukmin sejati adalah orang yang cintanya pada Gusti Allah dan Rosul-Nya lebih hebat daripada cintanya pada yg lain”
Dikatakan mukmin sejati karena cinta murninya membuat dia hanya ta’dzim pada keagungan Gusti Allah sehingga hanya senang mengikuti jalan Rosul-Nya. Maka kalo ngaku ikut Gusti Allah dan Kanjeng Rosul tapi masih lirik2 kanan kiri, itu derajat mukmin paling minimal karena cintanya belum murni.
Gusti Allah berfirman pada Nabi Daud AS
إن أودّ الأودّاء إليّ من عبدني بغير نوال، لكن ليعطي الربوبية حقها
“Sesungguhnya paling bejatnya pecinta yang mencintai-Ku adalah orang yang menyembah-Ku tanpa ada keseriusan, tapi tetap mengakui dengan teguh kebenaran ketuhanan-Ku”
Dalam kitab Zabur, Gusti Allah berfirman:
من أظلم ممن عبدني لجنة أو نار، لو لم أخلق جنة ولا نارا، ألم أكن أهلا أن أطاع وأعبد؟
“Paling bejatnya perbuatan mukmin adalah amal seorang hamba yang menyembah-Ku hanya karena berharap surga dan takut neraka. Jika Aku tidak menciptakan surga dan neraka, tidakkah mereka akan menganggap Aku sebagai Dzat yang pantas ditaati dan disembah?”
Satu hari, Nabi Isa AS bertemu satu kaum yang beribadah karena takut neraka dan berharap surga. Maka Nabi Isa dawuh “Kalian takut pada makhluk dan kalian berharap pada makhluk!”
Lalu Nabi Isa bertemu lagi dengsn kaum yang lain, yang beribadah karena rasa cinta dan ta’dzim. Maka Nabi Isa dawuh “Kalian waliyullah (kekasih Gusti Allah), aku akan berjalan dan berdiri bersama kalian”.
No responses yet