Diriwayatkan oleh Imam Ghozali.

قال رسول الله ﷺ لطائفة : ما أنتم؟ فقالوا : مؤمنون، فقال : وما علامة إيمانكم؟ فقالوا : نصبر على البلاء ونشكر عند الرخاء ونرضى بمواقع القضاء، فقال : مؤمنون ورب الكعبة

Kanjeng Nabi Muhammad SAW satu hari bertanya pada satu kaum, “Siapakah kalian?”

Kaum itu menjawab, “Kami mukmin, wahai Kanjeng Nabi,”

Kanjeng Nabi bertanya lagi, “Apa bukti keimanan kalian?”

Kaum itu menjawab, “Kami bersabar atas cobaan, kami bersyukur di masa yang enak, kami pun ridho pada takdir,”

Kanjeng Nabi pun menyetujui pengakuan kaum itu, “Demi Tuhannya Ka’bah, kalian memang mukmin!”.

Jadi, ciri mukmin itu punya sabar, syukur dan ridho. 

Semua ciri ini biasanya melekat pada ulama dan para wali yang bijak. Karena merekalah yang punya ilmu dan pemahaman luas tentang bagaimana bersabar saat dicoba, bersyukur saat diberi nikmat dan ridho pada keadaan. Maka gak heran, ada pendapat bahwa yang disebut mukmin itu hanyalah golongan ulama dan para wali.

Dawuh Kanjeng Nabi SAW

حكماء علماء كادوا من فقههم أن يكونوا أنبياء

“Para wali dan ulama itu nyaris menjadi Nabi karena pemahaman mereka”

Karena luasnya ilmu dan pemahaman para ulama dan para wali, mereka pun selalu punya jawaban yang melegakan hati dan akal sehat mereka. Karena mereka hanya berpikir tentang ilmu, maka mereka jadi gak punya pikiran mengejar dunia. Sehingga mereka pun selalu senang di manapun mereka berada.

Gusti Allah dawuh pada Nabi Daud

ما لأوليائي والهم بالدنيا، إن إلهم يذهب حلاوة، مناجتي من قلوابهم، إن محبتي من أوليائي أن يكونوا روحانيين لا يغتمون

“Tidak ada seorang wali-Ku itu Aku beri ilham tentang urusan dunia. Mereka diberi ilham untuk selalu menyepi. Mereka bermunajat dengan sepenuh hati. Sesungguhnya bukti cinta-Ku pada para wali-Ku berupa keadaan rasa senang di setiap keadaan dan tidak punya rasa susah”

Rasa senang ini karena punya ridho pada takdir. Ini sesuai dengan surat Yunus 62

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Gusti Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”

Jadi kok ada orang atau ulama selalu susah dengan nasib, mengutuki keadaan dan gak pernah ketawa, wah bukan wali namanya.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *