Jika Anda pengusaha atau calon pengusaha jasa wisata dan sedang sial, bisa saja menghadapi situasi ini. Pendaftaran usaha Anda ditolak atau izin operasi dicabut  karena dianggap melanggar norma agama atau ketertiban umum. Karena melanggar norma agama, yang ukurannya kabur, masalahnya jadi ruwet bin pusing. 

Pengusaha wisata yang dianggap mempromosikan keyakinan agama yang belum diakui atau aliran kepercayaan yang oleh sebagian masyarakat sekitar dianggap sesat, bisa jadi perkara. 

Situasi lainnya, Anda dapat pula menanggung rugi karena lokasi pariwisata ditutup pada malam tahun baru, tak terkecuali, meskipun Anda merasa menjalankan usaha yang tidak melakukan hal-hal maksiat atau melanggar hukum. Belum lagi praktik politisasi atau kontroversi yang menyasar dunia bisnis seperti kasus perusahaan roti dan ekspedisi. 

Masalahnya bukan hanya kepada pengusaha. Wisatawan juga rugi. Dalam jangka menengah dan panjang kasus-kasus semacam itu akan berdampak pada semakin meningkatkan stigma negatif bagi kelompok minoritas, terutama bagi agama yang belum diakui atau aliran kepercayaan. 

Kasus-kasus di atas adalah potensi dampak yang bisa terjadi akibat penerapan Regulasi Cipta Kerja, yang mencakup UU dan 47 aturan turunan. Terdapat 8 pasal UU No. 11 Tahun 2020, 13 pasal, dan satu penjelasan pasal dalam 9 peraturan turunan, yang berpotensi melanggar hak atas kemerdekaan, sekaligus sejumlah hak dasar lain seperti hak atas pekerjaan, upah, dan usaha. Ini salah satu temuan utama. 

Saya senang sekali ketika Subhi Azhari, Direktur Eksekutif, menjadi periset untuk isu tersebut. Kesempatan itu saya gunakan semaksimal mungkin untuk belajar dan memahami “masalah” sekaligus hubungan langsung antara hak beragama dengan hak atas ekonomi sosial budaya –dua isu yang seringkali dibicarakan sendiri-sendiri. Inklusif mengambil isu yang strategis, karena sering tidak dipikirkan banyak orang. Apa hubungannya Cipta Kerja dengan agama/keyakinan. 

Saya tak sendiri. Yulita Muspitasari ikut terlibat di ini. Ia kolega saya. Kami berasal dari kampus yang sama: SGPP. Riset ini dilakukan sejak April 2021 dan melewati serangkaian diskusi bersama teman-teman inklusif dan para ahli. 

Setelah lama dinanti, akhirnya hari ini Inklusif meluncurkan secara resmi laporan riset ini. Inklusif juga masih akan melanjutkan advokasi mereka terkait Cipta Kerja dan Hak Beragama.  

Kalimulya, 10 Agustus 2021

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *