Ekonomi Islam dalam pandangan Al-Ghazali, merupakan amal kebajikan untuk mancapai maslahah, memperkuat sifat kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keteguhan hati manusia. Pemikiran ekonomi Al-Ghazali ini dituangkan dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din, al-Mustashfa, Mizan Al-‘Amaldan At-Tibr al Masbuk fi Nasihat Al-Muluk.

Pemikiran ekonomi sosial Al-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi kesejahteraan sosial” yakni sebuah konsep yang mencakup semua aktifitas manusia dan membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat.

Al-Ghazali membagi manusia dalam tiga kategori, yaitu: (1) orang yang mementingkan kehidupan duniawi, dan golongan ini akan celaka. (2) orang yang mementingkan tujuan akhirat daripada tujuan duniawi, dan golongan ini termasuk golongan yang beruntung. (3) golongan yang kegiatan duniawinya sejalan dengan tujuan-tujuan akhirat.

Menurut Al-Ghazali ada tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi? yaitu: (1) untuk mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan. (2) untuk mensejahterakan keluarga. (3) untuk membantu orang lain yang membutuhkan.

Di dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din, Al-Ghazali membahas kegiatan ekonomi menjadi beberapa poin penting, seperti penjelasan di bawah ini :

Menurut Al-Ghazali, setiap perdagangan harus menggunakan cara yang terhormat. Sesungguhnya para pedagang pada hari kiamat nanti akan dibangkitkan seperti para pelaku dosa besar, kecuali yang bertaqwa kepada Allah, berbuat kebajikan dan jujur. Penimbunan barang merupakan tindakan kriminal terhadap moral dan sosial, hal tersebut merupakan jalan pintas untuk memakan harta orang lain dengan cara bathil.

Al-Ghazali menganggap kerja adalah sebagai bagian dari ibadah seseorang. Apabila ada sekelompok orang yang memproduksi barang dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan masyarakat, maka kewajiban masyarakat telah terpenuhi.

Al-Ghazali membagi aktifitas produksi dalam tiga kelompok yaitu, Industri dasar, Aktivitas penyokong, dan Aktivitas komplementer.

Al-Ghazali mengidentifikasikan tiga tingkatan persaingan, yaitu persaingan yang wajib, Persaingan yang disukai, dan Persaingan yang tidak diperbolehkan.

Selebihnya silakan baca sendiri.. jangan mau enaknya aja… 🤣

Sebagai catatan penutup bahwa Islam mengatur ekonomi dengan mengaplikasikan ajaran al-qur’an tentang bagaimana mengatur suatu perekonomian. Ekonomi islam membahas dua disiplin ilmu yaitu ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh muamalah. Ilmu ekonomi murni menghalalkan sistem ekonomi liberal. Tetapi sebaliknya, fiqh muamalah belum tentu menghalalkan sistem ekonomi tersebut, karena pada fiqh muamalah masih membutuhkan legislasi dari Al-Qur’an dan Hadist.

Ekonomi bagi umat Islam merupakan salah satu bagian dari sistem ideologi dan etika Islam. Oleh karena itu, Islamisasi ekonomi hanya mungkin terjadi secara efektif bukan hanya menggunakan pendekatan Fiqh Muammalah belaka, kita masih membutuhkan pendekatan tasawuf dalam menjalaninya.

Sepakat? Tidak? Ahh terserah…ora urus!

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *