Categories:

Oleh : KH Ahmad Nadhif Abdul Mujib

Di tempat lain beberapa jum’at yang lalu, kita membahas tentang fenomena keterbalik-balikan yang selama ini kita alami dan rasakan Bersama, seolah bukan merupakan kekeliruan tetapi justru terbalik menjadi sebuah kebenaran yang mutlak!.

Di antara keterbalik-balikan yang sudah kita bicarakan itu adalah:

1. Hakekat manusia adalah hanya sebagai seorang hamba. Seorang hamba berarti adalah budak yang tak punya apa-apa, yang tak berkewenangan apa-apa. Namun ternyata hampir semua dari kita sering merasa memilki apa-apa dan bahkan sering merasa berkuasa untuk bertindak dan berperilaku layaknya Tuhan Yang Maha Memiliki atau Tuhan Yang Maha Kuasa.

2. Manusia itu juga sebenarnya adalah makhluk yang tiada. Terbukti, sebelum lahir, kita pernah tidak ada dan itulah sebenarnya keaslian kita: yaitu TIADA. Bahkan ketika kemudian kita lahir, maka sebenarnya kita ini HANYA DI-ADAKAN, BUKAN ADA SEJAK SEMULA…

Namun siapakah dari kita yang bersedia disebut TIADA?

3. Bersedekah atau berzakat akan menambah harta benda sesuai janji Baginda Nabi: “Tidak ada harta yang berkurang jika dizakati”. Seseorang yang memiliki uang 100 juta dan lalu membayar zakat 2,5 juta, maka kalkulator manapun akan melaporkan bahwa uang 100 juta itu kemudian berkurang dan menjadi 97,5 juta.

Adapun ketika kita mencoba memahami janji Nabi itu, paling-paling kita hanya menyatakan bahwa harta yang dizakati itu HANYA BERTAMBAH BERKAHNYA NAMUN TETAP BERKURANG NOMINAL DAN JUMLAHNYA.

Padahal dengan berzakat, fihak penerima zakat akan memiliki kemampuan untuk membeli sesuatu di pasar. Dan kemampuan membeli jelas akan menaikkan kinerja perekonomian dan ketika ekonomi berputar kencang maka harta pemberi zakat jelas akan bertambah, tidak hanya bertambah barokahnya, tetapi juga bertambah nominal dan jumlahnya.

Hadirin Rohimakumullah,

Itulah beberapa keterbalik-balikan yang selama ini melanda kita dan kita menganggapnya sebagai suatu kewajaran dan bahkan kebenaran yang mutlak atau absolut.

Dalam kesempatan ini, kita akan mengkaji semampunya SATU HAL yang lain atau satu fenomena yang lain yang juga ternyata telah mengalami keterbalikan yang sangat dahsyat. Yaitu fenomena INSTANISASI BELAJAR AGAMA, atau dalam istilah yang mudah difahami: BELAJAR AGAMA SECARA KILAT DAN CEPAT.

Dalam tinjauan sejarah, kita mendengar adanya dua aliran yang bernama SYI’AH dan KHAWARIJ.

Khutbah kali ini tidak akan membahas detail kedua aliran tersebut karena memang kurang sesuai forumnya.

Namun secara sederhana bisa diberikan gambaran bahwa Syi’ah itu hanya menerima dan mencintai segala hal yang datang dari Ahlul Bait dan menolak apapun yang datang dari para shahabat Nabi, terutama dalam hal periwayatan hadits. Sedangkan Khawarij adalah sebaliknya: tidak mau menerima apa saja yang diriwayatkan oleh Ahlul Bait.

Hadirin Rohimakumullah,

Perseteruan antara Syi’ah dan Khawarij itu berlangsung sekian lama dan bahkan masih berlangsung hingga saat ini, meskipun dengan intensitas yang berbeda dan meskipun mungkin menggunakan nama yang berbeda namun esensinya tetap sama.

Sangatlah jelas bagi kita akan kekurangan yang menimpa Syi’ah dan Khawarij. Kita memang tidak boleh dan tidak bisa meragukan riwayat-riwayat yang dibawakan oleh para keluarga agung Baginda Nabi. Kita juga tidak boleh meragukan integritas dan kredibilitas Ahlul Bait. Mereka para Ahlul Bait adalah:

أهل بيت المصطفى الطهر # هم أمان الأرض فادكر

شبهوا بالأنجم الزهر # مثل ما قد جاء في السنن

Keluarga Nabi yang suci, mereka adalah pengaman di muka bumi, maka ingatlah itu. Mereka diumpamakan seperti bintang-bintang yang gemerlapan, sebagaimana telah dinyatakan di dalam hadits-hadits Baginda Nabi.

Namun berbicara tentang dunia hadits dan periwayatan, kita tidak bisa hanya menerima periwayatan dari satu fihak saja. Ahlul Bait dalam hal ini bukan pangkal persoalan. Ahlul Bait tidak bermasalah sama sekali! Ini harus ditegaskan berulang-ulang supaya tidak menimbulkan kesalahfahaman.

Yang keliru dalam hal ini adalah kaum Syi’ah yang hanya membatasi hadits yang datang melalui jalur Ahlul Bait dan menolak hadits dari jalur yang lain yaitu jalur Shahabat.

Demikian juga kekeliruan telah melanda Kaum Khawarij di mana mereka tidak hanya menolak namun juga bahkan memusuhi Ahlul Bait li Rasulillah SAW… na’udzu billahi min dzalik.

Hadirin Rohimakumullah,

Kita semua tahu bahwa pegangan utama ummat Islam adalah Alqur’an dan Assunnah atau hadits Nabi. Beruntunglah kita bahwa dari segi keotentikan dan keaslian, Alqur’an selalu terjaga sepanjang masa karena Allah telah berfirman:

إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alqur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. 

Itu keistimewaan Alqur’an. Ia datang dari Allah secara langsung sehingga keasliannya akan selalu terjaga dan terpelihara.

Adapun hadits baginda Nabi, ternyata tidak seperti itu. Dalam periwayatan hadits terdapat banyak persoalan yang sudah dibahas secara detail oleh para ulama dalam disiplin ilmu mustholah dan Aljarhu watta’dil yang dimaksudkan untuk meminimalisir penyelewengan-penyelewengan yang ada.

Akan tetapi kembali pada Syi’ah dan Khawarij, ternyata penyelewengan-penyelewengan itu begitu jelas terbaca. Kaum Syiah hanya menerima riwayat jalur Ahlul Bait, sedangkan kaum Khawarij hanya menerima riwayat jalur Shohabat.

Lalu pertanyaan yang paling sederhana adalah: manakah yang benar dari keduanya? Jawabannya mudah: keduanya BENAR namun tidak/belum lengkap. 

Sebab Baginda Nabi adalah manusia biasa yang dalam kesehariannya bergaul dan berjumpa dengan seluruh jenis manusia. Baginda Nabi dalam kesehariannya tidak hanya bergaul dengan Ahlul Bait saja, tetapi juga bergaul dengan para Shahabat.

Karena itu, jika kita menginginkan ajaran Nabi yang lengkap, maka tidak ada pilihan lain, kecuali dengan menerima seluruh jalur periwayatan, asal dengan tetap memenuhi persyaratan periwayatan yang ada. Tidak ada pilihan lain kecuali dengan menerima riwayat jalur Ahlul Bait dan riwayat jalur Shahabat.

Dari sini, Imam Syafi’i yang hidup antara tahun 150 – 204 H. telah berusaha sekuat tenaga untuk mempelajari secara tuntas sejak usia 9 tahun kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik bin Anas yang merupakan kumpulan hadits-hadits Nabi melalui jalur Shabahat Anas Bin Malik. Di samping itu, Imam Syafii berguru kepada Imam Muhammad bin Al Hasan Asysyaibani yang mengambil periwayatan dari Imam Abu Hanifah yang telah mengambil hadits-hadits dari jalur Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib…Rodliyallahu anhum ajmain…

Hadirin Rohimakumullah, 

Kesimpulan dari uraian panjang itu adalah: Imam Syafii yang telah berusaha mengumpulkan DUA JALUR UTAMA PERIWAYATAN itulah yang berhak disebut sebagai AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH. Ini karena betapa jelas dan nyata bahwa Imam Syafii mengambil hadits dari jalur Shahabat dan juga dari jalur Ahlul Bait.

Namun anehnya, kaum Neo Khawarij yang kini mulai muncul lagi dengan nama Wahaby atau Salafy telah menyebarkan klaim bahwa merekalah yang paling NYUNNAH. Di perkotaan-perkotaan, seorang ustadz yang baru masuk Islam, asalkan memanjangkan jenggot dan berdahi hitam langsung disebut sebagai ahlussunnah, padahal secara faktual dan ilmiah, hadits-hadits yang mereka bacakan kepada para jamaah di kota-kota HANYALAH merupakan hadits yang datang dari SATU JALUR SAJA, BUKAN DARI DUA JALUR…

Bukankah itu semua adalah keterbalik-balikan yang nyata?

Itu belum lagi terkait dengan sistematika pemahaman teks yang sudah seharusnya dikuasai oleh para pembelajar agama. 

Hal yang terakhir ini Insyaallah akan kita bicarakan di lain kesempatan.

الحديث: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إني تارك فيكم الثقلين، كتاب الله وعترتي… وقال في حديث أخر: أصحابي كالنجوم… أو كما قال… 

بارك الله لي ولكم في القرآن الكريم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو الغفور الرحيم، وقل رب اغفر وارحم وأنت أرحم الراحمين 

======

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *