Teungku Chik Pantee Kulu adalah ulama Aceh yang hidup sezaman dengan Teungku Chik Di Tiro dan Teungku Chik Pantee Geulima, diperkirakan beliau lahir tahun 1838. Dalam literatur sejarah nama asli beliau disebut dengan Teungku Muhammad Pantee Kulu yang juga murid dari Teungku Chik M Amin Dayah Cut yang masih paman dari Teungku Chik Di Tiro. 

Saat meletusnya perang Aceh yang paling heroik, rentang 1881-1891, Teungku Chik Pantee Kulu hadir sebagai seorang yang alim dan menguasai kesastraan Arab secara baik, beliau berhasil menggubah satra Arab dari berbagai sumber menjadi sebuah hikayat yang dikenal dengan Hikayat Perang Sabi. Disebutkan, ketika Hikayat Perang Sabil dibaca, maka siapapun yang mendengar bacaan Teungku Chik Pantee Kulu pasti akan segera turun ke kancah peperangan untuk menjemput syahid.

Biasanya Hikayat Perang Sabil dibaca setelah didahului oleh ceramah Teungku Chik Di Tiro. Bila Teungku Chik Di Tiro adalah seorang orator yang ulung dan hebat, maka Teungku Chik Pantee Kulu merupakan pembangkit semangat juang dengan syair-syair yang menggugah yang terdapat dalam Hikayat Perang Sabi.

Lain halnya dengan Al Washliyah, ianya adalah sebuah perkumpulan yang awalnya ditahbiskan nama tersebut oleh ulama besar lulusan Mekkah yaitu Syekh Muhammad Yunus Mandailing. Saat itu beberapa pemuda yang alim seperti Haji Abdurrahman Syihab, Ustadz Arsyad Thalib Lubis dan Haji Ismail Banda meminta nama yang sesuai untuk perkumpulan mereka, sehingga sang ulama Syekh Muhammad Yunus yang juga guru mereka menamakan dengan Washliyah yang bermakna tersambung dengan Allah, dengan makhluk-Nya dan alam sekitar. 

Berdirinya perkumpulan dan organisasi Washliyah sekitar tahun 1930, semasa dengan PERTI Padang yang digagas oleh Syekh Sulaiman al Rasuli dengan beberapa ulama kharismatik Minang lainnnya. Dan yang paling lama menjadi pemimpin Perti adalah Kiyai Haji Sirajuddin Abbas, ulama dan penulis mumpuni. Adapun Washliyah, maka yang paling lama memimpin organisasinya ialah Kiyai Haji Abdurrahman Syihab, dan kedua pemimpin tersebut juga sahabat karib, sebagaimana dinarasikan oleh Kiyai Sirajuddin Abbas dalam bukunya Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i.

Jadi, antara dua sekolah STAI terhubung dengan spirit perjuangan untuk mencerdaskan anak bangsa, dalam semangat persaudaraan, keilmuan, keacehan, dan melanjutkan estafet perjuangan para ulama tempo dulu.

Nb. Siang menjelang sore menyampaikan Kuliah Umum di Aula STAI Teungku Chik Pantee Kulu yang dipimpin oleh Teungku Jamaluddin, MA yang merupakan tokoh yang sangat matang dalam pendidikan, silaturahmi dan pencerdasan anak bangsa.

Beliau dan Para Dosen STAI membersamai penulis dalam kuliah tamu sebagai tindak lanjut MOU antar kedua Sekolah Tinggi tersebut. Semoga berkah

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *