Amsterdam. Jaringansantri. Dalam melakukan dakwah, kita harus mensinergikan dengan upaya tarbiyah, harakah, rohaniah, dan siyasah. Apabila hanya dakwah tanpa berdasar posisi siyasah kita sebagai warga NKRI, maka dakwahnya justru akan menghancurkan kebangsaan yang pada ujungnya merusak kemaslahatan umat yang tentu citra Islam dipertaruhkan. Hal ini disampaikan Gus Milal, panggilan akrab Zainul Milal Bizawie di Masjid al Ikhlas Amsterdam pada Sabtu (26/10) di sela-sela risetnya di Leiden University Library, National Museum of Ethnology, TropenMuseum dan lainnya yang didukung Pusat LKKMO Balitbang Kemenag.

Masjid ini dikelola oleh Komunitas Muslim Indonesia di Belanda yang terhimpun dalam Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME) Al Ikhlas Amsterdam. Mereka adalah komunitas Muslim Indonesia di Belanda yang berpusat di kota kecil di pojok barat Amsterdam, yakni Badhoevedorp. Selain masjid, gedung yang beralamat di Jan van Gentstraat 140, Badhoevedorp ini dijadikan sebagai Pusat Kebudayaan Indonesia (Indonesisch Cultureel Centrum). Gedung ini juga dilengkapi kelas-kelas madrasah, ruang kantor, dan fasilitas mini-seminar. Di antara kegiatannya adalah pendidikan anak-anak dan remaja setiap hari Minggu, istigotsah setiap Sabtu pertama tiap bulan, kegiatan budaya dan olah raga, serta diskusi dan temu budaya. Saat ini sebaga ketuanya adalah Hansyah Iskandar Putera beserta wakilnya Hasanul Hasibuan dengan tokoh sentralnya KH Budi Santoso asal Jombang Jawa Timur, KH Mizan, KH. Dr. Muzakkir dan lainnya.

Menurut Hansyah Iskandar, kesan positif komunitas Muslim Indonesia yang bersifat toleran dan damai sudah banyak dikenal oleh masyarakat Belanda. Beberapa anggota organisasi ini bahkan merupakan orang asli Belanda yang masuk Islam karena pada awalnya tertarik dengan karakter orang Indonesia yang ramah dan terbuka. Para bule Muslim ini memiliki kegiatan pengajian rutin dua mingguan di masjid ini yang dibimbing oleh Ustadz Abdurrahman Mittendorf yang asli Belanda. Dengan gedung sendiri yang telah diresmikan ini, aktivitas dakwah yang kental dengan budaya Nusantara akan semakin berkembang. Hal ini pada akhirnya akan menguatkan citra Islam yang ramah di tengah mobilisasi kebencian kepada Islam oleh sebagian politisi di Belanda.

Hal inilah yang diapresiasi oleh Gus Milal. “Berdakwah di belahan negeri Barat seperti di negeri Kincir Angin ini cukup berat, karena akan menghadapi berbagai tantangan. Karena itu, jangan diperumit dalam keberislaman, karena Islam itu sangat memudahkan hambanya dan tidak menyeramkan. Sampaikan bahwa yang terpenting adalah istiqomah dan ikhlas meskipun amalan kita sedikit misalnya hanya al fatihah atau memberikan kepedulian kepada jamaah lainnya.”

Acara ini kebetulan bersamaan dengan digelarnya tahlil 40 hari sesepuh Masjid al Ikhlas, Bapak H.Soekidjo alm. “Tradisi tahlil inilah salah satu yang diwariskan oleh para ulama pendahulu kita, dan inilah wajah Islam Nusantara, Islam yang melestarikan budaya yang baik karena dengan berkumpul ini kita dapat bermuhasabah sekaligus mempererat kohesi dan soliditas sosial yang dibutuhkan dalam mendapatkan ketenangan dalam beribadah”, tandas Gus Milal.

3 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *