|| Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari Nomor Hadits 1839.
عن ابي هريرة رضي الله تعالى عنه ان رسول الله ﷺ: الصيام جنة، فلا يرفث و لا يجهل، و ان امرؤ قاتله او شاتمه فليقل؛ اني صائم -مرتين-، و الذي نفسي بيده لخلوف فم الصائم اطيب عند الله من ريح المسك، يترك طعامه و شرابه و شهوته من اجلي، الصيام لي و انا أجزي به و الحسنة بعشر أمثالها.
Artinya: Dari Abi Hurairah -semoga Allah meridhai nya, sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda:
Puasa merupakan perisai, maka jangan berkata kotor dan berbuat hal yang bodoh. Jika ada seseorang yang mengajak berkelahi atau mencaci, maka katakanlah; “saya sedang berpuasa” dua kali.
Demi dzat yang jiwaku berada pada kuasanya, sungguh bau mulut orang yang sedang puasa lebih wangi di sisi Allah dari pada wangi misk. Dia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena aku (Allah), puasa itu milikku dan aku yang akan membalasnya, setiap kebaikan akan dilipat gandakan sepuluh kali.
**
Syarh Hadits.
Dalam bahasa Arab, lafadz “junnah” bermakna penghalang atau pelindung.
Para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan pelindung yang dimaksud dalam Hadits tersebut. Dalam riwayat yang lain, dalam kitab Sunan An-Nasai dari hadits ‘Aisyah ada penambahan “dari neraka”, maka lengkapnya puasa tersebut menjadi pelindung dari neraka.
Al-Qadhi ‘Iyadh dalam kitab Al-Ikmal menjabarkan makna dari pelindung sebagai pelindung dari dosa atau neraka atau bisa jadi dari keduanya. Pendapat ini diteruskan oleh Imam Nawawi, namun beliau menegaskan bahwa puasa menjadi pelindung dari dosa sekaligus dari neraka, sebab orang yang jauh dari dosa, juga jauh dari neraka.
Lain lagi dengan Ibnu ‘Abdi Al-Barr dan Ibn Al-Atsir yang memahami puasa sebagai pelindung dari syahwat yang merusak pelakunya.
Adapun Al-Qurtubi, ia memaknainya sesuai dengan tujuan puasa itu sendiri, yaitu menjaga diri dari maksiat dan hal-hal yang tidak layak, oleh karena itu sebaiknya orang yang berpuasa menjaga dirinya dari kegiatan yang dapat merusak pahala puasanya.
**
Ketika hadits menyuruh orang yang berpuasa untuk mengatakan: “saya sedang berpuasa” bagi orang yang mengajaknya berkelahi atau mencacinya, yang dimaksud adalah agar orang yang berpuasa tidak membalas orang tersebut dengan hal yang sama.
Orang yang mengajak berkelahi jangan dibalas dengan perkelahian juga, begitu juga orang yang mencaci jangan dibalas dengan mencaci juga, tapi cukup dengan katakan: “saya sedang berpuasa”.
Ulama berbeda pendapat, apakah pertanyaan: “Saya sedang berpuasa” itu dikatakan dalam hati atau diucapkan dengan lisan?
Imam Al-Matuli menegaskan dengan cukup dikatakan dalam hati. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Imam Ar-Rafi’i.
Sedangkan Imam Nawawi dalam kitab Al-Azkar berpendapat bahwa itu harus diucapkan dengan lisan. Dalam syarah Muhazzab beliau mengatakan bahwa pendapat yang mengatakan cukup dengan hati dan pendapat yang harus diucapkan dengan lisan, keduanya bagus. Namun pendapat yang kedua lebih kuat, dan jika bisa digabung antara lisan dan hati maka lebih baik.
Imam Ar-Rauyani berkata: jika puasanya merupakan puasa Ramadhan makan katakanlah dengan lisan, adapun jika puasa sunnah maka cukup didalam hati.
**
Mulut orang yang berpuasa lebih wangi dari harum misk, bukan berarti orang yang berpuasa tidak membersihkan mulutnya, sehingga makin bau, lalu disisi Allah mulutnya makin wangi. Tidak! Tidak seperti itu.
Potongan hadits itu difahami dengan makna majaz. Yang perlu digaris bawahi adalah wangi disisi Allah bukan berarti wangi berdasarkan penciuman Allah, karena mencium adalah sifat makhluk, maka ia mustahil ada pada dzat Allah.
Para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan makna hadis tersebut:
1.) Imam Al-Maziri mengatakan bahwa itu merupakan majaz. Karena biasanya, setiap ada wewangian maka orang-orang suka mendekatinya, akhirnya lafadz harum itu digunakan untuk menunjukkan bahwa Allah dekat dengan orang yang berpuasa.
2.) yang dimaksud dari hadits tersebut untuk para malaikat, maka artinya para malaikat mencium wewangian mulut orang yang berpuasa lebih wangi dari wangi minyak misk.
3.) makna selanjutnya, ketika di hari kiamat Allah memberikan ganjaran atas puasa tersebut, dan ganjaran tersebut akan mengeluarkan wangi lebih kuat dari wangi misk.
4.) Imam Nawawi dan sekelompok ulama berpendapat, pahala yang didapat oleh bau mulut orang yang puasa lebih banyak dari pada menggunakan minyak wangi ketika menghadiri majlis atau perkumpulan lainnya.
Secara keseluruhan, makna dari lebih wangi itu diartikan dengan ridha nya Allah.
**
“Puasa merupakan milikku, dan aku yang akan memberikan pahalanya secara langsung”.
Para ulama juga berbeda-beda dalam memahaminya, perbedaan ini dihimpun oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar hingga 9 pendapat, bahkan Imam Abu Al-Khair Ath-thaliqani memaparkan 55 pendapat dalam menjelaskan makna hadits tersebut.
Diantara pendapat para ulama adalah pendapat imam Al-Qurtubi yang menyatakan bahwa mayoritas amal kebaikan kadar pahala sudah dipaparkan, dan itu dilipat gandakan hingga 700 kali lipat, kecuali puasa, pahalanya masih dirahasiakan, karena Allah akan memberikan pahala orang yang berpuasa tanpa ukuran.
Makna yang lain, bahwa puasa adalah ibadah yang menggambarkan tabiat malaikat, yang mana malaikat tidak makan dan tidak minum, sehingga pahala yang didapat menjadi sangat besar.
Agar status ini tidak memanjang, maka sebaiknya untuk merujuk kitab Fath Al-Bari secara langsung untuk membaca makna-makna yang lainnya.
___________
Disarikan dari Fath Al-Bari jilid 4 hal 129-136.
___________
Fahrizal Fadhil.
Kairo, 15 April 2021.
No responses yet