Jangan mentang-mentang lebih mulia daripada Iblis, manusia kelewat percaya diri bahwa pasti lebih baik ketimbang “si makhluk dari api” itu. Pada kenyataannya, manusia bisa lebih sadis-bengis daripada Iblis. Si Iblis sendiri malah lebih “manusiawi” atau tampak lebih baik. Nggak percaya? Coba resapi paparan kisah berikut ini.
Sebuah riwayat mengisahkan, suatu ketika saat Nabi Musa AS sedang duduk-duduk, datanglah Iblis mendekatinya. Ia berusaha menghormat kepada Musa dengan meletakkan tutup kepalanya dan memberi salam. Terjadilah dialog di antara mereka.
Musa bertanya tentang identitas sang “tamu”. Iblis menjawab. Musa bertanya lagi soal sesuatu yang ada di kepala Iblis. Dijawab Iblis dengan sebuah penjelasan bahwa itu untuk menarik hati bani Adam (manusia).
Musa pun bertanya lagi, “Perbuatan apakah yang dilakukan oleh bani Adam yang menjadikanmu paling berhasil menggodanya?”
Iblis menjawab, “Jika dia kagum kepada dirinya sendiri, bangga kepada amalnya, dan lupa akan dosa-dosanya.”
Lalu Iblis memberikan tiga poin peringatan kepada Musa. Katanya, “Wahai Musa, aku peringatkan engkau tentang tiga perkara.
Pertama, janganlah engkau berkhalwat dengan perempuan asing (bukan muhrim). Sebab, jika seorang laki-laki berkhalwat dengan perempuan asing, maka akulah yang akan menjadi ‘orang’ ketiganya.
Kedua, jika engkau mengadakan perjanjian dengan Allah, maka penuhilah janjimu itu.
Ketiga, jika engkau telah berniat mengeluarkan sedekah, maka cepat-cepatlah engkau mengeluarkannya kepada orang yang berhak menerimanya. Sebab, jika tidak engkau lakukan segera, maka aku akan memalingkannya darimu.”
Nah, benar kan, ternyata Iblis itu “baik hati”. Dia memberikan penghormatan kepada Musa, memberinya informasi dan peringatan terbuka.
Rupanya dia mempertimbangkan “sopan santun”, menganut “asas transparansi”, dan mematuhi esensi “undang-undang tentang keterbukaan informasi publik”. Sementara kita? Dusta, ingkar janji, dan khianat layaknya makanan sehari-hari.
Yukk… Belajar lagi. Biar nggak rugi!
No responses yet