Islam itu hanya satu. Namun pemikiran Islam dan ekspresi kebudayaan Islam ada banyak menyesuaikan ruang dan waktu. Ada Islam ala Arab dan Islam Nusantara. Ketika digunakan istilah Islam Nusantara, maka yang dimaksud adalah ekspresi keberislaman ala orang Nusantara. Al-Islamu wahidun wal afkar aw tsaqafat al-Islamiyyat muta’didatun.

Saat Islam pertama kali membumi di tengah-tengah kebudayaan Arab, Islam juga meminjam instrumen kebudayaan Arab. Hal ini telah diulas secara detail oleh Dr. Khalil Abdul Karim dalam karyanya yang berjudul al-Judzur al-Tarikhiyyah li Syariah al-Islamiyyah (Akar-akar Kesejarahan Syariat Islam). Syariat Islam, menurutnya, merupakan hasil akulturasi dengan kebudayaan Arab. Oleh karena itu, di saat Islam disebarkan di Indonesia, maka Islam diterima dengan cepat karena masuk melalui jalur kebudayaan kita yang pada proses berikutnya membentuk ragam tradisi Islam khas Nusantara.

Orang-orang yang menolak Islam Nusantara biasanya hanya melihat Islam dengan kaca mata kuda bahwa Islam itu monolitik, tunggal. Padahal Islam itu memiliki banyak wajah (ta’dudul awjuh/many faces).

Istilah Islam Nusantara juga bukan bermaksud mereduksi Islam, namun justru menunjukkan kekayaan kebudayaan di dunia Islam. Orang-orang yang menolak Islam Nusantara biasanya gagal paham terhadap relasi antara agama dan kebudayaan (al-‘alaqah bayna al-din wa al-tsaqafah). Makanya, ayo mondok….

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *