Berbicara  peran  habib  di Nusantara, tidak bisa lepas dari  peran  habib  yang  satu ini.   Ia   bukan    hanya    dikenal   ‘alim   dan menjadi    Mufti    Batavia    pada     masanya, namun  sampai  hari ini kitab-kitabnya  masih terus dikaji di mana-mana.

Ia adalah Habib Usman bin Abdullah Bin Yahya. Lahir di Pekojan, Jakarta, pada  17 Rabiul Awal 1238  H (1822 M). Ayahnya,  Habib  Abdullah  bin  Agil  bin Umar bin Yahya.  Sedangkan ibunya  adalah Asy-Syaikhah   Aminah   binti  Abdurrahman Al-Mishri. Pada  usia tiga tahun,  ketika ayahnya kembali  ke Mekah,  ia diasuh oleh  kakeknya,   Abdurrahman  al-Misri,  yang  mengajarinya  dasar-dasar ilmu agama, bahasa Arab dan ilmu falak.

Ia  wafat  pada   1331  H  (1914  M), jenazahnya  dimakamkan di  TPU Karet, Jakarta. Namun  di kemudian hari, saat  ada  penggusuran makam  pihak keluarga  berusaha  memindahkan tanah   kuburnya   ke  Pondok   Bambu.   Kini makamnya kerap diziarahi para peziarah.  Terletak di sebelah selatan masjid Al- Abidin, Pondok  Bambu,  Jakarta  Timur.

Belajar ke Banyak Negara

Pada  usia 18 tahun  ia menyusul ayahnya ke Makkah dan  belajar  ilmu agama   dari  sejumlah  ulama di tanah  suci.  Di antara   gurunya  adalah Sayid Ahmad   Zaini  Dahlan  yang  buku-bukunya hingga  kini  banyak   diajarkan   di berbagai  pesantren.

Tujuh tahun  di Mekah, Habib Usman kemudian belajar ke Hadramaut. Di  sini  selama  beberapa  tahun   ia  belajar   pada   para   ulama  setempat   di antaranya, Habib  Abdullah  bin  Husin  bin Thahir,  Habib  Abdullah  bin Umar bin Yahya, Habib Alwi bin Saggaf Al-Jufri, Habib Hasan  bin Sholeh Al-Bahar.

Kemudian  ia kembali ke Mekah dan  terus ke Medinah.  Antara  lain, ia menuntut ilmu pada  Syekh Muhammad Al-Azab pengarang kitab Maulid Azab yang banyak dibacakan pada  acara-acara maulid di Indonesia.

Selepas  dari menuntut ilmu di Hadramaut, keinginannya untuk  selalu menuntut ilmu seakan  tak pernah  pupus  dan  luntur. Habib  Usman  kemudian meneruskan perjalanannya ke Mesir dan  belajar di Kairo selama  8 bulan. Dari Kairo lalu meneruskan perjalanan ke Tunisia dan  berguru  kepada Asy-Syaikh Abdullah Basya.

Ia  melanjutkan  ke  Aljazair dan  berguru  kepada Asy-Syaikh Abdurrahman Al-Maghrabi. Ia juga melakukan  perjalanan ke Istambul, Persia, dan  Syria. Setelah  itu kemudian kembali ke Hadramaut. Dalam perjalanannya ke  beberapa negara  tersebut,  beliau  banyak  mendapatkan berbagai  macam ilmu, seperti Fikih, Tasawuf, Tarikh, ilmu Falak, dan lain-lain.

Di negara-negara Afrika Utara itu ia memperdalam ilmu syariah. Kemudian meneruskan perantauannya ke Siria menemui para ulama di negara tersebut,  sebelum meneruskan perjalanannya ke Turki, yang  masih  berbentuk kesultanan.

Pada  1862  H (1279  M), ia kembali ke Batavia  (Jakarta)  dan  menetap disana.  Di Batavia  ini, ia diangkat  menjadi  mufti menggantikan Syeikh Abdul Ghani,   mufti  sebelumnya  yang   telah  lanjut  usia.   Pada   tahun   1899-1914 diangkat   sebagai   Adviseur   Honorer   untuk   urusan   Arab   di   kantor   Voor Inlandsche Zaken.

Produktif Berkarya

Salah  satu  yang  menjadi  pembeda Habib  Usman  dengan ulama lain pada    saat   itu   adalah,   di   samping   rajin   menulis,   ia   mendirikan    sendiri percetakan  yang   dikenal  dengan  percetakan  batu,   karena   klise/negatifnya masih dibuat  dengan batu.  Hasil dari usaha  percetakannya itu untuk hidupnya sehari-hari  bersama keluarga.

Di  majelis  taklimnya  berdatangan  masyarakat  dari   segala  penjuru Jakarta   dan   sekitarnya,   termasuk   para   ulama.  Di  antara   muridnya   adalah Habib  Ali  al-Habsyi,  pendiri  majelis  taklim Kwitang yang  hingga  kini masih beraktivitas, diteruskan  cucunya,  Habib Abdurahman.

Ada lebih dari 116 karyanya,  di antaranya ialah Adab al-Insan, al-Qawanin   as-Syar’iyyah   li  Ahli   al-Majalis  al-Hukmiyyah   wa   al- Iftaiyyah, Al-Qur’an Wa ad-Dua, An-Nashihat  al-Aniwah, As-silsilah an Nabawiyah, At-Tuhfat al-Wardiah, Ath-Thariq ash-Shahihah, Atlas Arabi, Bab al-Minan, Buku Pelajaran Bahasa  dan Ukuran Benda, Cempaka Mulia, Gambar  Makkah dan Madinah, Hukum Perkawinan, I’anatut Mustarsyidin, Ilmu Falak, Ilmu Kalam, Iqazhuniyan fimaa yat ‘alqu bilahillah was Shiyam, Irsyad al-Anam, Ishlah al-Hal, Jam’al-Fawaid, Kamus Arab Melayu, Keluarga, Khawariq al-adat, Khutbah Nikah, Kitab al-Faraid, Kitab al-Manasik, Maslak al-Akhyar, Maslakul Akhyar, Membahas  Al-Qur’an dan kesalahan dalam berdoa, Muthala’ah, Nafais an-Nihlah, Perhiasan, Ringkasan Hukum Pengunduran Diri Istri Secara Sah, Ringkasan Ilmu Adat Istiadat, Ringkasan Seni Membaca  Al-Qur’an, Ringkasan Seni Menentukan Waktu Sah untuk Shalat, Ringkasan Tata Bahasa  Arab, Ringkasan Undang-Undang Saudara Susu, Ringkasan Unsur Unsur Doa, Risalah Dua Ilmu, Sa’adal al-Anam, Saghauna Sahaya, Sifat Dua Puluh, Silsilah Alawiyah, Soal Jawab  Agama, Ta’bir Aqwa’adillah, Taudhih  al-Adillah, Terjemah  Rukun Islam, Thariqussalamah minal Khusran wan Nadamah, Tujuh Faedah, Zahr al-Basim dll.

Sumber :  Buku 27  HABAIB  BERPENGARUH DI BETAWI: Kajian Karya  Intelektual dan Karya  Sosial Habaib Betawi dari  Abad ke-17 hingga Abad ke-21, Editor:  H. Rakhmad Zailani  Kiki, S.Ag, MM, diterbitkan oleh :  JAKARTA ISLAMIC CENTRES

Wawancara Fathurrahman Karyadi (periset) bersama Habib Alwi bin Yahya, keturunan ke-5 Habib Usman Bin Yahya.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *