Berkeluarga

Setelah belajar sekian tahun di pesantren Tebuireng, Habib muda ingin mengamalkan ilmunya dan menyempurankan agamanya dengan menikah. Nikah merupakan salah satu sunnah Rasulullah. Dengan nikah akan melahirkan anak yang nantinya akan beribadah kepada Allah SWT dan menegakan kalimat Allah.

Istri merupakan salah satu dari taqdir tuhan. Walaupun bagaimana usaha seseorang untuk mendapatkannya, kalau memang tidak jodohnya, tidak akan bisa. Begitu pula yang di alami oleh Kyai Habib. Pada awalnya beliau ditawari oleh Bu Nyai Khodijah Hasyim beberapa gadis pilihan. Tapi pada akhirnya tidak jadi, karena tidak jodoh. Hal itu terulang sampai dua atau tiga kali. Semua tidak jadi. Lagi-lagi yang bermain di balik ini adalah taqdir tuhan.

“Jika seseorang bersungguh sungguh, pasti dia akan berhasil”, kata pepatah arab. Setelah sekian kali mengalami kegagalan dalam mencari jodoh, akhirnya beliau menemukan gadis, cantik, dan sholihah. Dia juga adalah gadis pilihan dari Bu Nyai Khodijah Hasyim. Gadis itu berasal dari ujung barat kota Jombang, yaitu Dusun Juwet Desa Glagahan Kecamatan Perak Kab. Jombang. Setelah ta’aruf dilaksanakan lah acara yang sakral, pengikatan janji suci antara dua mempelai suami istri, yaitu acara akad nikah.

Setelah dilaksanakan akad pernikahan, Kyai Habib diminta mertuanya untuk tinggal di rumah sang istri. Guna untuk mendakwahkan ajaran agama Islam kepada masyarakat desa Juwed. Oleh mertuanya kyai Habib diberi tanggung jawab untuk mengurus masjid. Masjid itulah yang akan menjadi ladang dakwah beliau.

Mempunyai permata hati merupakan anugrah tuhan، sekaligus itu adalah titipan dari Allah. Anak ini juga yang akan menolong kedua orang tua nya nanti kelak di hari kiamat. Karena termasuk shodaqoh jariyah adalah anak soleh yang selalu mendoakan kedua orang tua. Kyai Habib mendidik semua putra putrinya untuk selalu menjadi orang yang baik, baik akhlaknya, juga baik agamanya.

Kasih sayang, perhatian, dan saling memahami itu kunci dari keharmonisan hubungan rumah tangga. Keharmonisan ini akan membuahkan ketentraman, kedamaian, dan kebaikan seluruh anggota keluarga. “Wong wedok itu dari tulang rusuk, bengkok. Kudu sabar dan alus. Kalau keras akan patah” pesan romo kyai Habib.

In frame:

1. Kyai Habib dengan istri

2. Kyai Habib dengan putranya

3. Masjid yang diasuh beliau

Pekerja keras

“Nak kalau kamu jadi guru dosen, atau kiyai, kamu barus tetap punya usaha sampingan.. Biar hatimu tidak selalu mengharap pemberian atan bayaran dari orang lain. Karena usaha dari basil keringatmu sendiri itu barokah” nasihat Mbah Moen. Bekerja mencari maisyah yang halal merupakan hal yang dianjurkan oleh Agama. Banyak sekali teks hadis yang menjelaskan tentang keutamaan bekerja. Harta yang paling baik adalah hasil dari jerih payahnya sendiri, demikian kata hadis.

Selain kyai Habib seorang yang terhadap cinta ilmu, beliau juga seorang pekerja keras. Banyak sekali pekerjaan yang beliau lakoni ketika di masa mudanya. Beliau pernah berdagang serta menjadi tukang reparasi jam di salah satu pasar di Jombang, juga pernah membuat usaha ternak dan pembuatan genteng atau batu bata, dan pekerjaan-pekerjaan halal yang lain. Semua beliau lakoni semata-mata untuk mencari nafkah keluarga dan untuk berjuang mengembangkan masjid dan madrsah yang beliau bina.

Orang alim bekerja mencari maisyah itu tidak akan mengurangi derajat-nya. Justru akan mengangkat derajatnya, karena dia meniru jejak nabi yang mana beliau adalah seorang pekerja keras. Hadrotusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari setiap hari Selasa beliau meliburkan pengajiannya, karena pada hari itu beliau bekerja mengurus ladangnya di Jombok.

Dengan bekerja mencari nafkah, otomatis dia menjaga marwah diri dari mengharap pemberian orang lain. Mengharapkan pemberian orang lain, apalagi meminta kepada orang lain adalah salah satu hal yang dibenci dalam agama Islam. Islam mempunyai prinsip, tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.

Haji dan Nama “Ahmad”

Rukun Islam yang ke lima adalah menunaikan ibadah haji bagi orang yang mampu melaksanakan nya. Tidak semua orang mampu untuk melaksanakan ibadah haji di makkah. Kalau bukan karena panggilan nya Allah tak mungkin orang bisa melaksanakannya, sekalipun orang mampu. Kyai Habib diberi fadhol atau anugrah dari Allah untuk bisa menyempuranakn rukun Islam nya, dengan pergi haji ke Baitullah al-haram. Dengan bekal dan kesehatan yang cukup, kyai Habib pergi ke kota suci, demi melaksanakan Haji.

Orang yang dahulu ketika sudah melaksanakan ibadah haji, banyak dari mereka mengganti namanya. Yang asalnya nama kuno, diubah menjadi nama dari bahasa Arab. Yang asalnya namanya artinya jelek, diubah menjadi nama yang memiliki makna yang baik. Karena mana seseorang itu adalah do’a, maka memberi nama yang baik merupakan doa kebaikan kepada diri anak. Ajaran Islam juga mengajarkan orang tua untuk memberi nama yang baik untuk anak-anaknya. Seperti KH. Ahmad Dahlan, sebelum melaksanakan ibadah haji nama beliau adalah “Darwis”. Setelah beribadah berganti namanya menjadi “Ahmad Dahlan”. Hal itu banyak dilakukan oleh orang zaman dulu ketika beribadah Haji.

“Habib” adalah nama yang diberikan orang tuanya kepada Kyai Habib. Kata “Habib” (حبيب) yang memiliki makna Isim Maful (محبوب), mempunyai arti kekasih, bunga hati, pelita hati. Nama ini adalah harapan orang tua kepada anaknya, semoga kelak menjadi orang yang dicintai banyak orang karena kebaikannya.

Kyai Habib di saat melaksanakan haji di Baitullah al-haram. Di sana beliau bertemu dengan Sayyid, keturunan dari Rasulullah. Beliau berkata kepada yai, “Siapa namamu?”, “Habib ya Sayyid”, Jawab Kyai Habib. “Tambahi namanya dengan “Ahmad” kata sayyid itu. Setelah itu beliau menambahi namanya dengan “Ahmad”. Maka nama resmi Kyai Habib menjadi “Habib Ahmad”. Nama “Habib” adalah pemberian orang tua, sedangkan nama “Ahmad” adalah pemberian sayyid. Ahmad sendiri adalah salah satu nama nabi Muhammad.

Setelah melaksanakan Haji, nama resmi beliau menjadi “Habib Ahmad”. Dan beliau sendiri sangat suka dengan nama ini, karena beliau sebagai pencinta Nabi Muhammad. nama tersebut memiliki arti “Kekasihku adalah Ahmad atau Nabi Muhammad”.

Ngaji sohihain

Setiap pesantren di Indonesia memiliki ke-khasannya masing-masing. Ada pesantren yang fokus kajiannya kitab Fiqih, ada yang kitab Nahwu Shorof, ada yang Tasawuf, ada yang tafsir, juga ada yang fokusnya kitab Hadist. Semua itu tergantung keilmuan yaang dikuasai kyainya.

Hadrotusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari yang menonjol dari penguasaan keilmuannya adalah dalam bidang Hadis. Tidak dipungkiri dalam ilmu-ilmu yang lain juga menguasai. Ilmu hadits yang beliau peroleh dari Syaikh Mahfudz Termas, beliau “getok tularkan” kepada santri-santrinya di Tebuireng, dengan mengkaji kitab-kitab Hadits. Salah satu kitab hadits yang beliau Istiqomahkan membacanya di bulan Ramadhan adalah kitab Sohih Bukhori dan Sohih Muslim.

Tradisi ini dilanjutkan oleh menantu beliau, KH. Idris Kamali dengan sistem sorogan. Setelah Kyai Idris meninggalkan Tebuireng tahun 1972, lalu pengajian ini diteruskan oleh santri Hadrotusy Syaikh yang berasal dari Cirebon, KH. Syansuri Badawi. Beliau mengampu dua kitab ini sampai akhir tahun 90-an. Karena usia yang semakin sepuh, KH. Syansuri memutuskan tidak membaca Sohihain lagi. Akan tetapi beliau membaca kitab-kitab buah tangannya sendiri. Seperti, Ilmu Faroid, Ilmu Usul Fiqh, dan Munakahat. Sempat vakum beberapa tahun pengajian kitab keramat ini. Akhirnya cucu Hadrotusy Syaikh, Gus Ishom memutuskan untuk membacanya. Kitab yang dibaca kala itu Sohih Muslim. Dan itu hanya satu kali saja. Setelah itu vakum kembali. Banyak Kyai yang ditawari untuk membacanya, akan tetapi semuanya enggan. Karena materinya yang banyak, juga bahasa Hadis itu agak sulit. Kyai Mustain termasuk kyai yang ditwari membaca Sohihain. Beliau sanggup kalau membaca Sohih Muslim, tetapi kalau Sohih Bukhori tidak sanggup.

Pada akhirnya pengasuh Tebuireng, KH. Yusuf Hasyim sowan ke kediaman Kyai Habib Ahmad di Perak. Beliau memohon Kyai Habib untuk membaca kitab Sohihain. Awalnya beliau agak menolaknya, karena ini perintah pengasuh juga guru beliau. Akhirnya beliau menyanggupi untuk membacanya. Tepat pada tahun 2000an Kyai Habib membaca kitab Sohihain di Masjid Tebuireng.

Penulis mengikuti pengajian kilatan tersebut pada tahun 2014 dengan kitab Sohih Muslim juz 2. Pada tahun 2015 dengan kitab Sohih Bukhori juz 1 dan 2. Tahun 2016 dengan kitab Sohih Bukhori Juz 3 dan 4. Tahun 2017 dengan kitab Sohih Muslim juz 1 dan 2. Mulai pada tahun 2018 kesehatan beliau agak terganggu, jadi kitabnya belum sempat khatam. Pada tahun 2019 melanjutkan kitab tahun lalu. Dengan keadaan beliau yang semakin sepuh dan sakit. Akhirnya pengajian Sohih Bukhori dilanjutkan oleh sahabat beliau, KH. Kamuli Khudori hingga saat ini.

Adapun kiat-kiat khusus Kyai Habib dalam membaca kitab Shahih Bukhari Muslim, yaitu pada awalnya beliau berpuasa beberapa hari lalu minta ilmu kepada Allah. Dan setiap akan ngaji, beliau selalu mengirimkan hadiah fatihah untuk Kyai Hasyim dan guru-guru beliau.

Njuwed, depan kediaman romo Kyai Habib Ahmad. 01/10/20 M|14/02/42 H.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *