Oleh : Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama RI Periode 2014-2018)*

Di tengah maraknya pendidikan sekuler ala Barat, pesantren tetap mempertahankan jati dirinya sebagai produk original dari bangsa ini. Pondok pesantren selalu hadir dalam kehidupan masyarakat dan selalu mencetak generasi untuk kemajuan bangsa dengan dilandasi keikhlasan dalam perjuangannya.

Ciri khas dari pendidikan pesantren ialah tidak hanya berhenti pada kajian keagamaan, tapi juga menyentuh kepada kesadaran sosial. Keberhasilan Pendidikan pesantren terutama terkait kajian keagamaan bukan hanya sebatas konsepsi saja. Namun, pesantren selalu mempraktikkan dan bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat sekitarnya.

Oleh karena itu, tidak heran jika Prof. KH. Saifuddin Zuhri dalam salah satu bukunya, “Berangkat dari Pesantren”, dengan tegas menunjukkan kebanggaannya terhadap pesantren dan guru-gurunya. Belajar di pesantren juga dapat mengangkat martabat bangsa.

Di tengah maraknya pendidikan sekuler ala Barat, pesantren tetap mempertahankan jatidirinya sebagai produk original dari bangsa ini. Pondok pesantren selalu hadir dalam kehidupan masyarakat dan selalu mencetak generasi untuk kemajuan bangsa dengan dilandasi keikhlasan dalam perjuangannya.

Ciri khas dari pendidikan pesantren ialah tidak hanya berhenti pada kajian keagamaan, tapi juga menyentuh kepada kesadaran sosial. Keberhasilan Pendidikan pesantren terutama terkait kajian keagamaan bukan hanya sebatas konsepsi saja. Namun, pesantren selalu mempraktikkan dan bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat sekitarnya.

Oleh karena itu, tidak heran jika Prof. KH. Saifuddin Zuhri dalam salah satu bukunya, “Berangkat dari Pesantren”, dengan tegas menunjukkan kebanggaannya terhadap pesantren dan guru-gurunya. Belajar di pesantren juga dapat mengangkat martabat bangsa.

Sangat banyak yang kita bisa teladani dari Prof. KH. Saifuddin Zuhri. Bagi saya, beliau bukan hanya seorang ayah yang peduli dan bertanggung jawab dalam keluarga, tetapi juga seorang guru dan pejuang kemerdekaan yang layak diteladani. Prof. KH. Saifuddin Zuhri (1919-1986) selain pernah menjadi Menteri Agama pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, ia juga dikenal sebagai seorang wartawan, pejuang, politisi, dan ulama.

Hampir seluruh hidupnya didedikasikan penuh untuk negara dan bangsanya melalui berbagai medan dan media. Sejak usia muda dia sudah terlibat langsung menjadi bagian tak terpisahkan dari proses perjuangan membangun bangsanya.

Republik ini didirikan oleh orang muda. Prof. KH. Saifuddin Zuhri berperan penting dalam komunitas perjuangan bangsa pada usia yang masih muda. Semangat belajar dan jiwa kepeloporannya di lingkungan organisasi pemuda GP Ansor dan NU mampu membuka cakrawala dan langkah kakinya dari pesantren yang berada nun jauh di sebuah kawedanan Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah, melesat dengan cepat ke pentas nasional.

Ketekunannya dalam mengasah potensi yang dimiliki tidak hanya mendorongnya menjadi sekadar guru madrasah atau pengarang lokal, tetapi meningkat menjadi guru bangsa dan kolumnis nasional. Kepribadiannya yang sangat kental sebagai santri yang berintegritas menjadi rujukan anak bangsa.

Pada usia yang terbilang muda, yaitu 35 tahun, Prof. KH. Saifuddin Zuhri menjabat Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merangkap Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Duta Masyarakat serta anggota Parlemen Sementara. Presiden Soekarno mengangkatnya menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI pada usia 39 tahun, lalu mengangkatnya menjadi Menteri Agama ketika berusia 43 tahun.

Sebagai santri, beliau menunjukkan sikap tawadlu terhadap guru-gurunya. Hubungan mereka adalah hubungan guru-murid yang sangat personal dan sarat kesetiaan. Hal ini beliau tunjukkan ketika diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Agama. Beliau meminta pendapat terlebih dahulu kepada tokoh NU, khususnya K.H. Wahab Chasbullah dan K.H. Idham Chalid. Di dunia politik pun beliau tetap menunjukkan akhlak dan sopan santun sebagaimana yang diajarkan di pesantren.

Beliau bertemu dengan K.H. Wahib Wahab dan mencari tahu kenapa Bung Karno memilih dia untuk menggantikannya yang mundur sebagai Menteri Agama. Setelah bertemu dengan tokohtokoh tersebut dan semua mendukung, barulah Prof. KH. Saifuddin Zuhri bersedia menerima penunjukannya sebagai Menteri Agama. Pada periode kepemimpinannya sebagai Menteri Agama inilah, dunia pendidikan tinggi Islam berkembang pesat. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) tumbuh di sembilan provinsi, dan beberapa cabang di kota/kabupaten.

Atas jasa dan pengabdiannya yang luar biasa pada pengembangan agama Islam, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mewisudanya menjadi Guru Besar Luar Biasa dalam bidang dakwah pada usia 45 tahun. Semua usaha ini saya kira dapat dilihat dari pemahaman beliau tentang hakikat pendidikan. Karena seorang guru yang mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan, sejatinya ia juga sedang mendidik diri sendiri.

Sampai di sini, buku “KH. Saifuddin Zuhri: Mutiara dari Pesantren” karya saudara Rohani Shiddiq ini sangat tepat untuk diapresiasi. Sebagai Menteri Agama yang sekaligus putra KH. Saifuddin Zuhri, saya menyambut baik usaha penerbitan buku ini yang menandakan anak-anak muda mau membuka kembali dan mengambil manfaat dari sejarah perjuangan para pendahulunya. Usaha penulis buku ini dalam menghimpun sejarah pemikiran dan gerakan pendidikan KH. Saifudin Zuhri harus didukung secara penuh. Karena kita sebagai santri, sudah seharusnya mengenang dan meneladani perjuangan para kiai.

Buku ini memberikan tinjauan khusus riwayat perjuangan Prof. KH. Saifuddin Zuhri dalam bidang pendidikan. Bagian ini diangkat dan disusun dengan baik sebagai pemikiran beliau tentang pendidikan. Mulai dari pendidikan anak sampai peran besar Prof. KH. Saifuddin Zuhri dalam memajukan pendidikan Islam di tingkat nasional. Dari membaca buku ini diharapkan masyarakat dapat mengambil pelajaran bagaimana mendidik anak dengan baik.

Dari membaca buku ini pula generasi muda kita dapat meneladani keikhlasan dan kesabaran beliau dalam menjalani setiap langkah perjuangan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara umum, buku ini dapat melengkapi upaya kita agar pemikiran, sikap, dan perjuangan Prof. KH. Saifuddin Zuhri dapat terus menjadi inspirasi bagi seluruh anak bangsa dalam mengarungi bahtera kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Sudah sepantasnya kita juga ikut berjuang untuk bangsa ini. Tentunya sesuai dengan kemampuan, latar belakang, dan lingkup tugas dan tanggung jawab kita masing-masing.

Jakarta, April 2015

Pengantar Buku “KH. Saifuddin Zuhri: Mutiara dari Pesantren” karya saudara Rohani Shiddiq. Penerbit Pustaka Compass. Cp. 081384478968 (Lia)

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *