Beliau asli dari Sidoarjo. Tahun kelahirannya kata mbakyunya  adalah sepulang  ibu dan mbakyunya dari  mengungsi  ke Banyuwangi karena perang 10 Nopember 1945. Jadi sekitar tahun 1945/1946. Abahnya bernama Kiai Abdul Muin yang merupakan pasukan Hizbullah dengan komandannya Kiai Masykur, Malang.

Pengasuh Pesantren Sabilur Rosyad Sidoarjo ini  pernah mondok di Tambakberas pada tahun 1962 sampai 1970. Beliau bersekolah di MWB (Madrasah Wajib Belajar) Tambakberas. MWB  ini selanjutnya berubah  nama  menjadi AUSAT (Angkatan Utama Santri Tambakberas). Setelah dari Tambakberas, beliau  melanjutkan  mondok ke Babakan, Ciwaringin, Cirebon yang saat itu kiainya adalah Kiai Masduki dan Kiai Amin.

Kiai Amiruddin yang puluhan tahun istiqomah puasa Daud hingga saat ini, pada bakda Jumat kemarin, saat saya datang telah banyak tamu-pasien yang sowan. Tapi karena putrinya adalah teman akrab istri saya, maka ada kemudahan. Diskusi khusus di ruang khusus.

Kiai Amiruddin berkisah bahwa dahulu Kiai Nasrullah bin Abdurrahim  dan Kiai Yahya bin Abdul Hamid Tambakberas sering menginap di rumah beliau.  Gus Dur pun juga pernah mampir.

***

Mbah Kiai Wahab pernah bercerita kepada para santri bahwa Mbah Kiai  Hamid (adik Mbah Wahab) mengingatkan  agar Mbah Wahab jangan di Jakarta terus. Saat itu Mbah Wahab juga menyambung kisahnya dengan menjelaskan bahwa adiknya ini (Mbah Hamid) kalau niat sholat berulang ulang, was was. Demikian pula saat wudlu lama sekali sehingga pernah diceburkan ke kamar mandi oleh Mbah Wahab.

 Saat Mbah Wahab di Tambakberas, beliau mengaji kitab  Minhaj, Riyadus Sholihin, Iqna  dan Bughyah yang bertempat di ndalem beliau. Kalau mengaji Tafsir Jalalayn di masjid. 

Kependekaran Kiai Wahab juga dikisahkan oleh Kiai Amiruddin. Mbah Wahab berkata bahwa ketika beliau mukim di Makkah, pernah ditendang mukanya oleh Badui di Masjidil Haram sampai membuat gerahamnya penceng. Mbah Wahab dengan cepat mengembalikan geraham. Setelah itu, Badui dipukul badannya sampai tangan Mbah Wahab masuk ke badan Badui hingga membuat remuk tulang iganya. Setelah Badui tidak berdaya, Mbah Wahab menulis di  lantai Masjidil haram yang masih belum beralas marmer dengan kalimat  “Pendekar Jawa”.

Saat Kiai Wahib Wahab terkena masalah besar (baca kisahnya di  buku Tambakberas), dan saat jelang Gestapu, Mbah Wahab menabuh kentengan dari besi pada malam hari agar para  santri berkumpul untuk berdoa secara bergantian dengan membaca Burdah, Dalail, Sholawat Masyisyiyyah,  Hizbul Bayumi. Selanjutnya ditutup  dengan doa Hizib Nashor dan kadang ditambahi doa Hizib Dauril A’la.

Pengalaman lain Kiai Amiruddin. Saat itu, di pondok putri sering terjadi kesurupan. Anehnya, hanya santri putri dari Bangil (asal Bunyai Wahab) saja yang kesurupan. Mbah Wahab menyuruh santri putra membacakan sholawat  Masyisyiyyah. Selanjutnya para jin dimasukkan ke sapu tangan, lalu Mbah Wahab menyuruh Gus (Kiai) Sholeh untuk meletakkannya di sungai Tambakberas.

Kiai  Wahab kalau menyuruh puasa 3 hari  biasanya dimulai dari  Selasa, dan berakhir pada Kamis. Kalau puasa  7 hari dimulai pada hari Jumat berakhir pada Kamis. Kalau 11 hari dimulai pada hari Senen dan berakhir Kamis. Kalau 40 hari  dimulai pada hari  Ahad berakhir pada hari Kamis. Pada malam  Jumatnya disuruh memperbanyak amalan yang ditirakati. 

Saat buka puasa, Mbah Wahab kadang menyuruh agar nasi yang sudah masak disiram dengan air tawar sebanyak  tujuh kali. Pernah juga saat Kiai Amiruddin puasa Dalail, pada malam Jumatnya setelah sholat hajat  disuruh  masuk kolam (blumbang) di sebelah timur pondok induk sedalam leher sambil kepalanya diikat kain yang diberi oncor seraya membaca Dalail sampai selesai.

***

Kiai Amiruddin saat mondok di Babakan mendapatkan kisah dari Kiai Amin. Kiai Amin adalah santrinya Syaikhona Kholil, Bangkalan. Suatu saat, ada  jamaah  Kiai Amin yang sakit. Lalu dibawa ke Syaikhona Cholil  dengan ditandu dari Ceribon menuju Bangkalan selama 17 hari. 

Sesampai di Ndalem Syaikhona  Cholil, Kiai Amin berulang-ulang “uluk salam” (mengucap salam). Tiada jawaban, dan saat terakhir salam, Syaikhona Cholil  keluar membawa clurit sambil berteriak,  “Sengak” (awas). Sontak Kia Amin dan  para penandu serta seorang  jamaah yang sakit  lari terbirit birit. Ajaibnya yang sakit langsung sembuh. Kata Kiai Amin kepada Kiai Amiruddin, “Itulah salah satu karomah Syaikhona Cholil.”

Kepada seluruh kiai yang disebut di atas, lahumul Fatihah. Semoga ilmunya bisa lumeber kepada anak turun dan santri kita.

***

Foto Kiai Amiruddin, saya dan istri

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *