Suatu sore, saya, istri dan anak-anak sowan ke Mbah Jad (85 tahun) di Pengkol, Warujayeng, Nganjuk. Beliau adalah santri paling sepuh Lirboyo dari Nganjuk selain Mbah Dalhar Cepoko. Karena sowan saya sore, maka saya berkata mau pamit setelah minta barokah doa. Ternyata Mbah Jad menahan kami dan bilang agar nanti saja pamit kalau mau adzan Maghrib. Lalu Mbah Jad berkisah banyak hal.
Mulai dari saat Ramadhan lalu yang ngajinya malah penuh dihadiri masyarakat hingga ke pelataran. Alhamdulillah pada Ramadhan lalu bisa membaca tiga kitab walau ada yang belum khatam.
Mbah Jad juga menekankan agar kita tiap hari sodaqoh walau “hanya” doa. Lebih baik lagi diiringi sodaqoh harta kepada orangtua, para guru, anak yatim lalu orang fakir miskin.
Beliau yang alim dan sangat lama di Lirboyo, bahkan pernah mengajar Yai Said Aqil Siradj saat di Lirboyo ini merasa bodoh. Ucapannya ini diulang dua atau tiga kali. Inilah tipe kiai antik yang saya sambung. Padahal santrinya tersebar se Indonesia. Banyak orang datang dan meminta macam-macam doa. Untuk hal ini (permintaan doa yang macam-macam) Mbah Jad sambil guyon berkata, “Orang-orang minta doa macam-macam keperluan, ya saya layani. Ada juga minta doa agar dapat jodoh ya saya beri, walau saya gong (tidak atau belum) rabi (nikah).” Lalu diikuti tawa khas Mbah Jad, sayapun juga ikut tertawa.
Mbah Jad juga bercerita ngrowotnya dimulai sejak di Lirboyo. Jadi hingga sekarang tetap ngrowot dan sudah gak pernah merasakan nasi. Makanan ngrowotnya Mbah Jad adalah ketela (pohong atau ubi jalar), labu, waluh, wortel, terong dan kulupan (sayuran).
Mbah Jad juga bicara bahwa korona adalah takdir yang harus kita terima. Lalu beliau bicara tentang penyakit yang macam macam yang katanya kalau sakit belum tiga hari gak usah langsung berobat, karena kalau tidak berobat dulu akan menghapus dosa. Mbah Jad juga bilang belum pernah suntik kecuali saat mau haji dulu untuk divaksin.
Selanjutnya Mbah Jad memberi satu buku doa khusus untuk penangkal korona yang agar disebarkan ke masyarakat. buku doa 9 halaman ini berisi sholat tolak penyakit, amalan amalan lain bahkan ada rajah juga, lihat foto.
Lalu awasnya apa contohnya. Kalau ingin tahu akan saya beritahu. Hampir setiap saya datang, Mbah Jad beberapa kali menunjukkan “kode” ke saya yang bagi hadirin tidak tahu.
Agar lebih tahu contohnya, saya pun nunggu Mbah Jad wiridan bakda sholat asar sampai jam 5, maka saya bacakan fatihah tiga kali. Lalu saya masuk ruang tamu menemui beliau dan diberi buku doa, Mbah Jad berpesan kalau tawasul ya ke Mbah Jad lalu ke malaikat Jibril. Selanjutnya Mbah Jad berkata, “Sampean sekeluarga tiap hari saya bacakan fatihah 100 kali.” Lalu saya selingi, “Tadi saya juga membacakan Fatihah ke Jenengan.” Eh Mbah Jad menyahuti, “Bacamu cuma tiga kali saja, lha saya 100 kali.”
Kalau masalah keawasan seperti Mbah Jad, saya tidak heran karena beberapa kiai atau para ahli tirakat biasanya memang begitu. Hal yang tidak saya sangka adalah saat saya bilang bahwa kami sedang mengumpulkan doa dengan sanad sambung ke para kiai sepuh Tambakberas. Mungkin Mbah Jad pernah dapat ijazah doa dari Mbah Kiai Wahab. Eh Mbah Jad malah bertanya sudah berapa doa yang terkumpul?, lalu beliau berpesan kalau sudah dicetak agar dikirimi. Tentu bagi kami, ini sebagai support penting.
No responses yet