Para ahli hadits setelah abad ke-10 H, membuat inovasi baru; yaitu menulis sebuah kitab yang mengumpulkan awal hadits dari setiap kitab-kitab hadits induk, dengan tujuan agar thalib ilmi hadits dapat mengenal nama-nama kitab tersebut, dan awal hadits dari setiap kitabnya.

Karena dengan mengenal nama-nama kitab hadits tersebut, dan mengetahui awal hadits dari setiap kitabnya, merupakan sebuah langkah penyemangat untuk meniti tingkat selanjutnya.

Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa menuntut ilmu memiliki tingkatan, begitu juga ilmu itu sendiri. Diawal seorang penuntut ilmu baru mengetahui nama kitab dan penulisnya, kemudian membaca sedikit di awalnya.

Setelah adanya ketertarikan seorang penuntut ilmu, dia akan membolak-balik lembaran kitab tersebut. Jika mantap hatinya, dia akan membaca dengan serius dihadapan seorang guru yang sudah menguasai kitab tersebut, dengan mutqin dan sempurna.

Ini semua dimulai dengan mengetahui nama-nama kitab, penulis dan pembahasannya. Oleh karena itu, kitab Awail seperti ini menjadi sebuah langkah yang bagus untuk memulai menuntut ilmu, dan membuat seorang thalib bersemangat untuk membaca dan mengulang-ulang kitab hadits.

Syekh Abdul Hayy Al-Kattani dalam kitab Fihris al-Faharis jilid 1 hal 94-95 menilai bahwa pada zaman akhir-akhir ini, ketika para penuntut ilmu hadits mulai melemah semangatnya, ditambah begitu sulitnya mendapatkan naskah kitab-kitab hadits, dan banyaknya para thalib yang merasa keberatan jika harus keliling ke berbagai negara untuk mendengarkan hadits, para ulama berinovasi untuk membuat kitab-kitab sejenis ini.

Kitab ini mengumpulkan hadits awal dari setiap kitab-kitab hadits dalam beberapa lembar, agar thalib ilmi membacanya ke hadapan para guru, dan ketika ia pulang dari belajarnya, ia akan mengatakan: “saya meriwayatkan kitab ini dari syekh Fulan dengan mendengar awalnya, dan diijazahkan sisanya”.

Menurut Syekh Abdul Hayy Al-Kattani, ulama pertama yang memulai inovasi ini adalah Al-Hafidz Ibn Ad-Daiba’ Asy-Syaibani (W. 944 H). Al-Wajih Al-Ahdal menyebutkan bahwa beliau pernah membaca kitab tersebut dihadapan gurunya Syekh Abdullah bin Sulaiman Al-Jirhazi (W. 1201 H).

Diantara kitab awail yang terkenal adalah Awail Al-‘Ajluni, yang bernama kitab Iqd al-Jauhar ats-Tsamin. Kitab ini ditulis oleh Muhaddits Syam Syekh Abu Al-Fida Ismail bin Muhammad al-Jarrahi al-‘Ajluni (W. 1162 H ).

Termasuk kitab awail yang terbagus dan terindah menurut Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah (W. 1417 H) adalah kitab awail yang ditulis oleh Syekh Muhammad bin ‘Ali As-Sanusi Al-Makki, yang dinamai dengan kitab al-Kawakib ad-Durriyyah fi Awail al-Kutub al-Atsariyyah.

Adapun kitab Awail As-Sunbuliyyah, kitab ini ditulis oleh Syekh Muhammad Sa’id bin Muhammad Sunbul al-Makki asy-Syafi’i (W. 1175 H). Di pembukaan kitabnya beliau menyebutkan sebab dari penulisan kitab ini:

فيقول العبد الفقير الى الله محمد سعيد بن المرحوم الشيخ محمد سنبل: طلب مني من له حسن ظن بي و هو أعلى مني أن اسمعه شيئا من أوائل كتب الحديث المشهورة فأجبته لذلك و إن لم أكن أهلا لذلك.

Syekh Muhammad Sa’id Sunbul berkata: Seseorang yang memiliki prasangka baik kepadaku (menurut Syekh Abdul Fattah orang tersebut adalah Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi [W. 1194]), memintaku untuk memperdengarkan kepadanya beberapa dari awal hadits dari setiap kitab-kitab hadits yang masyhur, maka aku turuti permintaannya meskipun aku tidak layak untuk hal tersebut.

لكني وجدت تأليفا لبعض الإعلام فيه طول عن تحصيل المرام فأحببت أن ألخص مما ذكر فيه أول حديث من كل تأليف سطره تاركا لباقيه روما للاختصار و ليقرأ في مجلس واحد لأهل الاستبصار.

Syekh Muhammad Sa’id melanjutkan: Namun aku menemukan salah satu karangan dari salah seorang ulama (menurut Syekh Ahmad Al-Athhar ulama yang dimaksud adalah Al-Mufti Muhammad Tajuddin al-Makki [W. 1149]), dalam kitab tersebut terlalu lebar untuk mendapatkan tujuan. 

Oleh karena itu aku meringkas dari apa yang disebutkan, menjadi hanya awal hadits dari setiap kitab, dan meninggalkan sisanya. Mengharapkan agar menjadi ringkas, dan dapat dibaca di satu majlis bagi orang yang mengerti.

***

Fungsi dan manfaat yang didapat dari kitab Awail ini sangat banyak. Diantara yang terpenting adalah memberikan pengetahuan awal kepada thalib akan nama-nama kitab yang penting dan pengarangnya, dengan ditambah mengetahui awal hadits dari tiap kitabnya.

Manfaat yang lain adalah, memahami keindahan para ahli hadits dalam menulis kitab-kitab hadits. Begitu juga mengetahui bahwa kitab-kitab yang disebutkan merupakan kitab yang dibaca di zaman terdahulu, dan mengkokohkan nisbat kitab tersebut ke pengarangnya. Dan manfaat-manfaat lainnya yang bersifat ilmiah.

Kenapa harus memilih awal hadits?.

Alasan para penulis kitab memilih awal hadits dari setiap kitab, karena awal setiap hadits mengandung rahasia dari setiap kitab. Sebab para penulis, pasti memiliki pertimbangan khusus kenapa memulai dengan hadits tersebut diawal kitabnya. Alasan yang lain, karena awal hadits ini lebih mudah dijangkau, dan menjadi ciri khas setiap kitab.

Disarikan dari muqaddimah tahqiq oleh Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah.

***

Sanad Kitab Al-Awail As-Sunbuliyyah.

Al-faqir pertama kali mengkhatamkan kitab ini bersama Syekh Zakariyya Ahmad Al-Makki, beliau meriwayatkan kitab ini dari Syekh Abdullah bin Shiddiq Al-Ghumari (W. 1413 H), Syekh Abdul Aziz bin Shiddiq Al-Ghumari, dan Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah (W. 1417 H).

Adapun Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah  meriwayatkan kitab ini dari banyak masyaikh, salah satunya dari Sayyid Abdul Hayy Al-Kattani (W. 1382 H), dari Syekh Abdullah As-Sukkari, dari Syekh Abdurrahman Al-Kuzburi, dari Syekh Muhammad Thahir, dari ayahnya Syekh Muhammad Sa’id Sunbul.

Al-faqir juga meriwayatkan kitab-kitab ini dari Syekh Muhammad ‘Imad, Syekh Majd Al-Makki, Syekh Zhuhur Ahmad Al-Husaini, dan Syekh Kifayat al-Bukhari, dengan sanad mereka yang bersambung hingga Syekh Muhammad Sa’id Sunbul.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *