R.A. Kartini sosok yang punya peran dalam dunia Islam di Indonesia khususnya, Kartini merupakan pelopor penting untuk membawa masyarakat Islam, khususnya di Jawa, menjadi lebih dekat dan memahami esensi dan hakekat lebih utuh dalam Beragama Islam. Sehingga orang Jawa Beragama Islam tidak sekedar warisan, Dogma2, doktrin2, ikut2tan

suatu hari Kartini berkunjung ke rumah pamannya, Pangeran Aria Hadiningrat, Bupati Demak. Di sana tengah berlangsung pengajian keluarga, dengan guru Kiai Soleh Darat Semarang. Sang Kiai membahas Surat Al Fatihah berikut makna2 terdalamnya. Kartini yang bergabung menyimak pengajian itu jadi sangat terkesan dengan uraian Kiai Soleh Darat.

Usai pengajian, Kartini mendekati Kiai Soleh darat, dan mulailah mereka berdiskusi, R.A. Kartini matur bahwa dalam hidupnya, baru kali itulah dirinya  mengerti makna surat terpenting dalam Kitab Suci Agama Islam itu. Beliau jg memberikan pertanyaan kritis yg membangun sehingga menjadi gagasan bagi kyai Soleh darat.. 

“Kiai, apa hukumnya bila orang yang berilmu menyembunyikan ilmunya???..

Mengapa para ulama kita melarang penerjemahan dan penafsiran Al Quran dalam bahasa Jawa??..

Bukankah Al Quran itu pimpinan untuk hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia???..”

Begitulah pertanyaan dan diskusi Kartini dengan K.H. Soleh darat yg kritik Atau gugatanya positif sehingga menimbulkan kesadaran..

Pada masa itu, pemerintah kolonial Belanda melarang penerjemahan Al Quran. 

Aturan itu membawa akibat pasti, yaitu butanya masyarakat yg Beragama Islam di Jawa akan pemahaman dan esensi agama Islam dan kitab suci Al Quran.

Terjemahan Al Quran di Nusantara bukannya belum ada, sebab dua abad sebelumnya ulama besar Abdurrauf As-Singkili sudah menulis kitab tafsir Al Quran dalam bahasa Melayu. Tetapi di Jawa belum ada, dan masyarakat Jawa saat itu tidak mengakses kitab tafsir berbahasa Melayu.

Berangkat dari diskusi dn kritikan pedas yg positif dari Kartini itulah, Kiai Soleh Darat lantas menulis kitab Faidlur Rahman, kitab tafsir Al Quran pertama dalam bahasa Jawa, dengan huruf Pegon alias Arab-Jawa. 

Kitab faidur Rahman menjadi tonggak awal pemahaman masyarakat awam Jawa atas kitab suci Al-Qur’an yang selama ini nyaris tidak mereka pahami.

Kitab Faidlur Rahman menjadi hadiah istimewa dari Kiai Soleh Darat untuk Kartini, pada saat gadis mungil yang penuh kepo alias rasa ingin tahu itu dinikahkan dengan Adipati Djojoadiningrat Bupati Rembang

Kartini memang cuma bertanya, bukan berjuang turun ke lapangan Medan perang  seperti Nyai Ageng Serang, Ratu Kalinyamat, Nyai Ageng Tegal Rejo, Cut Nyak Dhien, Dewi Sartika, Cristina Martha Tiahahu dsbnya Namun, dalam lingkungan kaum bangsawan ningrat juga dalam cengkeraman aturan kolonial yang serba memblokade akses ilmu pengetahuan, pertanyaan Kartini dibutuhkan keberanian besar, juga kepo Alias rasa ingin tahu yang positif.

Kartini bukan hanya sebentuk perjuangan dakwah dalam lingkup seterbatas sistem keyakinan bernama Islam. Kartini jauh lebih luas dari itu, yakni tentang bagaimana baja yang tebal didobrak, agar cahaya dan oksigen merangsek masuk, agar masyarakat awam bisa memperoleh sesuatu yang sebelumnya dilarang bahkan railok/pamali untuk di pahami..

Membaca tanpa memahami dn mengerti hanyalah dilakukan oleh orang2 gila yg tindakannya kolot dan konyol alias absurd yang nyaris sia-sia, dan sulit diterima oleh orang2 yg ber-kesadaran tinggi seperti Kartini. Bagaimana bisa kitab suci Al-Qur’an yang seharusnya dijadikan pedoman hidup justru terus dengan sengaja diselubungi misteri yg tidak boleh dipahami dan dimengerti karena hanya sebatas dogma doktrin2 dalil2.

melihat respons Kiai Soleh Darat yang menerjemahkan dan menafsir Al Quran dalam bahasa Jawa, itulah jawaban yang sesungguhnya. 

Bukan penilaian berlebihan ketika menempatkan Kartini sebagai sosok yang memperjuangkan literasi, Kartini juga Pahlawan literasi 

Hari Kartini semestinya bukan cuma diletakkan dalam konteks kesetaraan gender dan  memang banyak tokoh perempuan lain yang berperan lebih daripada Kartini sebut saja cut nyak Dhien, nyai Ageng Serang, Nyai Ageng Tegal Rejo, Cristina Martha Tiahahu dsbnya.. hari Kartini sekadar kegembiraan mengenakan kebaya dan pakaian adat Jawa tapi Ada semangat atau spirit pendobrakan benteng doktrin dan eksklusivisme, pembongkaran atas hijab2 pengetahuan, juga semangat untuk memupuk pemahaman2 sehingga menimbulkan pencerahan dan kesadaran..

KARTINI JUGA ADALAH PAHLAWAN LITERASI

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *