Kitab Fath al-Majid fi Bayan al-Taqlid, karya KHR Ahmad Dahlan Al-Falaki Al Tarmasi (w.1329 H) ini membahas seputar ijtihad dan taqlid menyikapi maraknya gerakan tajdid dan purifikasi yang berkembang di Timur Tengah.
Manuskrip kitab ini tersimpan di Perpustakaan King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia, dengan nomor kode 4061 sebagai naskah tunggal. Naskah ditulis dalam bahasa Arab dengan model aksara “naskhî” dan tinta berwarna hitam. Tebal keseluruhan manuskrip 11 halaman.
Kitab Fath al-Majîd fî Bayân al-Taqlîd terhitung karya langka ulama Nusantara yang membahas permasalahan “ijtihad dan taqlid” secara terperinci. Beberapa hal yang dibahas meliputi pengertian ijtihad, syarat-syarat ijtihad, madzhab-madzhab fikih dalam Islam, keharusan mengikuti pendapat salah satu dari empat madzhab.
Kitab ini secara spesifik juga mengulas seputar ulama Syafi ’iyyah, kitab-kitab karangan mereka, istilah-istilah dalam madzhab Syafi’i, derajat para ulama madzhab Syafi’i hingga cara menyikapi perbedaan pendapat antar ulama madzhab Syafi’i, pendapat mana yang harus dipilih atau didahulukan. Satu lagi yang
amat penting, kitab ini mengulas persoalan taqlid,, baik definisinya maupun keharusan bertaqlid kepada pendapat madzhab bagi orang awam.
Secara keseluruhan muatan dan isi kitab Fath al-Majîd fî Bayân al-Taqlîd merupakan respon atas munculnya pemikiran dan gerakan kaum modernis maupun kaum puritanis yang saat itu marak di Timur Tengah. Gerakan purifikasi diusung oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab al-Najdi di Nejd (Semenanjung Arabia) yang kelak para pengikutnya dikenal dengan kelompok “Wahabi”, sedang gerakan pembaharu dicetuskan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha di Kairo (Mesir). Kaum modernis berpendapat bahwa orang Islam boleh berijtihad dan “meninggalkan” taqlid pada pendapat madzhab empat, karena mereka beranggapan sebagian hukum pendapat Imam madzhab tidak lagi relevan dan keharusan bertaqlid berdampak pada kejumudan berpikir dan kemunduran umat Islam. Sementara kaum puritan menggelorakan gerakan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta menolak segala bentuk ritual keagamaan yang menurut mereka dianggap sebagai bid’ah dan kesesatan.
Pada kenyataannya kedua gerakan ini mendapat perlawanan dari sebagian besar kaum muslimin pengikut Imam madzhab di seluruh dunia, termasuk para ulama Nusantara, yang kelak mendirikan jamiyyah Nahdlatul Ulama sebagai bentuk ikhtiar mempertahankan Islam ‘Ala manhaj Ahlussunnah wal jamaah.
Lewat kitab ini, KHR Ahmad Dahlan pantas menyandang sebagai pelopor dan perintis perlawanan atas dua gerakan tsb di Nusantara.
Ulasan lanjutan bisa dibaca di #Manuskrip_Tremas
Dapatkan bukunya di Di Sini
No responses yet