Oleh : Afwan Arba Alfian
Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pondok pesantren sudah hadir lebih awal dari kemerdekaan Indonesia lahir. Munculnya pesantren di Indonesia di perkirakan sejak 300-400 tahun yang lalu. Karena keberadaannya yang sudah sangat lama, pesantren bisa di artikan sebagai lembaga pendidikan yang unik. Namun bukan karena keberadaannya yang sudah lama saja, tetapi juga karena kultur, dan metode yang ditetapkan,oleh lembaga pendidikan tersebut (Syafe’i, 2017 : 2).
Banyak sekali pengertian tentang pondok pesantren yang dikemukakan oleh para ahli dan para tokoh, salah satunya seperti yang dikemukakan oleh K.H Endin Saepudin pendiri Pondok Pesantren Manarul Huda Tasikmalaya, beliau menjelaskan bahwa arti kata Pondok menurut bahasa sudah menjadi lafal sunda dari Bahasa Arab “funduq” yang memiliki arti Hotel, atau tempat menginap. Menurut beliau, karena dialek dan pelafalan serta aksen orang sunda kata “funduq” tersebut berubah menjadi pondok.
Sedangkan kata Pesantren jika dilihat dari bahasa sunda merupakan akar kata atau مستق منه dari kata “Senatria” atau “Ksatria”, jadi pesantren adalah “Pesenatriaan” yang memiliki imbuhan atau rarangken “pe” dan “an”. Imbuhan tersebut dalam Bahasa Sunda biasanya memiliki arti tempat. Maka dari itu beliau menyimpulkan bahwa pesantren atau pesenatriaan itu adalah tempat membangun manusia supaya menjadi “senatria” atau manusia “ksatria”.
Menurut Agus Sunyoto, seorang penulis buku Atlas Wali Songo. menjelaskan, kata pesantren bila dibedah lebih jauh, ‘pesantren’ berasal dari kata santri, dan kata ‘santri tersebut memiliki sumber pemaknaan yang berbeda-beda. Menurut Agus Sunyoto, kata ‘Santri’ adalah adaptasi dari istilah Sashtri yang mempunyai makna orang orang yang mempelajari kitab suci /sashtra (Sunyoto, 2017 : 168).
Keberadaan pondok pesantren di Indonesia sudah sangat lama sekali bahkan sebelum kemerdekaan lahir. Pondok pesantren menjadi salah satu ruang penyebaran dan pengajaran agama Islam di Indonesia. Pesantren disinyalir merupakan hasil Islamisasi sistem pendidikan lokal yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara yang di pelopori oleh Walisongo dengan memformulasikan nilai-nilai sosio-kultural religius yang dianut oleh masyarakat syiwa-budha dengan nilai-nilai Islam.
Pada masa itu, lembaga pendidikan lokal berupa padepokan dan dukuh. Dengan melalui proses dakwah, padepokan-padepokan tersebut diakulturasi dengan nilai-nilai Islam. Materi yang diajarkan pun di rubah menjadi ilmu-ilmu yang bernafaskan Islam. Seiring dan semakin meluasnya ajaran Islam di Nusantara, padepokan-padepokan tadi berganti nama menjadi pesantren (Sunyoto, 422 : 2017).
Waktu demi waktu pesantren menyebar luas di Indonesia, terutama pulau jawa. Hampir di setiap kota memiliki lembaga pendidikan pondok pesantren, salah satunya adalah Tasikmalaya. Sebuah kota/kabupaten yang ada di bagian Tenggara wilayah Provinsi Jawa Barat, yang di dalamnya memiliki ratusan bahkan ribuan pondok pesantren. Sehingga Tasikmalaya terkenal dengan julukan ‘Kota Santri’.
Pada era 70-an itu berdiri sebuah pondok pesantren yang didirikan oleh ulama/kyai kharismatik di Tasikmalaya, yaitu; K.H Endin Saepudin pada tahun 1978. Pondok Pesantren itu bernama “Pesantren Ajengan Endin Sukasirna”. Orang-orang sekitar terkadang mengenalnya dengan sebutan “Pesantren Ranca Kalong”, dari Bahasa Sunda yang memiliki arti “Rawa Kalong (kelelawar besar)”.
Tempat itu awalnya hanya pesawahan yang sangat luas yang diselingi perbukitan kecil yang lebat dengan pohon beringin dan sengon. Jauh mata memandang terlihat beberapa saung atau bangunan yang bermunculan di antara rumpun padi yang sangat luas. Tidak ada penduduk sama sekali, karena tempat itu terkenal banyak jin nya, dan yang lebih unik nya jin disana mempunyai nama masing-masing. Di antara perbukitan itu, terdapat sungai sungai kecil dengan batu-batu besar yang mengkilat, yang biasa di manfaat kan oleh para petani untuk mengairi sawahnya.
Pada saat beliau datang dan membuka area itu untuk menjadikannya sebuah pondok pesantren. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan “Pesantren Ranca Kalong”, yang mempunyai arti rawa kelelawar besar, karena sewaktu pesantren itu berdiri, ketika adzan maghrib mulai terdengar, beberapa kalong (Kelelawar Besar) terbang rendah di atas pesawahan sekitaran pesantren. Seiring berjalannya waktu, sebutan dengan nama “Pesantren Ranca Kalong” itu berubah menjadi Pesantren Sukasirna. Walau nama resmi dari pesantren ini adalah Manarul Huda, namun orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan “Pesantren Sukasirna” atau Pesantren Ajengan Endin Sukasirna.
Beliau membangun “Pondok Pesantren Sukasirna” pada usia 26-27 tahun. Usia yang bisa dibilang cukup muda. Dengan semangat dedikasi dunia keilmuan pesantren serta beliau pun termasuk santri kinasih Kyai Ruhiyat Cipasung, tidak heran jika beliau bisa mendirikan pondok di usia belia. Walaupun, latar belakang beliau bukan dari keluarga kyai (anak seorang kyai), hanya seorang anak petani biasa di daerah Cisitu Manonjaya, namun beliau mampu mendirikan sebuah pondok pesantren pada usia yang cukup muda.
Pada tahun 1996 Pondok Pesantren Sukasirna secara resmi menjadi Yayasan Pondok Pesantren Manarul Huda. Sejalan dengan kebutuhan pendidikan yang sangat pesat, pesantren kemudian berkembang dengan mendirikan madrasah tsanawiyah pada tahun 1997 dan madrasah aliyah pada tahun 2002.
Alhasil Pondok Pesantren Manarul Huda menyediakan pendidikan kholafy (formal) dan Salafy (non formal) secara holistik. Pendidikan kholafy (formal) terpenuhi dengan adanya madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah, pendidikan salafy (non formal) pun tetap diutamakan dengan adanya kajian kitab kuning takhossus salafiyah.
Dari segi pendidikan formal (kholafy) di Manarul Huda Sukasirna ini memiliki keunikan tersendiri yang mungkin berbeda dengan sekolah atau madrasah lainnya, seperti hari libur di hari Jum’at dan waktu mulainya pembelajaran yang dimulai pada jam 13.00 atau ba’da dzuhur dikarenakan waktu pagi semua santri atau siswa mengaji bahkan pengajian dimulai selepas sholat subuh (ba’da shubuh) sampai jam 10.30, karena semua siswa yang belajar di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Manarul Huda ini adalah santri yang mengaji di pondok pesantren tersebut.
Adalagi sisi keunikan yang terlihat dari sekolah ini, terutama dari penampilan. Tidak terlalu berbeda dengan sekolah lain, di manarul huda juga sama seperti sekolah lainnya, mengenakan seragam lengkap dengan atribut yang lengkap, bahkan sekolah ini berani bersaing dalam masalah busana dengan sekolah lain dalam sisi rapih dan agamisnya karena semua siswanya diwajibkan mengenakan kopyah atau peci songkok.
Uniknya lagi ketika waktu sekolah berlangsung anak-anak tidak mengenakan sepatu, tapi menggunakan kaos kaki. Jadi, berangkat dari asramanya hanya menggunakan sandal tidak memakai sepatu seperti anak-anak sekolah lainnya. Mungkin cukup terlihat unik bagi orang luar, tetapi bagi santri atau siswa Manarul Huda itu sudah menjadi hal yang biasa bahkan bisa disebut dengan kearifan lokal di sana, untuk menjaga kebersihan kelas.
Memang Asrama tempat santri tinggal, sekolah tempat siswa/santri belajar, serta madrasah tempat santri mengaji, masjid, rumah kyai dan bangunan yang lainnya berada di lungkungan dan komplek yang sama. Jika dilihat melalui drone (gambar dari atas) komplek tersebut berada di tengah tengah pesawahan, Nampak seperti pulau di tengah-tengah lautan.
Di dalamnya hanya para santri, ustadz dan kyai beserta keluarga. Sungguh sangat sunyi suasana di sana, apalagi ketika waktu malam tiba. Semua santri dan yang tinggal di sana sudah beristirahat karena pagi buta harus bangun untuk melaksanakan sholat tahajud, subuh dan lanjut mengaji sampai siang, hanya terdengar suara kodok, tonggeret dan hewan sawah lainnya.
Tentang Penulis
Afwan Arba Alfian, kelahiran Brebes 23 Februari 2003. Ia menamatkan sekolah dasarnya di tanah kelahirannya Desa Bangbayang, salah satu Desa di Kabupaten Brebes. Ia melanjutkan jenjang pendidikannya dan mondok/mengaji di Pesantren Manarul Huda, Kabupaten Tasikmalaya selama 6 tahun. Ia kini menjadi mahasiswa di Universitas Islam Negeri Prof. K.H Saifuddin Zuhri Purwokerto. Saat ini, ia berdomisili di kota Purwokerto. Pembaca bisa lebih dekat dengan penulis lewat akun media sosial Instagram @cak_arba023. No. WA: 082216890287. Email: afwanarba24@gmail.com
No responses yet