Jaringansantri.com, Tangerang Selatan – Dibalik banyaknya muslim di Indonesia, ternyata ada metode penyebaran dakwah yang khas sehingga mampu bertahan dan eksis hingga saat ini. Direktur Islam Nusantara Center, Ahmad Ginanjar Sya’ban dalam diskusi rutinan Islam Nusantara, Sabtu (19/8) mengatakan bahwa Walisongo menyebarkan dakwahnya dengan cara mengambil hatinya, bukan wilayahnya.
“Kesuksesan cepatnya Islamisasi masa Walisongo itu karena yang ditaklukan oleh Walisongo bukan wilayah atau kerajaan, tapi hati para penduduknya,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Aceng ini juga menambahkan bahwa kondisi Indonesia hampir mirip dengan Turki. Penyebaran Islam di Turki pada tahun 1453 dipegang oleh Sultan Muhammad Al Fatih telah memberikan contoh agar orang-orang Muslim tidak merusak dan mengusik tempat ibadah orang Kristen Bosnia. Sedangkan di Indonesia para wali juga tidak memberangus kebudayaan lokal, malahan ada yang melestarikan arsitektur khas Hindu sebagai usaha dakwahnya, seperti menara yang terdapat di Masjid Sunan Kudus.
Ia menegaskan dalam Islam selain adanya istilah ushuliyyah dan furu’iyyah, juga ada tahsiniyyah. Dalam hal ini, permasalahan corak arsitektur masjid masuk dalam kategori tahsiniyyah yang sifatnya hanya untuk menghias dan mempercantik, bukan termasuk permasalahan pokok dan cabang dalam beribadah.
Pada diskusi yang berlangsung setelah Launcing Santri of The Year tersebut, muncul juga pertanyaan dari peserta diskusi. Apakah benar, penyebaran Islam di Indonesia hanya melalui metode yang santun dan tidak melakukan peperangan, padahal Cirebon pernah melakukan peperangan dengan Sunda?.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Alumni Al-Azhar ini memaparkan proses terjadinya perang Cirebon melawan Sunda. Pada tahun 1500-an, bangsa Portugis melakukan ekspedisi laut dengan tujuan akhirnya adalah Nusantara. Pada tahun 1509 perjalanan Portugis sampai di perairan India, melihat kondisi tersebut dinasti Mamluk Mesir, Turki Usmani dan Gujarat India melakukan perlawanan dengan Portugis, namun mereka kalah.
Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) ini juga memberikan pandangannya mungkin saja kerajaan Pasai turut membantu peperangan yang terkenal dengan nama perang Diu tersebut, jika melihat Nusantara sebagai Negara maritim yang sering melakukan pelayaran.
Ia melanjutkan pada 1511 Portugis telah berhasil memasuki wilayah Malaka dengan mengalahkan pasukan Malaka, Aceh, Demak dan Maluku. Portugis semakin menjadi hingga menguasai wilayah Sunda. Saat itu, Portugis ternyata mendapatkan kesempatanuntuk bergerak atas persetujuan Padjajaran, hingga terjadi peperangan melawan Cirebon. Dengan begitu, motif peperangan yang terjadi bukanlah bentuk perluasan wilayah Islam, melainkan perlawanan terhadap penjajahan Portugis. (Zainal Abidin)
No responses yet